InfoMalangRaya.com– Thailand mengucapkan terima kasih kepada pemerintah sejumlah negara dan organisasi yang membantu upaya pembebasan warganya yang dilepaskan oleh Hamas pada hari Jumat (24/11/2023).
Warga Thailand termasuk kelompok orang asing yang paling banyak menjadi korban – baik ditawan maupun tewas – dalam agresi penjajah ‘Israel’ sejak 7 Oktober.
Thailand melaporkan bahwa sedikitnya 23 warga Thailand diyakini telah diculik oleh Hamas. Mereka adalah kelompok orang asing terbesar yang ditahan oleh Hamas.
Pememerintah Bangkok mengatakan 39 warga negaranya tewas, sementara tiga orang masih dirawat di rumah sakit.
Ada sepuluh warga Thailand, 9 pria dan 1 wanita, yang dilepaskan Hamas pada hari Jumat. Empat dari mereka rupanya tidak tercatat dalam daftar sandera.
“Pemerintah Thailand ingin menyampaikan, sekali lagi, penghargaan yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah dimintai bantuan dan dukungannya oleh pihak berwenang Thailand, seperti pemerintah Qatar, ‘Israel’, Mesir, Iran, Malaysia dan ICRC (Komite Palang Merah Internasional), serta negara-negara lain yang terlibat dalam upaya besar yang menghasilkan pembebasan baru-baru ini,” kata Kementerian Luar Negeri Thailand dalam pernyataan yang dirilis hari Hari Sabtu (25/11/2023).
Pembebasan warga negara Thailand pada hari Jumat itu menyusul perundingan berpekan-pekan yang dilakukan pemerintah Bangkok, yang berupaya bertemu dengan para pejabat di Qatar dan Mesir, serta pertemuan selama dua jam dengan Hamas di Teheran, lapor The Guardian.
Areepen Uttarasin, anggota parlemen Thailand yang juga salah satu negosiator utama yang berangkat ke Teheran untuk bertemu perwakilan Hamas, mengatakan pada saat itu bahwa dia menekankan ketidakbersalahan warga negara Thailand dalam konflik, dan yakin bahwa para tawanan akan dijaga oleh Hamas.
Negara tetangganya, Malaysia, yang merupakan pendukung vokal Palestina dan tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel, juga ikut serta dalam upaya pembebasan sandera asal Thailand.
Sebelum perang, 30.000 pekerja Thailand dipekerjakan di Israel, dan sekitar 5.000 bekerja di pertanian ‘Israel’ atau kibbutz di dekat Jalur Gaza. Banyak warga Thailand pindah dari daerah pedesaan yang miskin di negeri asalnya untuk bekerja di Israel, di mana mereka bisa memperoleh upah lebih tinggi.
Ketika pasukan Hamas menyerbu desa-desa dan kota-kota Palestina yang sekarang dicaplok ‘Israel’ di sepanjang perbatasan Jalur Gaza bulan lalu, banyak pekerja migran asal Thailand yang menggarap lahan pertanian di kibbutz mengalami nasib yang sama dengan ratusan orang lain yang berada di wilayah Palestina yang diduduki Zionis.
Yahel Kurlander, seorang wanita sukarelawan ‘Israel’ yang membantu para pekerja Thailand pasca serangan tersebut, mengatakan bahwa dia mengetahui sedikitnya 54 warga Thailand yang hilang atau diculik. Dia mengatakan banyak jenazah yang belum teridentifikasi, lapor Associated Press (3/11/2023).
Beberapa jam setelah serangan Hamas, Kurlander, seorang sosiolog di Tel-Hai College Israel yang merupakan pakar spesialis tentang migrasi tenaga kerja pertanian dengan fokus pada pekerja Thailand, mengatakan dia dan para akademisi lain serta anggota sejumlah organisasi non-pemerintah mulai berbicara tentang apa yang dapat mereka lakukan untuk membantu.
Ketika pertempuran pecah, pemerintah Thailand memfasilitasi kepulangan warganya dari ‘Israel’. Namun, tidak sedikit yang memilih bertahan di Israel.
Salah satunya Sompong Jandai, yang telah bekerja sejak Juli di sebuah peternakan ayam dekat Jalur Gaza. Pria berusia 31 tahun itu awalnya berpikir untuk pulang kampung. Namun ada dua hal yang mengubah pikirannya, pertama yaitu gaji lebih dari delapan kali lipat penghasilannya di Thailand, kedua yaitu peluang untuk bisa mengirimkan sebagian gajinya ke kampung untuk menghidupi istri dan empat anaknya serta membayar cicilan utang yang dipakai untuk ongkos ke Israel.
Setelah Sompong Jandai dievakuasi ke tempat lebih aman, dia kemudian kembali ke kibbutz tempatnya bekerja.*
Leave a Comment
Leave a Comment