InfoMalangRaya, Indonesia – Ronaldinho adalah salah satu pemain dengan skill terbaik yang pernah ada. Keberadaannya adalah berkah bagi pelatih mana pun. Tak terkecuali Vahid Halilhodzic yang didapuk menangani Paris Saint-Germain pada 2003. Dia sangat antusias dengan prospek menangani seorang superstar.
Apa lacur, impian Halilhodzic sirna begitu saja dalam hitungan hari. Hanya 18 hari berselang dari kedatangannya, dia harus melihat Ronaldinho bergabung dengan Barcelona. Hal itu diakui sangat menyesakkan bagi eks bintang Yugoslavia tersebut. Dia pun sempat uring-uringan kepada manajemen Les Parisiens.
“Ketika tiba di Paris, saya bertanya kepada manajemen apakah mereka akan mempertahankan Ronaldo. Mereka mengatakan, itu terserah saya. Sepekan kemudian, manajemen Canal+ (pemilik PSG) mengatakan kepada saya bahwa mereka harus menjual dia. Impian saya menduetkan dia dengan Pauleta, tapi hal itu bisa membuat klub didepak karena regulasi finansial,” urai Vahid Halilhodzic seperti dikutip InfoMalangRaya dari Index.
Lebih lanjut, dia mengungkapkan fakta mengejutkan soal kontrak sang bintang Brasil. “Saya marah selama 10 hari hingga mereka menunjukkan kepada saya kontrak Ronaldinho. Dia dipinjamkan ke PSG oleh Sportfive dengan dana besar dan selain gajinya, PSG juga membayar 5 pihak lain. Saudara perempuan, saudara laki-laki, dan anggota keluarga lainnya. Bahkan ada pemain fiktif di sana. Namanya Rabiu Baita. Kontraknya dibuat untuk membayar orang lain,” ujar pria yang sekarang berumur 72 tahun itu.
Kisah Pahit Vahid Halilhodzic
Kontrak aneh Ronaldinhi hanyalah satu dari sekian banyak skandal yang pernah dialami dan disaksikan Vahid Halilhodzic yang telah berkiprah lebih dari 50 tahun di dunia sepak bola. Saat jadi pemain, dia mengalami kepahitan luar biasa ketika Velez Mostar kalah selisih gol dari Hajduk Split dalam perburuan gelar juara Liga Yugoslavia 1973-74.
Kepahitan yang dirasakannya kian berlipat ketika dia mendengar Hajduk bermain curang. Menurut dia, pada tahun 1970-an, klub-klub besar memang sering diuntungkan. Namun, dibanding Partizan Belgrade dan Dinamo Zagreb, Hajduk Split dan Crvena Zvezda jauh lebih sering mendapatkan perlakuan istimewa dari wasit.
“Saya ingat ketika kami bertarung memperebutkan posisi pertama pada 1974. Ketika kemudian bermain dengan para pemain Hajduk di tim nasional, mereka sendiri mengakui kepada saya bahwa Hajduk telah membeli laga melawan OFK Belgrade pada putaran terakhir. Hajduk mengalahkan mereka dan jadi juara berkat keunggulan selisih gol,” papar Halilhodzic lagi.
Memasuki pekan terakhir, Hajduk dan Velez sama-sama mengemas 43 poin. Namun, Hajduk punya selisih gol +28, sementara selisih gol Velez hanya +20. Pada pekan terakhir, Hajduk menang 2-0 atas OFK Belgrade, sedangkan Velez menekuk FK Sarajevo dengan skor 3-1. Hasil itu membuat Hajduk tampil sebagai juara.