Kabupaten Malang,— Dugaan praktik tidak sehat dalam proses tender proyek pengadaan di lingkungan Dinas Kesehatan Kabupaten Malang kembali mencuat. Kecurigaan publik muncul menyusul pengumuman tender di laman resmi LPSE (Layanan Pengadaan Secara Elektronik) terkait pekerjaan konstruksi belanja modal bangunan kesehatan, yakni pembangunan perluasan IGD lantai 1 hingga lantai 4.
Berdasarkan dokumen yang beredar dari laman LPSE Kabupaten Malang, terdapat kejanggalan dalam penentuan calon pemenang tender. Ironisnya, perusahaan dengan penawaran harga terendah justru dinyatakan gugur pada tahap evaluasi.
Sejumlah pihak menduga telah terjadi persekongkolan atau pengaturan tender (kongkalikong) antara oknum penyedia jasa dan panitia pengadaan. Beberapa perusahaan peserta disebut-sebut kerap menjadi langganan proyek serupa di instansi tersebut.
“Ini patut dipertanyakan. Jika perusahaan dengan harga terendah digugurkan tanpa alasan yang transparan, maka publik berhak menaruh curiga. Proses lelang seharusnya dilakukan secara adil dan akuntabel,” ujar Antok, aktivis anti-korupsi dari Jaringan Pemerhati Transparansi Anggaran.
Antok juga menambahkan bahwa praktik semacam ini berpotensi melanggar ketentuan hukum, khususnya Pasal 22 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa pihak yang dengan sengaja melakukan persekongkolan dalam pengadaan barang/jasa dapat dipidana dengan hukuman penjara antara 3 hingga 12 tahun, serta denda hingga Rp600 juta.
Selain itu, persekongkolan dalam tender juga bertentangan dengan Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, yang dapat dikenai sanksi denda maksimal Rp25 miliar dan sanksi administratif lainnya.
Jika terbukti adanya pelanggaran, konsekuensinya bukan hanya pembatalan tender, tetapi juga pencantuman nama perusahaan dalam Daftar Hitam Nasional (Blacklist) LPSE serta potensi proses hukum lebih lanjut.
Sementara itu, Direktur RSUD Kanjuruhan, Yudiono, saat dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp pada Kamis (10/7/2025), menegaskan bahwa proses tender sepenuhnya berada di bawah kewenangan PBJ (Pejabat Pengadaan Barang/Jasa).
“Proses mekanisme tender dan penentuan pemenang sepenuhnya dilakukan oleh PBJ melalui portal resmi. Bagaimana proses pemilihan pemenang menjadi ranah dan tanggung jawab PBJ,” jelas Yudiono.
Ia juga menambahkan bahwa proses pengadaan saat ini masih berjalan, dan semua penyedia jasa diberikan hak untuk mengajukan sanggahan jika merasa dirugikan.
“Pada prinsipnya kami mendukung agar proses pengadaan ini berjalan secara objektif, transparan, akuntabel, serta bebas dari praktik-praktik KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme),” tegasnya.
Sesuai amanat Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999, media memiliki fungsi sebagai kontrol sosial dan berkewajiban menyampaikan informasi secara berimbang. Dalam konteks ini, redaksi tetap membuka ruang klarifikasi seluas-luasnya bagi pihak-pihak yang disebutkan dalam pemberitaan.(Red)