Dua Wartawan Jadi Korban Salah Sasaran dan Intimidasi, AJI Surabaya : Polisi tak Paham Tugas Jurnalis

MALANG RAYA15 Dilihat

InfoMalangRaya – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Surabaya mengecam tindakan intimidasi dan kekerasan yang dilakukan polisi terhadap dua jurnalis yang meliput aksi penolakan revisi Undang-Undang TNI di depan Gedung Negara Grahadi, Surabaya, yang berlangsung hingga Senin, (24/3) petang.

Dua jurnalis yang jadi korban kekerasan dan intimidasi polisi tersebut adalah Wildan Pratama, wartawan radio serta Rama Indra, wartawan media online.

Baca Juga : Lokasi ATM BNI dengan Pecahan Rp 20.000 di Jatim, Tak Perlu Tukar Uang ke Bank 

 

Dari kronologi yang diterima AJI Surabaya, Wildan dipaksa oleh seorang polisi untuk menghapus foto puluhan pendemo yang ditangkap dan dikumpulkan di sebuah ruangan di Gedung Negara Grahadi. 

Kejadian itu dialami Wildan sekitar pukul 19.00. Ia masuk ke Gedung Negara Grahadi setelah mengetahui aparat menangkap sejumlah demonstran setelah dipukul mundur mereka di Jalan Gubernur Suryo hingga ke Jalan Pemuda. 

Untuk memastikan jumlah orang yang ditangkap, dirinya mencoba masuk ke Gedung Negara Grahadi dan mencoba mencari tahu posisi para pendemo yang ditangkap. 

Dia lalu menemukan sekitar 25 pendemo duduk berjejer di deret belakang pos satpam. Dia lalu mengambil foto mereka. Namun tak lama kemudian, seorang anggota polisi mendatanginya.

Polisi itu menjelaskan bahwa para pendemo yang ditangkap masih diperiksa dan meminta dirinya menghapus foto sampai ke folder dokumen sampah. Akibatnya, foto para pendemo yang ditangkap hilang.

Adapun Rama, dipukul dan dipaksa menghapus file video saat dirinya merekam tindakan sejumlah polisi berseragam dan tidak berseragam menganiaya dua pendemo di Jalan Pemuda. Kejadian itu terjadi sekitar pukul 18.28 WIB.

Mengetahui dirinya merekam, 4-5 polisi menghampirinya dan langsung menyeret, memukul kepala serta memaksa menghapus rekaman. Padahal ia sudah menerangkan bahwa ia jurnalis.

Tapi para polisi tersebut tidak menghiraukan dan berteriak menyuruhnya menghapus video. Salah satu dari mereka bahkan merebut HP-nya dan mengancam akan membantingnya. Para polisi baru berhenti memukul setelah jurnalis dari Detik.com dan Kumparan.com datang menolong.

Menanggapi kejadian tersebut, Ketua AJI Surabaya Andre Yuris mengecam keras intimidasi dan kekerasan yang dilakukan polisi terhadap jurnalis.

“Tindakan polisi tersebut membuktikan bahwa polisi tidak paham tugas jurnalis. Apa yang dilakukan polisi melanggar Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers,” kata dia, Senin malam, 24 Maret 2025.

Baca Juga : Gudang Penyimpanan Kayu untuk Bangun TPQ di Wagir Ludes Terbakar

 

Yuris mengatakan, Pasal 4 ayat (3) UU Pers menyebutkan, untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.

Sementara , kata dia, Pasal 18 UU Pers telah memuat sanksi pidana terhadap setiap orang yang secara sengaja menghambat atau menghalangi jurnalis saat melaksanakan tugas jurnalistik 

“Menghalangi dan menghambat jurnalis melaksanakan tugas dapat dipidana 2 tahun penjara atau denda paling banyak Rp 500 juta,” ujar Yuris. 

Karena itu, AJI Surabaya menyatakan sikap sebagai berikut:

1. Mendesak Kapolrestabes Surabaya dan Kapolda Jawa  Timur serta jajarannya mengusut kasus kekerasan dan intimidasi terhadap jurnalis

2. Mengingatkan kepada semua pihak, termasuk aparat kepolisian, untuk menghargai kerja-kerja jurnalistik dan menghormati kebebasan pers. 

3. Mendesak kepada perusahaan media untuk menjamin keselamatan jurnalis dan wajib memberikan perlindungan hukum, ekonomi dan psikis terhadap jurnalis yang mengalami intimidasi dan kekerasan.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *