InfoMalangRaya.com– Dua universitas di Kanada, McGill dan Concordia, menggugat Provinsi Quebec atas rencana kenaikan uang kuliha sebesar 33% bagi mahasiswa asing dan dari luar wilayah itu.
McGill dan Concordia, dua perguruan tinggi berbahasa Inggris di Provinsi Quebec yang menggunakan bajasa Prancis, berargumen kenaikan uang kuliah tersebut diskriminatif.
Sejak rencana kenaikan diumumkan jumlah pendaftar di perguruan tinggi mereka menurun.
Pemerintah Quebec bersikeras membela rencana itu, yang dikatakannya untuk melestarikan penggunaan bahasa Prancis di wilayah provinsi itu.
Pada bulan Desember 2023, Quebec mengatakan uang kuliah bagi mahasiswa yang berasal dari luar wilayahnya akan dinaikkan dari C$9.000 ($6.700; £5.200) menjadi C$12.000 setahun.
Pemerintah juga akan mengambil porsi lebih besar dari penerimaan dari uang kuliah mahasiswa internasional di berbagai perguruan tinggi di Quebec. Uang itu nantinya akan dibagikan ke perguruan-perguruan tinggi yang menggunakan bahasa Prancis.
McGill dan Concordia, dua dari tiga universitas berbahasa Inggris yang ada di Quebec, hari Jumat (23/2/2024) secara terpisah mengumumkan akan mengajukan gugatan dengan alasan diskriminasi, karena mereka sudah kehabisan cara untuk membatalkan rencana pemerintah itu.
“Kami akan lebih senang apabila tidak harus melakukan hal ini. Namun, kami sudah kehabisan cara alternatif,” kata Deep Saini, wakil rektor McGill, dalam sebuah pernyataan seperti dilansir BBC.
McGill menggugat agar kenaikan uang kuliah dan model pendanaan mereka diubah.
Sementara Concordia menuntut agar dilakukan judicial review.
Dakwah Media BCA – Green
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal InfoMalangRaya (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Keduanya berargumen keputusan pemerintah itu berpengaruh negatif terhadap masa depan lembaga pendidikan mereka.
Sejak tahun lalu, pendaftaran calon mahasiswa asing dan dari luar wilayah Quebec di Universitas McGill sudah anjlok lebih dari 25%. Sementara pada periode yang sama penurunan serupa di Concordia bahkan mencapai 39%.
Seorang juru bicara untuk Menteri Pendidikan Tinggi Quebec, Pascale Déry, menolak untuk memberikan komentar karena masalahnya sudah dibawa ke pengadilan.*