Waspada Tipuan Waktu

Allah memiliki hak pada waktu siang, Dia tidak akan menerimanya di waktu malam, begitulah waktu cepat berlalu tak bisa kembali, hati-hati tipuan waktu

InfoMalangRaya.com | WAKTU adalah anugerah agung dari Allah SwT, lentera yang menerangi setiap tapak perjalanan manusia di dunia yang fana. Ia mengalir laksana sungai abadi, mengikis detik demi detik yang berlalu tanpa pernah kembali.

Dalam arusnya yang tak terbendung, tersimpan hikmah bagi mereka yang merenungi.

Maka, sudah sepatutnya manusia menggunakannya dengan penuh kebijaksanaan, menenunnya menjadi amal shalih yang abadi dalam lembaran takdir.

Allah SwT, dalam kemuliaan firman-Nya, telah bersumpah dengan masa, sebuah tanda bahwa waktu bukan sekadar putaran siang dan malam, tetapi saksi atas segala perbuatan insan.

Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih dan nasihat-menasihati supaya mentaati kebenaran dan nasihat-menasihati supaya menetapi kesabaran. (Al-‘Ashr [103]: 1-3)

Dalam surah yang mulia ini, Allah SwT bersumpah atas nama waktu, menegaskan betapa berharganya masa. Sebab di dalamnya tersembunyi keajaiban-keajaiban: suka dan duka silih berganti, sehat dan sakit beriringan, kekayaan dan kemiskinan datang dan pergi.

Waktu adalah panggung kehidupan, tempat manusia menulis kisahnya sendiri.

Andai seseorang menghabiskan seratus tahun dalam kesia-siaan, bahkan larut dalam kemaksiatan, namun di penghujung hayatnya ia bersimpuh dalam taubat yang tulus, niscaya rahmat Allah SwT menyelimutinya.

Kebahagiaan abadi menjadi miliknya, surga menjadi tempat kembalinya. Saat itu, ia akan menyadari bahwa detik-detik taubatnya jauh lebih berharga daripada seluruh umurnya yang terbuang sia-sia.

Sesungguhnya waktu adalah anugerah Ilahi, tak ada cela padanya. Yang tercela hanyalah manusia, ketika ia lalai dan tidak memanfaatkannya dengan bijak.

Imam Syafi’i menasehatkan ; “Waktu laksana pedang, jika engkau tidak menggunakannya maka ia yang malah akan menebasmu. Dan dirimu jika tidak tersibukkan dalam kebaikan pasti akan tersibukkan dalam hal yang sia-sia.”

Nabi Muhammad ﷺ telah mengingatkan betapa berharganya waktu, laksana butiran mutiara yang tak boleh tersia-siakan. Dalam sabdanya yang mulia, beliau menuntun umatnya untuk memanfaatkan setiap detik dengan bijak, sebelum waktu berlalu tanpa jejak.

Sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut, beliau mengajarkan bahwa waktu adalah amanah, kesempatan yang tak akan kembali, dan cahaya bagi mereka yang mampu meraihnya dengan amal kebajikan.

Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu anhuma, dia berkata: Nabi ﷺ bersabda: “Dua kenikmatan, kebanyakan manusia tertipu pada keduanya, (yaitu) kesehatan dan waktu luang”. (HR Bukhari)

Hadits yang agung ini mengabarkan bahwa waktu luang adalah anugerah besar dari Allah SwT, cahaya yang seharusnya menerangi jalan kehidupan.

Namun, betapa banyak manusia yang terbuai olehnya, lalai hingga akhirnya tenggelam dalam kerugian. Mereka menyia-nyiakan nikmat ini tanpa menyadari bahwa setiap detik yang berlalu tak akan pernah kembali.

Ibnu Hajar dalam Fathul Bari’ membawakan perkataan Ibnu Bathal. Beliau mengatakan; “Makna hadits ini adalah bahwa seseorang tidaklah dikatakan memiliki waktu luang hingga badannya yang sehat. Barang siapa yang mendapatkan seperti ini maka bersemangatlah agar tidak tertipu dengan lalai dari bersyukur kepada Allah atas nikmat yang diberikan-Nya. Dan di antara bentuk bersyukur ialah dengan melakukan ketaatan dan menjauhi larangan-Nya, dan barangsiapa yang luput dari syukur semacam ini maka dialah orang yang telah tertipu.”

Di antara bentuk ketertipuan ini adalah:

Pertama, seseorang tidak mengisi waktu luangnya dengan bentuk yang paling sempurna. Seperti menyibukkan waktu luangnya dengan amalan yang kurang utama, padahal ia bisa mengisinya dengan amalan yang lebih utama.

Kedua, dia tidak mengisi waktu luangnya dengan amalan-amalan yang utama, yang memiliki manfaat bagi agama atau dunianya. Namun kesibukannya adalah dengan perkara-perkara mubah yang tidak berpahala.

Ketiga, dia mengisinya dengan perkara yang haram, ini adalah orang yang paling tertipu dan rugi. Karena ia menyia-nyiakan kesempatan memanfaatkan waktu dengan perkara yang bermanfaat.

Tidak hanya itu, bahkan ia menyibukkan waktunya dengan perkara yang akan menggiringnya kepada hukuman Allah di dunia dan di akhirat.

Pentingya Waktu

Pentingnya waktu dan keharusan menjaganya adalah suatu kesepakatan bagi mereka yang berakal dan merenungkannya dengan saksama.

Ibnul Qayyim Al-Jauziyah Pernah mengatakan tentang hakikat waktu ini, “Waktu seseorang hakikatnya adalah umur kehidupannya. Dan itu akan menjadi modal serta kesempatan untuk meraih kehidupan abadinya dalam kebahagiaan abadi, atau menjadi sebab keberadaannya yang menyedihkan dalam siksa yang pedih.

Dan waktu berlalu seperti awan. Jika waktunya tersebut dia habiskan untuk Allah dan di sisi Allah, maka itulah hakikat kehidupan yang sebenarnya. Dan jika untuk selain itu, maka tidak dihitung sebagai bagian dari hidupnya, sekalipun dia menjalani kehidupannya seperti hewan ternak (hanya makan, minum, dan tidur saja).

Dan jika dia habiskan waktunya untuk melakukan sesuatu yang sia-sia dan melalaikan serta dipenuhi dengan harapan-harapan palsu, dan cara terbaik yang bisa dia lakukan untuk melewatinya hanyalah dengan tidur dan bermalas-malasan saja, maka matinya orang tersebut lebih baik daripada hidupnya.

Berikut adalah beberapa butir yang mengungkap betapa berharga waktu dalam kehidupan:

Waktu adalah Modal Manusia

Imam al-Hasan al-Bashri berkata: “Wahai Ibnu Adam (manusia), kamu itu hanyalah (kumpulan) hari-hari, tiap-tiap satu hari berlalu, hilang sebagian dirimu.”

Diriwayatkan bahwa ‘Umar bin Abdul-‘Aziz berkata: “Sesungguhnya malam dan siang bekerja terhadapmu, maka beramalah pada malam dan siang itu.” (Kitab Rabi’ul-Abrar, hlm. 305.)

Syaikh Abdul Malik Al-Qasim berkata, “Waktu yang sedikit adalah harta berharga bagi setiap muslim di dunia ini. Waktu adalah nafas yang terbatas dan hari-hari yang dapat terhitung. Jika waktu yang sedikit itu yang hanya sesaat atau beberapa jam bisa berbuah kebaikan, maka ia sangat beruntung. Sebaliknya jika waktu disia-siakan dan dilalaikan, maka sungguh ia benar benar merugi. Dan waktu yang berlalu tidak mungkin bisa kembali selamanya.” (Risalah Al-Waqtu Anfus laa Ta’ud, hal. 3).

Waktu Cepat Berlalu Tak Pernah Kembali

Seseorang berkata kepada ‘Amir bin Abdul-Qais, salah seorang tabi’in: “Berbicaralah kepadaku!” Dia menjawab: “Tahanlah jalannya matahari!”

Imam Ahmad berkata: “Aku tidak menyerupakan masa muda kecuali dengan sesuatu yang menempel di lengan bajuku, lalu jatuh”.

Abul-Walid al-Baji berkata: “Jika aku telah mengetahui dengan sangat yakin, bahwa seluruh hidupku di dunia ini seperti satu jam di akhirat, maka mengapa aku tidak bakhil dengan waktu hidupku (untuk melakukan perkara yang sia-sia), dan hanya kujadikan hidupku di dalam kebaikan dan ketaatan”.

Abu Bakar ash-Shiddiq RA berkata: “Sesungguhnya Allah memiliki hak pada waktu siang, Dia tidak akan menerimanya di waktu malam. Dan Allah juga memiliki hak pada waktu malam, Dia tidak akan menerimanya di waktu siang.” (Riwayat Ibnu Abi Syaibah).

Maka, sudah sepantasnya seseorang menyegerakan tugasnya pada waktunya, tidak menumpuk beban hingga menunda penyelesaian, yang hanya akan menjadi belenggu bagi dirinya sendiri.

Sebab itu, bagi para Salaf, waktu lebih berharga daripada harta, lebih mulia daripada emas, karena setiap detiknya adalah bagian dari ll yang takkan terulang. Al-Hasan al-Bashri berkata: “Aku telah menemui orang-orang yang sangat bakhil terhadap umurnya daripada terhadap dirham dan dinarnya.” (Taqrib Zuhd Ibnul-Mubarok, 1/28).

Manusia tidak mengetahui kapan berakhirnya waktu yang diberikan. Maka dari itu, Allah SwT berulang kali menyeru hamba-Nya untuk bersegera dan berlomba dalam ketaatan, agar tak ada celah bagi kelalaian merenggut waktu yang berharga.

Demikian pula, Nabi ﷺ menasihatkan untuk segera menunaikan amal-amal shalih sebelum kesempatan itu sirna.

Para ulama pun mengingatkan dengan penuh hikmah, bahwa menunda kebaikan hanyalah menumpuk penyesalan di kemudian hari.

Al-Hasan berkata:  “Wahai anak Adam, janganlah engkau menunda-nunda (amalan-amalan), karena engkau memiliki kesempatan pada hari ini, adapun besok pagi belum tentu engkau memilikinya. Jika engkau bertemu besok hari, maka lakukanlah pada esok hari itu sebagaimana engkau lakukan pada hari ini. Jika engkau tidak bertemu esok hari, engkau tidak akan menyesali sikapmu yang menyia-nyiakan hari ini.”  (Taqrib Zuhd Ibnul Mubarok, 1/28.*/ Suko Wahyudi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *