IMR
,
Bandung
– Tim Narantaka GMAT dari Universitas Gadjah Mada (
UGM
) Yogyakarta ke luar sebagai juara pertama di ajang seleksi nasional Kibo Robot Programming Challenge gelaran Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN). Narantaka GMAT selanjutnya akan mewakili Indonesia di kompetisi internasional yang diadakan Japan Aerospace Exploration Agency (
JAXA
).
“Pesaingnya nanti dari tim-tim universitas terutama di wilayah Asia-Pasifik,” kata panitia dari BRIN Fitri Nuraeni kepada
Tempo
, Kamis 3 Juli 2025.
Di Kibo Robot Programming Challenge, tim peserta yang beranggotakan 3-5 orang membuat program untuk modul Kibo–yang dalam bahasa Jepang artinya harapan. Sejatinya, modul Kibo terdiri dari dua unit robot melayang berbentuk bola (Int-Ball) dan kubus (Astrobee) digunakan JAXA untuk bekerja sebagai asisten penelitian di stasiun antariksa internasional atau ISS. Fungsinya, membantu pekerjaan yang sulit dijangkau dengan tangan astronaut.
Namun, dalam lomba, peserta mahasiswa hanya diberikan soal dan tantangan dalam bentuk simulasi di suatu ruangan ISS. Tim bertugas membuat program yang menggerakkan robot ke suatu posisi secara tepat dan melaksanakan perintahnya dengan benar.
“Dalam kompetisi dibuat jadi seperti ada permainan untuk mencari sesuatu,” kata Fitri sambil menambahkan, “Penilaian hasil program sepenuhnya dikelola oleh sistem simulasi.”
Fitri mengungkapkan kalau total ada 24 tim mendaftar seleksi nasional Kibo Robot Programming Challenge. Tapi sebanyak 11 saja yang dinyatakan lolos seleksi. Mereka yang berasal dari kampus negeri dan swasta di Sumatera, Jawa, dan Sulawesi tersebut lalu teribat kompetisi. Menurut Fitri, nilai tim yang masuk tiga besar memiliki selisih tipis.
Sejak BRIN menghelat kompetisi itu pada 2020, tim mahasiswa Indonesia selalu meraih juara di tingkat internasional. “Sejauh ini selalu masuk dalam lima besar,” kata Fitri. Selain UGM pada 2020 dan 2025, duta tim Indonesia lainnya 2021-2024 berasal dari Universitas Negeri Yogyakarta (
UNY
).
Fitri mengatakan, karya program dari para tim juara memang tidak akan dipakai untuk Kibo di luar angkasa. Namun setidaknya para peserta lomba bisa belajar membuat program untuk robot secara presisi dan tanpa kesalahan. Kemampuan mahasiswa membuat program itu pun bisa digunakan untuk pengembangan teknologi lain seperti sistem robotik untuk teleskop, radar otomatis, pesawat tanpa awak, atau mobil listrik.
Program Kibo telah dimulai sejak 2012 sebagai inisiatif dari Working Group Space Environment Utilization pada forum Asia-Pacific Regional Space Agency Forum (APRSAF). Indonesia melalui Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional atau Lapan, yang yang kini menjadi bagian dari BRIN, telah aktif terlibat sejak awal dan terus melanjutkan pemanfaatan modul Kibo sebagai sarana edukasi dan pengembangan kapasitas di bidang keantariksaan.
Dalam keterangan tertulis, Direktur Indonesian Space Agency BRIN Profesor Erna Sri Adiningsih menyampaikan apresiasinya kepada keterlibatan institusi dan perguruan tinggi dalam Kibo Robot Programming Challenge tahun ini. Dengan kembali berpartisipasi, Indonesia disebutnya tidak hanya mempersiapkan talenta muda untuk menghadapi tantangan teknologi antariksa, tetapi juga membuka peluang pengembangan teknologi robotik yang adaptif terhadap kondisi ekstrem di luar angkasa.
Lebih lanjut, Erna menekankan bahwa kompetisi ini sangat relevan dengan upaya regenerasi ilmuwan dan teknologi di bidang keantariksaan, khususnya dalam menyokong misi-misi ruang angkasa masa depan yang menuntut teknologi miniatur, tahan banting, murah, dan andal. “Kami berharap bahwa dengan penyelenggaraan seleksi nasional Kibo RPC ke-6, dapat diperoleh kandidat terbaik yang dapat mewakili Indonesia pada tahap seleksi internasional dan berhasil memperoleh penghargaan dalam ajang kompetisi ini,” katanya.