Tak Perlu Perda, Pendirian Rumah Ibadah Sudah Ada PBM yang Kedudukanya Lebih Tinggi

NASIONAL217 Dilihat

InfoMalangRaya.com—Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur menanggapi Badan Pembuat Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Surabaya yang dikabarkan telah menyelesaikan draft Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Toleransi.
Raperda yang berpotensi menjadi kontroversi ini seharusnya tidak boleh bertentangan dengan Peraturan Bersama Menteri Agama Dan Menteri Dalam Negeri (PBM) Nomor 9 dan Nomor 8 tahun 2006 terkait Pendirian Rumah Ibadah.
“Masalah pendirian rumah ibadah telah diatur rinci dalam peraturan bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No 9 dan No 8 th 2006 atau yang dikenal dengan PBM,” ujar KH Ainul Yaqin, salah seorang Ketua MUI Jawa Timur.
“Sebenarnya yang dibutuhkan bukan Perda tapi justru undang-undang yang yang bisa menguatkan PBM,” ujar pria yang juga menjadi pengurus FKUB Jatim ini kepada hidayatullah.com, Rabu (24/5/2026).
Menurut Ainul Yaqin, PBM lahir dari aspirasi dan masukan majelis-majelis agama. Sehingga hal ini lebih reprensentatif mewakili masing-masing untuk menjaga toleransi dalam kehidupan bersama.
“Nah, jika ada Perda, apa lagi Perda tingkat kabupaten/ kota yang bertentangan dengan peraturan menteri dalam hal ini PBM, jelas tidak bisa dibenarkan,” ujarnya.
Sementara itu, mantan sekretaris MUI Jatim Ahmad Budiono, SH, jika Perda yang dibuat bertentangan dengan aturan di atasnya, maka dengan sendirinya Perda tersebut tidak sah alias batal demi hukum.
“Asas lex superior derogate legi inferiori dalam pembuatan atau penyusunan peraturan perundang-undangan termasuk peraturan daerah, dapat diartikan bahwa peraturan perundang-undangan yang mempunyai derajat lebih rendah dalam hierarki peraturan perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan yang lebih tinggi,” ujar pria yang pernah menyelesaikan jurusan hukum ini.
Menurut Ahmad Budiono, salah satu kebijakan yang menguatkan asas ini yakni Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, pada Pasal 7 membagi jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan berurutan dari yang derajat tertinggi, yaitu: UUD Negara RI Tahun 1945; Ketetapan MPR; Undang-Undang/PerPU; Peraturan Pemerintah; Peraturan Presiden; Peraturan Daerah Provinsi; Peraturan Daerah Kabupaten/kota. Kekuatan hukum Peraturan Perundang-undangan sesuai dengan herarki tersebut.
“Sebagai Negara hukum, segala aspek kehidupan dalam bidang kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan termasuk pemerintahan harus senantiasa berdasarkan atas hukum sehingga diperlukan tatanan yang tertib termasuk di bidang pembentukan peraturan perundang-undangan yang harus dirintis sejak saat perencanaan sampai dengan pengundangannya,” ujarnya. Sebagaimana diketahui, Raperda Toleransi diusulkan pertama kali oleh politisi Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Raperda Toleransi berisi ancaman kepada siapapun yang nanti menolak pendirian rumah inadah akan terancam pidana dua tahun penjara.
Representasi Umat
Menurutnya, keberadaan PBM yang berisi SKB Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri ini sampai saat ini masih sangat dibutuhkan. “Keberadaan SKB itu bukan sekedar kebutuhan hukum tetapi demi terciptanya  ketertiban dan kedamaian dalam memelihara hubungan antar umat beragama.”
Karenanya jika PBM itu ditiadakan, keadaan bisa kacau balau. Terkait kemungkinan munculnya konflik terkait pendirian rumah ibadah sebaiknya diselesaikan di pengadilan.
“Kalau ada konflik hendaknya  dibawa saja ke pengadilan, sudah memenuhi syarat atau tidak pengajuan pendirian tempat ibadah tersebut. Jika permohanan Ijin pembangunan tempat Ibdah tersebut memenuhi persyaratan sebabagaimana diatur, maka pengadilan yang bisa menyatakan, bahwa petmohonan ijin mendirikan tempat ibadah  sudah memenuhi syarat, tidak boleh orang siapapun  menolak.”
Menurutnya, dalam PMB / SKB Dua Menteri tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Permohonan ijin diajukan dengan beberapa persyaratan: jammaahnya minimal 90 orang, dengan dukungan minimal 60 tokoh masyarakat setempat, pendirian rumah ibadat harus memiliki rekomendasi tertulis dari kepala kantor departemen agama kabupaten / kota dan dari forum kerukunan umat beragama (FKUB) tingkat kabupaten-kota.
Apabila syarat-syarat tersebut sudah dipenuhi oleh panitia pembangunan rumah ibadah, maka masyarakat setempat tidak boleh ada yang melakukan penolakan terhadap pendirian bangunan tersebut, ujarnya.
“Kalau sudah terpenuhi syarat, tidak boleh ditolak. Tapi kalau tidak atau belum memenuhi syarat, ya jangan membangun supaya tidak terjadi konflik.”
Yang penting lagi, katanya, adanya PBM/SKB  tersebut sudah sangat representatif, karena aturan itu dibuat/disusun dengan melibatkan perwakilan organisasi kemasyarakatan (ormas) lintas agama, seperti : Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Persatuan Gereja-gereja Indonesia (PGI), Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI), Perwakilan Umat Buddha Indonesia (Walubi), serta MUI yang saat itu diwakili oleh diri Prof. Dr. KH. Ma’ruf Amin selaku Ketum MUI Pusat
“Jadi sebenarnya aturan PMB / SKB tersebut dibuat untuk semua, bukan untuk satu kelompok,” ujarnya.*

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *