Bupati Sanusi Mengeluh Data Stunting SKI Kabupaten Malang Tidak Sinkron dengan Data Bulan Timbang

MALANG RAYA156 Dilihat

InfoMalangRaya – Bupati Malang HM. Sanusi meminta kepada Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Kabupaten Malang segera melakukan sinkronisasi data stunting dengan data yang dimiliki oleh pemerintah pusat.  Orang nomor satu di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Malang ini mengatakan, bahwa selama ini selalu terjadi perbedaan yang sangat jauh antara data survei melalui Survei Kesehatan Indonesia (SKI) dengan surveillans yang melalui data bulan timbang. 
Baca Juga :
Berkas Perkara Pengeroyokan Bocah SMP di Batu Diserahkan ke Kejaksaan

“Yang jadi pemikiran saya, data dari survei kesehatan indonesia dengan data bulan timbang itu nggak sinkron dan beda jauh. Padahal kita juga sudah memiliki standar (kriteria) stunting,” ungkap Sanusi kepada JatimTIMES.com.  Kemudian Sanusi pun memberikan data prevalensi stunting Kabupaten Malang selama kurun waktu tiga tahun terakhir. Di tahun 2021 berdasarkan hasil survei, stunting di Kabupaten Malang berada di angka 25,7 persen. Sedangkan berdasarkan hasil bulan timbang, data stunting berada di angka 8,9 persen.  Kemudian di tahun 2022, data stunting Kabupaten Malang berdasarkan hasil survei sebesar 23 persen. Sedangkan hasil bulan timbang berada di angka 7,8 persen. Lalu di tahun 2023, berdasarkan hasil survei data stunting Kabupaten Malang menunjukkan di angka 19,5 persen. Sedangkan berdasarkan data bulan timbang berada di angka 6,4 persen.  Selanjutnya, memasuki tahun 2024, berdasarkan hasil bulan timbang pada Bulan Februari 2024, stunting di Kabupaten Malang kembali mengalami penurunan di angka 6,2 persen. Sedangkan data dari survei masih sekitar di angka 19 persen.  “Menurut Dinas kesehatan angka stunting yang riil itu cuma 6,2 persen. Tapi data nasional ada di angka 19 persen. Lah ketika 19 persen iti kita minta data by name by address nya, itu nggak ada, itu angka ngawur,” tegas Sanusi.  Menurut pria asli Gondanglegi, Kabupaten Malang ini, sesuai fakta yang ada, angka stunting di Kabupaten Malang berdasarkan bulan timbang berada di angka 6,2 persen. “Nggak ada faktanya angka bayi stunting yang sebesar (19 persen sesuai data SKI) itu,” imbuh Sanusi.  Pihaknya mengatakan, dengan adanya data SKI yang berbeda sangat jauh dengan data bulan timbang, sangat merugikan Pemkab Malang yang selama ini terus berupaya menekan stunting di 33 kecamatan.  Akhirnya, jika pemerintah pusat tidak segera melakukan evaluasi secara menyeluruh terkait pendataan stunting melalui sistem survei SKI, maka penanganan stunting di Kabupaten Malang dianggap tidak berjalan secara signifikan.  “Bagaimana mau menurunkan (stunting), sementara data dari SKI nya nggak valid. Ketika diminta data by name by address nya, mereka nggak ada. Saya berharap pemerintah untuk fair, sehingga dalam menilai stunting ya sesuai dengan fakta apa adanya,” jelas Sanusi. 
Baca Juga :
BPJS Kesehatan Apresiasi Pemkab Malang yang Fasilitasi Layanan Jemput Bola melalui Suling

Pihaknya pun meminta kepada pemerintah pusat agar menentukan para tenaga survei atau surveyor SKI yang kredibel dan berkompeten dalam hal pendataan survei stunting. Menurutnya, jika tidak terdapat evaluasi secara menyeluruh terhadap kegiatan survei SKI, maka sama saja sebagai bentuk pengkerdilan nasib bangsa.  “Lalu kita kalau mengikuti SKI, ini kan pengkerdilan terhadap nasib bangsa ini. Ini yang tidak boleh dibiarkan. Sehingga, perlakuan terhadap penanganan stunting ini tidak akan bisa efektif kalau yang dipakai data surveyor,” ujar Sanusi.  Sanusi pun secara tegas meminta kepada pemerintah pusat agar percaya dengan pemerintah daerah khususnya Pemkab Malang dalam penanganan stunting. Hal itu juga sebagai bentuk pelaksanaan otonomi daerah.  “Ya pemerintah dengan otonomi harus percaya dengan daerah masing-masing. Ini semua bupati merasa keberatan ketika daerahnya di cap stunting nya besar padahal tidak ada datanya,” terang Sanusi.  Sementara itu, pihaknya akan mengajukan protes kepada pemerintah pusat perihal data stunting Kabupaten Malang yang tidak sinkron dengan data pada SKI.  “Pasti (melakukan protes). Ini saya minta untuk melengkapi semua datanya nanti saya ajukan ke Dinas Kesehatan yang bertanggung jawab terhadap hal ini agar disesuaikan. Kita cocok kan lah data dari SKI dengan data yang dimiliki daerah, supaya nanti perlakuan untuk penanganan stunting bisa tepat sasaran,” pungkas Sanusi. 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *