InfoMalangRaya.com– Panglima militer Sudan mengecam para komandan yang “lalai” sehingga kota penting Wad Madani jatuh ke tangan pasukan paramiliter RSF.
Tentara Sudan sebelumnya dihujani kecaman karena mundur dari ibu kota negara bagian Gezira itu tanpa perlawanan.
Lebih dari 300.000 orang terpaksa meninggalkan Gezira, yang dianggap sebagai tempat aman sejak perang saudara pecah di Sudan delapan bulan lalu.
Empat hari setelah kejatuhan Wad Madani, Jenderal Abdel Fattah al-Burhan mengangkat masalah itu ke publik.
“Kami akan menuntut pertanggungjawaban setiap komandan yang lalai. Mereka yang bertanggung jawab atas penarikan mundur ini juga harus dimintai pertanggungjawaban tanpa keringanan hukuman,” tegas Al-Burhan seperti dilansir BBC Sabtu (23/12/2023).
Pihak militer mengatakan akan menyelidiki “penarikan pasukan tak terduga” itu, yang membuat pasukan Rapid Support Forces (RSF) dengan mudah mengambil alih Wad Madani.
Kelompok paramiliter RSF, yang memerangi tentara pemerintah Sudan sejak April, diyakini sudah menguasai hampir 70% wilayah ibu kota, Khartoum, serta sebagian besar wilayah Darfur di bagian barat Sudan.
Elsadig Elnour, direktur Islamic Relief Sudan, yang berada di Wad Madani ketika terjadi pertempuran mengatakan kepada BBC Newsday bahwa warga sipil panik.
Di Wad Madani banyak pengungsi, kata Elnour. “Belum lagi mereka pulih dari trauma yang dialami di Khartoum, sekarang mereka sudah harus mengungsi ke tempat lain di Sudan.”
“Mereka tidak tahu harus bermukim di mana dan siapa yang akan menolong mereka.”
Sejak perang saudara pecah, selain menampung pengungsi Wad Madani juga menggantikan Khartoum sebagai pusat operasi bantuan kemanusiaan.
Sejak RSF bercokol di sana, organisasi-organisasi bantuan kemanusiaan juga terpaksa ikut mengungsi ke daerah lain.
Staf dari kelompok bantuan medis EMERGENCY NGO termasuk yang pergi meninggalkan Wad Madani. Koordinator programnya Dr Gina Portella menyebut situasi di sana sebagai “bencana”.
Timnya kesulitan memantau keberadaan dan kondisi pasien di Wad Madani disebabkan buruknya jalur telekomunikasi.
Seorang warga yang menolak untuk pergi dari kampungnya mengatakan kepada BBC, “Wad Madani sekarang seperti kota hantu.”
“Toko-toko tutup, rumah sakit tidak memberikan pelayanan dan tidak tampak kehadiran tentara atau polisi. Hanyabada petempur RSF di sini,” kata pria yang berprofesi sebagai dosen di sebuah perguruan tinggi itu yang tidak ingin namanya disebutkan.
Banyak warga sipil dan pekerja bantuan kemanusiaan pergi meninggalkan Wad Madani menuju negara bagian Gedaref, Sennar dan Nil Putih
Bukan berarti mereka akan tenang di tempat baru, karena tersiar kabar bahwa pasukan RSF juga akan menduduki wilayah-wilayah lain.
“Semua orang panik – bahkan di kota-kota lain selain Gedaref – khawatir RSF akan menggalakkan serangan dan menguasai Gedaref,” kata Elnour, bersiap untuk memindahkan tim Islamic Relief dari Gedaref.
Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa, perang saudara di Sudan kali ini sudah memaksa sekitar tujuh juta orang meninggalkan rumah mereka.
Stephane Dujarric, jubir sekretariat jenderal PBB, mengatakan Sudan mengalami krisis pengungsian terbesar di dunia.
Ironisnya, pengungsian itu terjadi disebabkan perang saudara, perebutan kekuasaan di kalangan sesama anak bangsa sendiri.*
Wad Madani Jatuh ke Tangan RSF, Komandan Tentara Sudan Terancam Sanksi
