Perubahan Besar dalam Sistem Rujukan BPJS Kesehatan Tahun 2025
Kementerian Kesehatan tengah menyiapkan perubahan besar dalam sistem rujukan BPJS Kesehatan untuk tahun 2025. Perubahan ini mendapat perhatian luas karena menyangkut layanan kesehatan jutaan peserta di seluruh Indonesia. Selama ini, proses rujukan dikenal lambat dan berjenjang dimulai dari puskesmas, menuju RS tipe C, naik ke tipe B, hingga akhirnya tipe A.
Model ini dinilai memakan waktu, terutama pada kasus gawat darurat yang membutuhkan tindakan cepat. Melalui kebijakan baru, pemerintah ingin memotong proses rujukan berlapis agar pasien bisa langsung mendapatkan layanan di fasilitas yang benar-benar mampu menangani kondisinya.
Fokus pada Kebutuhan Medis, Bukan Jenjang RS
Inti dari kebijakan Sistem Rujukan BPJS Berubah 2025 adalah pergeseran dari sistem bertingkat menjadi sistem berbasis kompetensi. Artinya:
- Rujukan tidak lagi bergantung pada tipe rumah sakit
- Pasien langsung diarahkan ke fasilitas yang memiliki kemampuan sesuai penyakitnya
- Kasus gawat, seperti serangan jantung atau stroke, tidak perlu singgah ke beberapa rumah sakit terlebih dahulu
Contohnya pasien serangan jantung bisa langsung ke RS tipe A yang memiliki fasilitas bedah jantung lengkap, tanpa melewati tipe C atau B. Model ini diharapkan memangkas waktu krusial, mengurangi antrean rujukan, serta membuat distribusi pasien lebih merata sesuai kompetensi tiap rumah sakit.
Mengapa Sistem Rujukan Diubah Mulai 2025?
Menurut Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, rujukan berlapis selama ini justru merugikan pasien dan BPJS Kesehatan. Ada beberapa alasan utama perubahan ini diperlukan:
- Menghindari pasien bolak-balik rumah sakit. Banyak pasien, terutama dengan kondisi berat, harus berpindah-pindah sebelum mendapat layanan optimal.
- Mengurangi pemborosan biaya BPJS. BPJS sering membayar layanan di beberapa rumah sakit untuk satu kasus yang sebenarnya bisa ditangani langsung di RS rujukan final.
- Mempercepat penanganan kasus gawat darurat. Waktu yang hilang di jenjang rujukan dapat berdampak fatal pada pasien.
- Meningkatkan standar layanan kesehatan nasional.
“Harusnya BPJS tidak perlu keluar uang tiga kali. Cukup sekali saja, langsung ke rumah sakit yang memang bisa menangani. Pasien juga lebih senang, tidak perlu dirujuk berulang-ulang,” ujar Menkes Budi dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR RI, Kamis 13 November 2025.
Walaupun konsepnya sudah dipaparkan, sistem rujukan berbasis kompetensi belum resmi diterapkan. Kemenkes sedang menyusun regulasi turunan berupa Permenkes sebagai dasar hukum. Selama aturan baru belum diaktifkan mekanisme rujukan berjenjang masih berlaku seperti biasa.
Perubahan Lain yang Disiapkan Pemerintah
Kebijakan rujukan baru ini akan dibarengi dengan:
- Penyederhanaan tarif layanan
Kemenkes menyebut tarif BPJS akan dibuat lebih presisi, termasuk: - Rawat jalan yang sebelumnya satu kategori menjadi 159 jenis layanan
- Penyederhanaan kode tarif agar tidak membingungkan rumah sakit
-
Mengurangi potensi klaim bermasalah
-
Dokter FKTP tetap sebagai pintu pertama
Alur dimulai dari puskesmas/klinik, tetapi dokter akan langsung menentukan level layanan yang dibutuhkan pasien. Contoh: - Stroke ringan → langsung ke RS dengan layanan stroke kelas C
- Stroke berat → langsung ke kelas B atau A tanpa rujukan bertahap
Dengan ini, pasien tidak perlu pindah-pindah rumah sakit atau turun-naik kelas kamar.
Apa Dampaknya untuk Peserta BPJS?
Jika aturan diresmikan, peserta akan merasakan sejumlah manfaat besar:
-
Penanganan lebih cepat
Terutama untuk kondisi gawat darurat, sehingga peluang keselamatan lebih tinggi. -
Tidak perlu bingung memilih rumah sakit
Sistem otomatis mengarahkan pasien ke RS yang benar-benar kompeten. -
Akses layanan lebih akurat
Karena rujukan mengacu pada kemampuan medis RS, bukan tipe administrasinya. -
Mengurangi antrean di fasilitas tertentu
Distribusi pasien lebih merata sesuai kemampuan masing-masing RS. -
Efisiensi biaya kesehatan nasional
BPJS tidak lagi membayar biaya berulang di beberapa RS.
Rencana Sistem Rujukan BPJS Berubah 2025 menjadi salah satu langkah terbesar untuk memperbaiki kualitas layanan kesehatan di Indonesia. Dengan sistem berbasis kompetensi, pemerintah berharap akses layanan menjadi lebih cepat, lebih tepat sasaran, dan lebih efisien.







