Kesengsaraan rakyat Palestina adalah kesengsaraan yang dipaksakan, sementara penjajah akan terus melakukan kejahatanya. Kita mengutuk, melihatnya saja atau membantu yang lemah?
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal InfoMalangRaya (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Oleh: Prof Mohd Nazari Ismail
InfoMalangRaya.com | SABTU, 7 Oktober 2023, Gerakan Perlawanan Islam (Hamas), melakukan serangan berani terhadap ‘Israel’ dan berhasil membunuh ratusan tentara ‘Israel’ dan menculik puluhan yang lain. Mereka juga telah berhasil menghancurkan aset-aset penjajah termasuk pengkalan militer dan kantor polisi.
Rejim Zionis telah melakukan pembalasandengan mengebom Kota Gaza. Pengeboman tersebut sejauh ini telah menelak korban lebih dari 300 nyawa warga Palestina yang tidak berdosa termasuk kanak-kanak dan wanita.
Banyak bangunan, rumah dan perkantoran ikut hancur musnah akibat pengeboman oleh jet militer ‘Israel’ yang disediakan Amerika Serikat (AS).
Mungkin ada dari kalangan masyarakat berpendapat bahwa kesengsaraan warga Palestina adalah hasil dari tindakan kurang cerdik militer Hamas di Gaza yang telah melancarkan serangan sebelum itu. Mereka mungkin bisa berpendapat semua ini dapat dihindari jika Hamas `tidak melakukan provokasi dengan menyerang’ ‘Israel’.
Bagi mereka yang mempunyai pandangan seperti di atas perlu disadarkan bahwa pemahaman mereka terhadap apa yang terjadi di Palestina seperti itu sangat dangkal dan betapa butanya mereka terhadap sejarah.
Hakikat yang paling penting yang perlu disadari oleh mereka adalah ‘Israel’ sebenarnya adalah sebuah negara ilegal. Seperti yang diterangkan oleh seorang pakar sejarah berbangsa Yahudi dari ‘Israel’ sendiri yang bernama Prof Ilan Pappe dalam bukunya yang masyhur The Ethnic Cleansing of Palestinae, bahwa kehadiran ‘Israel’ pada tahun 1948 adalah hasil dari kumpulan Zionis yang telah datang dari Eropa ke bumi Palestina awal abad ke-20 dan seterusnya dengan melakukan tindakan pembersihan etnis (ethnic cleansing) yang melibatkan tindak pidana pembunuhan massal (massacre) dan pengusiran warga Palestina dari kampung halamannya (expulsion).
Akibat dari tindakan tersebut lebih dari 750 ribu penduduk Palestina telah menjadi pelarian dan tidak dibolehkan pulang ke tanah air mereka sendiri hingga sekarang, walaupun Perserikatan Bangsa-bangsa Bersatu (PBB) telah meloloskan Resolusi 194 pada tahun 1948.
Tidak cukup dengan itu, kelompok kriminal Zionis ini terus melakukan teror dan pada tahun 1967 telah merampas Tepi Barat dan Yerusalem Timur (Baitul Maqdis bagian Timur), termasuk termasuk Masjid Al Aqsha.
Walaupun masyarakat internasional tidak mengakui wilayah Tepi Barat sebagai bagian dari ‘Israel’, namun penjajah terus membuka pemukiman atau kota untuk orang Yahudi saja di atas tanah-tanah yang dirampas dari warga Palestina.
Bahkan banyak kebun-kebun zaitun warga Palestina juga telah dirampas oleh pendatang haram Yahudi dengan bantuan militer ‘Israel’.
Muslim menanam, Yahudi menebangi: Perempuan Palestina menangisi pohon zaitunnya yang dihancurkan Zionis-Israel
Sebahagian besar Tepi Barat sekarang (dipanggil Area C) adalah di bawah kuasa penuh militer Zionis. Hal ini memungkinkan mereka mengendalikan pergerakan warga Palestina dengan menciptakan ratusan penghalang jalan.
Warga Palestina dicegah dan dihalangi untuk bergerak bebas di negara mereka sendiri, baik untuk bekerja, merawat kebun zaitun, pergi ke sekolah, berobat ke rumah sakit atau mengunjungi anggota keluarga.
Semenjak terlantik Benjamin Netanyahu kembali sebagai perdana menteri pada bulan Disember 2022 dengan dukungan faksi ekstremis Zionis, ‘Israel’ semakin tidak segan untuk mengungkapkan agenda mereka yang sebenarnya sejak berdirinya negara haram.
Agenda tersebut adalah memastikan ke semua wilayah Palestina –termasuk Tepi Barat serta Baitul Maqdis Timur— adalah seratus persen di bawah kekuasan mereka. Dan warga di Tepi Barat akan diusir keluar dan tanah mereka akan diambil alih oleh pemukim dan pendatang haram Yahudi.
Sebelum ini, mereka juga telah merampas puluhan rumah warga Palestina di sebuah daerah bernama Sheikh Jarrah di Baitul Maqdis Timur,yang bersebelahan dengan Masjid Al Aqsha.
Mereka juga telah berusaha untuk mengusir warga Palestina dari melakukan iktikaf di Masjid Al Aqsha pada bulan Ramadan dan sebaliknya membenarkan kelompok ekstrimis Zionis mengadakan perayaan “Yerusalem Day”, merupakan upacara tahunan memperingati keberhasilan mereka merebut Baitul Maqdis dari rakyat Palestina.
Beberapa pemimpin ‘Israel’ juga telah mengungkapkan rencana mereka untuk menghancurkan Masjid Al-Aqsha dan menggantinya dengan kuil Yahudi bernama Haikal Sulaiman.
Jalur Gaza telah dikepung layaknya penjara. Tujuannya agar penduduk yang berjumlah lebih dari 2 juta jiwa di wilayah tersebut menyetujui keinginan mereka. Akibatnya, hak-hak dasar warga Palestina dilanggar secara sewenang-wenang di tanah airnya sendiri.
Dalam arti kata yang lain, kelompok kriminal Zionis ini tidak akan berhenti melakukan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) terhadap warga Palestina sehingga ke semua bumi Palestina berharap jadi milik mereka. Sementara itu semua warga Palestina bisa diusir keluar dan identitas Palestina akan dihapuskan dari peta.
Dalam situasi seperti itu, warga Palestina sebenarnya tidak punya banyak pilihan. Entah mereka pindah ke negara lain, atau hidup sebagai manusia yang terhina di negerinya sendiri dan akhirnya langsung dihilangkan jati dirinya.
Namun, alhamdulillah masih wujud dari kalangan masyarakat Palestina yang mempunyai semangat jati diri yang tinggi. Mereka tidak akan tunduk pada upaya penjajah asing yang terus merampas seluruh tanah mereka dan melanggar hak-hak dasar mereka serta menghinakan Masjid Suci Al-Aqsha.
Yang paling menonjol dari kalangan warga Palestina yang menentang ‘Israel’ ini adalah kelompok Hamas. Berbeda halnya dengan faksi yang dipimpin oleh Mahmud Abbas yang telah setuju “menjadi budak suruhan” Zionis ‘Israel’, Hamas dari awal kelahiranya tahun 1980-an menolak tekanan dari semua pihak untuk mengakui kehadiran ‘Israel’ sebagai sebuah negara yang sah.
Sebaliknya Hamas berpendirian bahwa adalah menjadi tanggungjawab mereka sebagai orang Islam untuk menentang penjajahan negara mereka oleh orang asing dengan cara apapun, termasuk dengan cara kemiliteran.
Perjuangan Hamas untuk membebaskan negara Palestina dari penjajahan Zionis ini dianggap kebanyakan ulama’ muktabar sebagai perjuangan jihad yang sah dan terpuji dan jika mereka mati dalam perjuangan tersebut, kematian mereka dianggap “syahid”.
Atas dasar itulah Hamas yang kini bermarkas di Jalur Gaza memperingatkan penjajah untuk menghentikan semua kejahatannya yang kejam terhadap warga Palestina yang semakin hari semakin serius, seperti merampas rumah warga Palestina di kawasan Sheikh Jarrah, merampas tanah Palestina di wilayah Gaza, Tepi Barat, membunuh warga Palestina, memenjarakan ribuan warga tidak berdosa, serta melanggar kesucian Masjid Al-Aqsha.
Namun karena ‘Israel’ tidak berhenti dan terus melakukan kejahatan, Hamas tidak punya pilihan selain menyerang rezim Zionis dengan menggunakan roket yang dibuat dengan tangan mereka sendiri, melakukan serangan bunuh diri di wilayah tetangga Palestina yang diduduki, merobohkan pagar pemisah antara ‘Israel’ dan Gaza.
Tentu saja mereka sadar akan risiko bahwa ‘Israel’ akan membalas dengan lebih keras dan banyak anggotanya mungkin gugur. Namun bagi Hamas, hal tersebut merupakan suatu hal yang tidak bisa dihindari karena tanggung jawab melawan musuh yang ingin merebut tanah airnya dan ingin melenyapkan komunitas Muslim Palestina adalah tanggung jawab mulia.
Kesimpulannya, kesengsaraan yang dialami rakyat Palestina merupakan kesengsaraan yang bukan merupakan pilihan mereka sendiri. Sungguh sebuah kesengsaraan yang dipaksakan kepada mereka oleh para penjahat Zionis yang berasal dari Eropa dan anak-anak curu mereka yang hingga saat ini ikut berusaha mengusir warga Palestina dan menghilangkan sisa-sisa jati diri bangsa Palestina di negaranya.
Penjajah ini jelas akan terus melakukan kekejaman terhadap bangsa Palestina di masa depan. Yang paling mengerikan adalah kezaliman Zionis ini dilakukan dengan bantuan kekuatan negara Barat, khususnya Amerika Serikat (AS), sementara masyarakat dunia hanya terus menonton dan tidak mampu berbuat apa-apa.
Pertanyaannya, bagaimana reaksi kita semua terhadap kejahatan kejam yang terjadi di depan mata kita saat ini? Apakah kita hanya ingin menjadi penonton pasif yang sekadar mengungkapkan kesedihan atas apa yang terjadi, mengutuk atau justru ingin menjadi pembela kelompok lemah yang tertindas?
Usaplah dada dan tanyalah iman karena hadis Rasulullah ﷺ menyatakan:
اَلْـمُسْلِمُ أَخُوْ الْـمُسْلِمِ ، لَا يَظْلِمُهُ وَلَا يُسْلِمُهُ ، وَمَنْ كَانَ فِـيْ حَاجَةِ أَخِيْهِ ، كَانَ اللهُ فِيْ حَاجَتِهِ ، وَمَنْ فَرَّجَ عَنْ مُسْلِمٍ ، فَرَّجَ اللهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ ، وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًـا ، سَتَرَهُ اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ.
“Seorang Muslim adalah saudara orang Muslim lainnya. Ia tidak boleh menzhaliminya dan tidak boleh membiarkannya diganggu orang lain (bahkan ia wajib menolong dan membelanya). Barangsiapa membantu kebutuhan saudaranya, maka Allâh Azza wa Jalla senantiasa akan menolongnya. Barangsiapa melapangkan kesulitan orang Muslim, maka Allâh akan melapangkan baginya dari salah satu kesempitan di hari Kiamat dan barangsiapa menutupi (aib) orang Muslim, maka Allâh menutupi (aib)nya pada hari Kiamat.” (HR: Ahmad).*
Penulis Direktur Hashim Sani Center for Palestinae Studies