InfoMalangRaya – Fenomena bocil alias bocah kecil yang kebelet nikah masih jadi masalah di Jawa Timur. Angka pernikahan usia muda atau pernikahan dini terdata relatif tinggi di Kabupaten Malang. Bahkan, angka nikah muda didominasi remaja usia sekolah menengah pertama (SMP) yang bisa disebut bocil. Dari 33 kecamatan di wilayah tersebut, Kecamatan Singosari dan Gondanglegi disebut sebagai yang terbanyak.
Hal tersebut jadi sorotan Wakil Bupati Malang Didik Gatot Subroto. Menurut dia, masalah ini menjadi pekerjaan rumah bersama. Dinas-dinas terkait hingga komunitas masyarakat dituntut berkolaborasi untuk menekan angka nikah muda. “Perlu kerja sama menyelesaikan kasuistik yang hari ini sulit kita selesaikan. Yaitu pernikahan dini, pada wilayah tertentu sangat sulit ditangani,” kata Didik, belum lama ini. Berdasarkan data Pengadilan Agama (PA) Kabupaten Malang mencatat lebih dari seribu pengajuan dispensasi nikah dalam dua tahun terakhir. Selama tahun 2023, terdapat 1.009 bocil memohon dispensasi kawin ke PA Kabupaten Malang. Dari jumlah itu, sebanyak 936 anak di bawah umur mendapat persetujuan Pengadilan Agama Kabupaten Malang untuk melangsungkan pernikahan. Sedangkan tahun sebelumnya 2022, terdapat 1.499 anak di bawah umur yang menikah. Di beberapa wilayah, menurutnya laju pernikahan dini masih belum bisa ditekan. Wabup menyoroti wilayah Kecamatan Singosari dan Gondanglegi. Dari informasi yang dia peroleh, jumlah nikah mudanya masih yang terbesar. “Kok saya lihat yang tinggi Gondanglegi, yang mana tempat tinggal Bupati, lalu Singosari yang itu malah tempat tinggalnya Wakil Bupati,” sebut Didik. Didik juga menyoroti permasalahan pola hidup anak usia muda yang berkeinginan untuk segera menikah. Seperti belum siapnya kondisi kesehatan pasangan yang dikhawatirkan berdampak pada kesehatan calon ibu hingga anaknya kelak.
“Pola hidup juga yang kurang sehat, misal terlalu kurus seorang perempuan muda mau menikah. Persoalan gizi dan tingkat kesiapan fisiknya juga harus mendapatkan garansi atau perhatian. Dikhawatirkan akan berpengaruh pada anak yang terancam stunting,” katanya. Didik meminta agar ada dorongan dari komunitas seperti penyuluh keluarga berencana (KB) untuk berdialog dengan tokoh agama dan tokoh masyarakat. “Kami titip kepada penyuluh (KB) di kecamatan terkhusus di kader KB juga kader kesehatan mulai dari di wilayah yang tingkat perkawinan muda tinggi,” tutur mantan Ketua DPRD Kabupaten Malang itu. Melalui dialog dan penyampaian edukasi tokoh masyarakat dan para orang tua, diharapkan dapat ditularkan dan menjadi penekanan bagi anak-anak. “Besar harapan bisa diedukasikan dengan posyandu. Kader kesehatan kita juga turun termasuk posyandu lansia dimanfaatkan sebaik mungkin. Dimana kalau dititipkan ke orang tua, bisa tersampaikan ke anak-anaknya. Agar kalau dia masih muda, kesehatan belum memenuhi syarat agar tidak menikah dini,” harapnya.
Dua Kecamatan di Malang Ini Paling Banyak Bocil Kebelet Nikah
