WAMI Tidak Keberatan Diaudit, Klaim Transparansi dan Akuntabilitas Terjaga
WAMI (Wahana Musik Indonesia) menyatakan bahwa lembaganya tidak keberatan jika diaudit. Pernyataan ini disampaikan saat WAMI menggelar konferensi pers di Jakarta, Selasa, 19 Agustus 2025. Tuntutan agar WAMI diaudit muncul dari berbagai pihak, termasuk musisi ternama seperti Ari Lasso dan Menteri Hukum Supratman Andi Agtas.
“Ya, silakan saja. Ayo aja. Poinnya adalah bahwa kami tidak memiliki masalah dengan audit apa pun,” ujar Presiden Direktur WAMI Adi Adrian saat konferensi pers. Ia menegaskan bahwa transparansi dan akuntabilitas menjadi prioritas utama dalam pengelolaan lembaga tersebut.
Audit Justru Memberikan Manfaat bagi WAMI
Adi Adrian menilai bahwa tuntutan audit justru membantu memperkuat kredibilitas WAMI. Sebagai salah satu Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) yang tergabung dalam Konfederasi Internasional Masyarakat Pengarang dan Komposer (CISAC), WAMI menganggap audit sebagai langkah penting untuk menunjukkan akuntabilitas serta menjawab keraguan publik terkait distribusi royalti.
Menurut Adi, audit bukan hanya sekadar prosedur administratif, tetapi juga bentuk komitmen WAMI dalam menjaga kepercayaan para musisi dan pencipta lagu. Dengan adanya audit, ia yakin para anggota akan mendapatkan jaminan bahwa hak mereka dikelola secara profesional dan sesuai standar.
Proses Audit Rutin Dilakukan
WAMI telah rutin menjalani audit eksternal dan selalu mendapatkan hasil dengan status Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Hal ini menunjukkan bahwa pengelolaan keuangan WAMI dilakukan secara transparan dan sesuai standar yang berlaku.
Adi menekankan bahwa sebagai LMK, WAMI memiliki tanggung jawab besar dalam mengelola royalti musisi. Oleh karena itu, ia menilai isu bahwa WAMI tidak mampu mengelola royalti adalah mispersepsi yang tidak adil. Menurutnya, kerja keras tim WAMI sejak berdirinya pada tahun 2006 harus dihargai.
Standar Akuntabilitas Global
Selain diaudit secara independen di tingkat nasional, WAMI juga berada dalam pengawasan CISAC, organisasi internasional yang menaungi lebih dari 200 LMK dari berbagai negara. Adi menegaskan bahwa posisi ini membuat WAMI tidak bisa bertindak semena-mena.
Setiap laporan keuangan dan distribusi royalti wajib melalui mekanisme audit dan pengawasan berlapis. Bahkan, CISAC sering kali mempertanyakan dan menguliti laporan WAMI dalam rapat-rapat internasional sebagai bagian dari evaluasi. Dengan demikian, standar akuntabilitas WAMI tidak hanya merujuk pada regulasi nasional, tetapi juga sistem global yang berlaku di banyak negara.
Jaringan Luas dan Kepercayaan Internasional
Adi juga menyayangkan bahwa kerja keras WAMI sejak 2006 sering kali dianggap remeh karena kesalahpahaman publik. Menurutnya, WAMI kini memiliki lebih dari 6.000 anggota dan jaringan kerja sama di 64 negara. Ini merupakan bukti bahwa kepercayaan internasional dan konsistensi yang baik telah dibangun selama bertahun-tahun.
Dengan adanya audit dan pengawasan yang ketat, WAMI terus berkomitmen untuk menjaga transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan royalti musisi. Hal ini menjadi dasar bagi kepercayaan yang terbangun antara lembaga dan para anggotanya.







