Mengapa Kita Sulit Melepaskan Barang, Meski Sudah Tidak Terpakai Lagi
Menghadapi keputusan untuk membuang barang yang sudah tidak diperlukan seringkali terasa berat. Bahkan benda-benda rusak atau tidak lagi berguna bisa membuat kita ragu untuk melepaskannya. Ini bukan sekadar kebiasaan malas, melainkan akumulasi dari berbagai alasan psikologis yang membentuk kecenderungan menyimpan barang.
Dalam dunia psikologi, fenomena ini dikenal sebagai emotional hoarding, yaitu kebiasaan menyimpan barang karena ikatan emosional, bukan karena fungsinya. Banyak orang mungkin merasa bahwa mereka bukan satu-satunya yang mengalami hal ini. Berikut beberapa alasan umum yang sering membuat seseorang sulit melepaskan barang:
1. Takut Kehilangan di Masa Depan
Kecemasan akan kekurangan di masa depan sering membuat seseorang menyimpan segala sesuatu, bahkan barang yang tidak penting. Hal ini bisa menjadi bentuk perlindungan mental bagi mereka yang pernah mengalami krisis ekonomi atau hidup dalam ketidakpastian.
2. Harapan Nilai Akan Naik
Beberapa orang menyimpan barang dengan harapan nilainya akan meningkat. Namun, hanya sebagian kecil barang yang benar-benar memiliki nilai jual tinggi. Alasan ini sering digunakan sebagai pembenaran, meskipun tidak selalu realistis.
3. Masih Bisa Dimakan
Banyak orang menyimpan makanan yang sudah lama karena takut terbuang sia-sia. Perilaku ini sering dipicu oleh trauma kemiskinan atau krisis pangan masa kecil. Namun, menyimpan makanan yang sudah tidak layak justru bisa membahayakan kesehatan.
4. Tak Ingin Jadi Sampah
Sebagian orang merasa lebih baik menyimpan barang daripada membuangnya. Padahal, banyak komunitas seperti freecycle atau donasi bisa menyalurkan barang bekas ke tangan yang tepat. Menyimpan barang tanpa tujuan justru menambah beban mental.
5. Harapan Pakaian Akan Digunakan Saat Kurus
Kalimat “nanti saya akan memakainya saat kurus” sering digunakan sebagai alasan untuk menyimpan pakaian lama. Namun, hal ini justru membuat lemari penuh dengan penyesalan dan tidak memberikan manfaat nyata.
6. Ikatan Sejarah dengan Barang
Ada banyak orang yang masih menyimpan barang karena ada kenangan atau hubungan emosional dengan benda tersebut. Ini disebut sebagai nostalgic hoarding. Namun, tidak semua barang memiliki makna yang sama, sehingga penting untuk memilih yang benar-benar bernilai.
7. Takut Orang Lain Melihatnya Dibuang
Alasan ini sering berkaitan dengan kenangan hubungan yang berakhir. Menyimpan hadiah atau kenangan dari mantan bisa membuat seseorang terjebak dalam masa lalu. Melepaskan barang bukan berarti menghapus kenangan, tapi belajar untuk berdamai dengan masa lalu.
8. Untuk Anak Cucu
Menyimpan barang bayi atau elektronik lama dengan harapan bisa digunakan untuk cucu sering kali terdengar bijak. Namun, teknologi dan standar keselamatan terus berkembang, sehingga barang lama bisa justru berbahaya.
9. Mungkin Akan Trend Lagi
Meski mode berubah-ubah, jika barang sudah usang, berubah warna, atau tidak muat, tren tidak akan membantu. Lebih baik memilih ruang kosong untuk gaya baru yang lebih sesuai dengan diri sendiri.
10. Nanti Saya Akan Memperbaiki
Banyak orang menunda memperbaiki barang rusak karena percaya suatu hari nanti akan diperbaiki. Namun, jika kamu bukan ahli servis, barang rusak tetap akan rusak. Menunda-nunda memperbaiki justru membuat masalah semakin berlarut.
11. Kenangan Hanya Ada pada Barang
Tidak semua kenangan harus disimpan dalam bentuk fisik. Kenangan bisa hidup dalam bentuk foto, jurnal, atau bahkan hanya dalam hati. Menyimpan semua barang dari orang tersayang yang sudah tiada justru bisa menghambat proses penyembuhan.
Sulit melepaskan barang bukan sekadar soal malas, melainkan hasil dari pengalaman psikologis, trauma, rasa bersalah, ketakutan, dan keterikatan. Dengan memahami alasan di balik kebiasaan ini, serta menggunakan strategi seperti Cognitive Behavioral Therapy (CBT) ringan, teknik kategori, dan digitalisasi memori, kita bisa menciptakan ruang hidup yang lebih sehat, rapi, dan pikiran yang lebih ringan.