InfoMalangRaya.com—Sebuah utas cuitan dari akun @rahmadotid_ yang merupakan akun resmi dari situs Rahma.Id mendapat sorotan. Pasalnya, dalam utas tertanggal 8 Mei 2023 silam itu terdapat sejumlah pernyataan kontroversial yang mengatasnamakan Muhammadiyah.
Hal itu disoroti oleh Anila Gusfani, alumnus sekaligus pengajar di Sekolah Pemikiran Islam (SPI) untuk materi seputar gender. Dalam utasnya, Rahma.Id menyoroti sejumlah fatwa yang disebutnya sebagai ‘fatwa-fatwa progresif Muhammadiyah tentang perempuan’.
Di antara fatwa-fatwa yang disebutkan di situ adalah bahwa perempuan boleh menjadi presiden, perempuan boleh menjadi imam shalat bagi makmum lelaki, dan monogami sebagai salah satu syarat keluarga sakinah.
Menurut Anila, ‘fatwa-fatwa’ semacam itu perlu diteliti kembali. Sebab, bukan kali ini saja kalangan feminis memelintir fatwa ulama demi kepentingan ideologisnya sendiri. “Beberapa fatwa yang dianggap progresif yang disematkan dalam utas tersebut harus ditelusuri dulu. Apakah memang valid sebagai fatwa resmi dari Muhammadiyah, atau jangan-jangan hanya interpretasi dari penulis di akun Rahma.Id saja?” ujar pemerhati isu-isu gender ini.
Dalam utas yang kontroversial tersebut, Rahma.Id merujuk kepada buku Adabul Mar’ah fil Islam yang terbit sejak tahun 1970-an. Menurut Rahma.Id, dalam buku tersebut telah dipaparkan fatwa yang membolehkan perempuan untuk menjadi hakim, bahkan presiden.
“Ini segera menjadi topik perbincangan di sejumlah forum yang saya ikuti. Setelah saya cek langsung di buku yang disebutkan itu, memang ada pembolehan untuk menjadi hakim, namun tidak ada penyebutan soal presiden,” ungkap Akmal Sjafril, Kepala SPI Pusat.
Yang paling kontroversial, menurut Akmal, adalah pernyataan bahwa syarat keluarga sakinah adalah monogami. “Kalau dikatakan bahwa poligami akan mengundang risiko-risiko tertentu, saya rasa takkan ada yang menyangkalnya. Tapi kalau mengatakan bahwa syarat keluarga sakinah adalah monogami, maka itu tentu sangat bermasalah. Kalau prinsip ini diterima, maka rumah tangga Rasulullah saw, para sahabat, bahkan sampai sejumlah ulama sampai sekarang, akan dianggap tidak sakinah. Kalau sampai menganggap rumah tangga Rasulullah saw tidak sakinah, itu bisa menjerumuskan pada kemurtadan,” ujar Akmal lagi.
“Sependek pengetahuan saya, Muhammadiyah tidak pernah mengeluarkan fatwa-fatwa seperti itu,” ujar Anila menanggapi utas Rahma.Id tersebut.
Meski sangat menyayangkan, Anila mengaku tidak terlalu kaget. “Jaman sekarang, feminis memang suka main potong dan framing pendapat orang, terutama ulama, untuk kepentingan propagandanya. Padahal, dalam kesempatan-kesempatan lain, feminisme selalu bersikap memusuhi agama. Kenapa tidak pakai ‘fatwa feminisme’ saja? Kaum feminis sering bertindak manipulatif terhadap ajaran Islam!” tandas gadis Minang ini.*/kiriman SPI Media Center
Leave a Comment
Leave a Comment