Proyek City Walk di Pemalang Jadi Sorotan Publik
Proyek pembangunan City Walk yang digagas oleh pemerintah setempat di Jalan Jenderal Sudirman tengah menjadi topik utama dalam berbagai diskusi masyarakat. Tidak hanya di media sosial, proyek ini juga mendapat perhatian dari berbagai kalangan masyarakat, terutama karena anggaran yang sangat besar yang dikeluarkan.
Dana sebesar Rp17,2 miliar dialokasikan untuk proyek ini, namun banyak pihak merasa bahwa penggunaan dana tersebut tidak tepat sasaran. Hal ini dikarenakan masih banyak ruas jalan protokol dan jalan lingkungan yang dalam kondisi rusak parah. Masyarakat menganggap bahwa prioritas utama seharusnya adalah memperbaiki infrastruktur yang sudah rusak, bukan membuat proyek baru yang dinilai tidak terlalu mendesak.
Rencananya, proyek ini akan dimulai pada 4 Agustus 2025. Di saat yang sama, pemberlakuan rekayasa lalu lintas satu arah akan diberlakukan di area Jalan Jenderal Sudirman, mulai dari pertigaan Tugu BRI hingga Simpang Compo serta ruas Jalan Sindoro. Informasi ini langsung menyebar luas dan memicu berbagai respons dari masyarakat.
Mengapa Proyek Ini Menuai Kritik?
Salah satu komentar yang viral di media sosial menyatakan: “Kudu dalan iki sing dipikir, malah City Walk sing gak penting.” Artinya, masyarakat lebih menginginkan perbaikan jalan yang rusak daripada membangun City Walk yang dianggap tidak penting.
Kritikan ini tidak hanya sekadar keluhan, tetapi juga cerminan dari kekecewaan masyarakat terhadap kurangnya perhatian terhadap kebutuhan dasar mereka. Dalam unggahan video di Facebook, warga juga menunjukkan kondisi jalan-jalan yang rusak yang mengganggu akses dan mobilitas masyarakat.
Dilema Pembangunan: Estetika atau Kebutuhan Mendesak?
City Walk dirancang untuk meningkatkan daya tarik kota secara estetika dan pariwisata. Namun, dari sudut pandang warga, proyek ini justru dianggap mengabaikan kebutuhan mendesak seperti perbaikan jalan lingkungan, saluran air, dan akses publik yang rusak.
Reaksi keras dari masyarakat di media sosial menunjukkan ketidakpuasan terhadap alokasi dana yang besar. Penolakan ini tidak berarti antipati terhadap modernisasi, melainkan pertanyaan mendalam tentang urgensi dan prioritas dalam pembangunan.
Hingga saat ini, belum ada respons resmi dari pihak dinas teknis atau pemerintah daerah terkait kritikan publik ini. Namun, semakin jelas bahwa komunikasi yang transparan dan partisipasi aktif masyarakat dalam perencanaan kota sangat penting untuk memastikan keberhasilan dan legitimasi proyek-proyek jangka panjang.
Perlu Partisipasi Aktif Warga
Pembangunan kota harus melibatkan partisipasi aktif masyarakat agar dapat memenuhi kebutuhan nyata mereka. Proyek seperti City Walk seharusnya tidak hanya fokus pada estetika, tetapi juga memperhatikan infrastruktur yang sudah rusak dan memengaruhi kualitas hidup warga.
Masyarakat berharap pemerintah dapat lebih peka terhadap isu-isu yang mereka angkat, sehingga proyek-proyek yang dijalankan benar-benar bermanfaat bagi kehidupan masyarakat. Dengan demikian, pembangunan bisa menjadi solusi nyata, bukan sekadar proyek yang menarik perhatian.