Dosen Kedokteran Unair Ini Menjelaskan PM 2,5, Dampak Polusi dan Penyakit Paru Kronik

InfoMalangRaya.com—Polusi udara yang terhirup oleh manusia dapat menyebabkan kerusakan pada fungsi organ tubuh, terutama paru-paru. Menurut dosen pulmonologi dan ilmu kedokteran respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (UNAIR) dr Garinda Alma Duta SpP ada dua jenis polusi.
Pertama, kelompok gas dan partikulat atau debu yang terbagi menjadi tiga berdasarkan ukuran. “Setiap partikulat (particulate matter/PM) memiliki karakteristik yang berbeda. Terdapat partikel kasar dengan diameter kurang dari 10 mikrometer, partikel halus berukuran 2,5 mikrometer, dan partikel nano yang kurang dari 0,1 mikrometer,” ujar dr Garinda dalam siaran dokter edukasi dikutip laman UNAIR.
Mengenal PM2.5
Dokter spesialis paru itu menyebut PM2.5, jenis partikel udara berukuran lebih kecil dari atau sama dengan 2.5 µm (mikrometer). PM2.5 adalah polutan yang tidak terlihat secara kasat mata, namun sangat berbahaya.
Partikel ini juga menjadi komponen pengukuran indeks kualitas udara mengacu pada standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Menurut dr Garinda, semakin tinggi level PM2.5 menunjukkan kualitas udara di suatu wilayah semakin buruk.
Kategorisasi tersebut ditandai dengan warna hijau (kurang dari 12 µg/m³), kuning (12-35,4 µg/m³), oranye (35,5-55,4 µg/m³), merah (55,5-150,4 µg/m³), ungu (150,5-250,4 µg/m³), serta ungu tua (lebih dari 250,5 µg/m³).
Bahaya Polusi Udara
Selain itu, dr Garinda mengungkap bahwa bahaya polutan dapat menyerang saluran pernapasan hingga peredaran darah. Akibatnya, secara jangka pendek marak penyakit rhinitis, faringitis, laringitis, dan menurunnya kekebalan tubuh.
“Ketika pertahanan tubuh melemah, maka tidak hanya iritasi, tapi juga infeksi pada organ pernapasan sehingga terjadi disfungsi. Efek lainnya seperti keluhan mata berair, mata merah, atau bersin,” terang dokter yang bertugas di RSUD dr Soetomo itu.
Sementara dalam jangka panjang, lanjutnya, polusi udara dapat menyebabkan peningkatan kasus penyakit paru kronik, infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), asma, dan serangan jantung. Bahkan, berpotensi mengganggu tumbuh kembang janin pada ibu hamil yang berujung pada stunting.
Strategi 6M + 1S
Sebagai anggota Komite Penanggulangan Penyakit Respirasi dan Polusi Udara, dr Garinda menawarkan protokol kesehatan 6M + 1S menjadi solusi untuk mengurangi polusi.
Pertama, memeriksa kualitas udara melalui aplikasi yang kredibel. Apabila kualitas udara kurang baik, tuturnya, maka perlu membatasi aktivitas luar ruangan.
Selanjutnya, menggunakan penjernih udara demi mengurangi polusi di dalam ruangan. “Polusi udara di luar itu bisa menyusut masuk ke dalam ruangan sehingga kita harus tetap waspada. Salah satunya, tidak menyalakan rokok ketika indoor,” imbuh dr Garinda.
Ia juga menyarankan agar masyarakat memakai masker saat polusi tinggi, kemudian menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat. Terakhir, segera mencari pertolongan kepada tenaga kesehatan jika mengalami gejala yang mengganggu pernapasan.*

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *