Kota Batu – Kematian tragis buruh harian lepas bernama Agung (40), warga Pakisaji, Kabupaten Malang, Selasa (19/8/2025), kembali menyingkap persoalan klasik dalam proyek Pasar Induk Among Tani. Korban terjatuh dari ketinggian sekitar 30 meter saat memperbaiki talang air bocor di lantai atas zona 7.
Konstruksi talang yang rapuh ambruk, sementara korban yang sempat melepas sabuk pengaman langsung terjun bebas dan tewas di tempat. Namun di balik insiden mengenaskan ini, publik mempertanyakan mengapa bangunan pasar yang baru diresmikan Presiden Jokowi pada Desember 2023 itu sudah bocor dan bermasalah?
Sejak awal pembangunan, proyek Pasar Induk Among Tani memang sarat sorotan. Nilai proyeknya mencapai ratusan miliar rupiah, namun kualitas pekerjaan sering dikeluhkan. Bocornya talang air, keretakan dinding, hingga kebocoran plafon menjadi bukti nyata lemahnya pengawasan.
“Ini pasar baru, tapi sudah seperti proyek murahan. Kontraktor jelas lalai, pejabat pengawas juga tutup mata. Sekarang nyawa buruh jadi taruhan,” kata Sam Idur, pemerhati kebijakan publik.
Idur menegaskan bahwa tragedi ini tidak bisa dibiarkan sebagai kecelakaan kerja biasa. Ada kelalaian sistematis mulai dari kontraktor pemenang tender, pengawas proyek, hingga pejabat dinas terkait.
“Mereka ini hanya sibuk seremonial dan klaim keberhasilan, tapi soal K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) diabaikan. APD tidak lengkap, buruh tidak masuk BPJS, dan pengawas hanya formalitas. Kalau ada masalah, jawabannya retorika kosong,” tegas Idur.
Secara hukum, kasus ini dapat dijerat Pasal 359 KUHP tentang kelalaian yang mengakibatkan hilangnya nyawa, dengan ancaman pidana penjara hingga lima tahun. Selain itu, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan jelas menuntut tanggung jawab perusahaan untuk menjamin keselamatan pekerja.
Jenazah korban sudah dimakamkan keluarga, namun pertanyaan besar menggema: siapa yang akan bertanggung jawab? Apakah kontraktor, pejabat pengawas, atau dinas terkait yang membiarkan proyek bernilai ratusan miliar rupiah dikerjakan asal-asalan hingga merenggut nyawa?
Laporan resmi kini telah disiapkan untuk dilayangkan ke Polda Jawa Timur. Publik mendesak agar kasus ini tidak berhenti di level permintaan maaf atau kompensasi, melainkan benar-benar diusut tuntas agar nyawa buruh tidak lagi dianggap murah dalam proyek-proyek besar pemerintah.
Penulis: Rohman