InfoMalangRaya –
WFH sebagai Solusi Bersihkan Udara Jakarta
Kualitas udara DKI Jakarta tidak sehat dan menjadi kota dengan kualitas udara terburuk nomor dua di dunia. Presiden Joko Widodo pun menawarkan lagi opsi work from home (WFH).
Kualitas udara Jakarta menjadi topik perbincangan hangat di masyarakat. Dikutip dari website pemantau kualitas udara IQAir, Selasa (15/8/2023) pagi, pukul 05.43 WIB, indeks kualitas udara di Ibu Kota berada di angka 165 AQI US.
Angka kualitas udara itu tercatat bahwa saat ini DKI Jakarta masih masuk dalam kategori tidak sehat dan menjadi kota dengan kualitas udara terburuk nomor dua di dunia. Selama dua bulan terakhir, Jakarta sempat menempati urutan pertama kota dengan kualitas udara terburuk di dunia versi data dari situs IQAir.
Dari situs itu diketahui bahwa indeks kualitas udara di Jakarta berada pada level 124 AQI US dengan polutan utama udara di Jakarta adalah PM 2.5 dengan konsentrasi 45 ug/m3 pada Selasa (8/8/2023) lalu. Nilai ini 9 kali lebih tinggi dari standar kualitas ideal WHO yang memiliki bobot konsentrasi PM 2,5 antara 0 sampai 5 mikrogram per meter kubik.
Pihak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengungkapkan, ada lima rentang indeks kualitas udara menurut rujukan Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU), mulai dari yang tingkatnya berbahaya, sangat buruk, buruk, sedang, dan baik untuk kesehatan yaitu berbahaya, sangat buruk, buruk, sedang, dan baik untuk kesehatan.
Kualitas udara dikategorikan berbahaya apabila skor di atas 301. Pengaruhnya sangat merugikan kesehatan dan kondisinya sudah memerlukan penanganan cepat.
Kualitas udara sangat buruk apabila skor antara 201 sampai 300. Dampaknya bagi kesehatan dapat meningkatkan risiko berbagai masalah kesehatan manusia.
Kualitas udara buruk apabila skor antara 101 sampai 200. Dampaknya dapat merugikan kesehatan manusia.
Kualitas udara dikategorikan sedang apabila skor antara 51 sampai 100. Kualitas udara mulai menurun namun masih dapat ditoleransi untuk kesehatan manusia.
Kualitas udara (sangat) baik apabila skor antara 1 sampai 50. Kualitas udara tidak menimbulkan dampak negatif pada kesehatan.
Kondisi kualitas udara belakangan ini mendorong masyarakat mendesak pemerintah pusat maupun Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk mengambil langkah-langkah konkret dalam menangani polusi udara. Namun, penanganan polusi udara memerlukan identifikasi penyebab terjadinya polusi udara sebagai langkah awal.
Menurut Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar, sumbangan sisa pembuangan asap PLTU bukan penyebab polusi udara seperti yang dituding masyarakat. Sebuah studi KLHK bersama PLN menggunakan data satelit sentinel troposperik selama 27 Juli hingga 9 Agustus 2023 memperlihatkan, hasil pembuangan PLTU tidak mengarah ke Jakarta. Melainkan ke arah Selat Sunda. Khususnya hasil pembuangan PLTU Suralaya yang letaknya dekat dengan Jakarta, atau tepatnya di Cilegon, Banten.
Selain itu, polusi udara di Jakarta bukan disebabkan hasil pembuangan PLTU. Sebab, menurut Menteri LHK Siti, penggunaan PLTU batu bara hanya berpengaruh tak sampai 1% ke polusi di Jakarta. “Bisa dikatakan bahwa polusi ini bukan karena PLTU begitu ya. Apalagi kalau dilihat dari hasil studi, penggunaan batu bara yang berpengaruh ke Jakarta sih nggak nyampe 1%,” katanya.
Menteri Siti pun menyebut, asap pembuangan dari kendaraan bermotor menjadi penyebab utama polusi udara di Jakarta. Pengguna kendaraan bermotor saat ini membludak. Setidaknya tercatat ada 24,5 juta kendaraan bermotor yang mengeluarkan sisa hasil pembakarannya di Jakarta.
“Penyebab utama pencemaran kualitas udaranya adalah kendaraan, karena dalam catatan kita per 2022 itu ada 24,5 juta kendaraan bermotor dan 19,2 juta lebih itu sepeda motor,” ujar Menteri Siti.
Dalam rapat terbatas tentang peningkatan kualitas udara kawasan Jabodetabek di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (14/8/2023), Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta masalah ini menjadi perhatian serius. Presiden Jokowi pun menawarkan opsi pemberlakuan kembali work from home (WFH) atau bekerja dari rumah untuk pekerja kantoran di Jakarta sebagai solusi jangka pendek.
Pemprov DKI Jakarta akan memperketat pelaksanaan uji emisi bagi kendaraan bermotor. Selain itu, memperketat izin pembangunan dan mengusulkan penggunaan Pertamax Turbo bagi kendaraan berkapasitas 2.400 cc.
Menteri LHK Siti Nurbaya menambahkan, penanganan masalah kualitas udara di wilayah Jabodetabek akan dibagi ke dalam beberapa tahap, yaitu jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang. Dalam jangka pendek, pemerintah akan memberlakukan kebijakan Euro 5 dan 6, menambah ruang terbuka hijau, hingga menerapkan kembali work from home.
“Pada jangka menengah mengurangi kendaraan fosil. Kita sudah punya MRT, LRT, dan kereta cepat dan juga agenda elektrifikasi. Pada jangka panjang tentu saja juga sudah kita awali yaitu mitigasi dan adaptasi iklim dengan pengawasan yang ketat di Jabodetabek,” ucap Menteri LHK.
Sedangkan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan, akan memperketat pelaksanaan uji emisi, pemerintah juga akan mengeluarkan kebijakan yang berkaitan dengan utilitas kendaraan. Pemerintah mempertimbangkan untuk membuat kebijakan empat penumpang dalam satu mobil atau four in one. Pemerintah juga akan meminta PLN untuk memperbanyak persediaan Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU). Selain itu, pemerintah juga mendorong peningkatan penggunaan kendaraan listrik (electric vehicle).
Penulis: Dwitri Waluyo
Redaktur: Ratna/Elvira Inda Sari