Gerak Cepat Kurangi Emisi Karbon

NASIONAL111 Dilihat

InfoMalangRaya –

Gerak Cepat Kurangi Emisi Karbon

Ada lima hal yang membuat upaya dekarbonisasi menjadi fokus perhatian bagi Indonesia. Salah satunya, kebutuhan pasar atas produk hijau yang meningkat dan kesadaran green lifestyle dari konsumen.

Kementerian Perindustrian serius mengakselerasi target net zero emissions (NZE) di sektor industri pada tahun 2050. Tahun 2050 target lebih cepat 10 tahun dari yang telah ditetapkan secara nasional, yaitu 2060 untuk mengurangi tingkat emisi gas rumah kaca (GRK).

Dekarbonisasi industri adalah proses pengurangan emisi karbondioksida yang dihasilkan oleh sektor industri. Langkah ini dilakukan melalui teknologi, efisiensi energi, dan perubahan cara kerja.

Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan ada lima hal yang membuat upaya dekarbonisasi menjadi perhatian bagi Indonesia, yaitu pertama, kebutuhan pasar atas produk hijau terus meningkat seiring kesadaran green lifestyle dari konsumen untuk menggunakan produk yang rendah karbon. Kedua, adanya kerentanan akibat perubahan iklim dan bencana yang mengakibatkan gagal panen dan krisis air yang mengganggu pasokan bahan baku industri.

Ketiga, adanya regulasi negara tujuan ekspor Indonesia yang mewajibkan praktik berkelanjutan seperti carbon boarder adjustment mechanism (CBAM) dan EU deforestation regulation (EUDR). Keempat, telah berdirinya pasar karbon nasional dan menggeliatnya pasar modal dan investasi yang mengadopsi aspek keberlanjutan, terutama dekarbonisasi. Kelima, kontribusi terhadap komitmen negara dalam konvensi internasional, antara lain, Persetujuan Paris, Konvensi Stockholm, dan Konvensi Minamata.

Tingkat emisi gas rumah kaca (GRK) sektor industri di Indonesia dari 2015–2022 sebesar 8–20% dibandingkan dengan total emisi GRK nasional. Sementara itu, jika dilihat dari sumber emisi sektor industri 2022, komponen emisi dari kategori penggunaan energi di industri menyumbang 64%, emisi dari limbah industri 24%, dan proses produksi dan penggunaan produk atau industrial process and product use (IPPU) sebesar 12%.

“Untuk itu, perlu dilakukan upaya dekarbonisasi yang masif dan terstruktur,” imbuh Menperin.

Pada 2022, upaya dekarbonisasi telah berhasil menurunkan emisi GRK sebesar 53,9 juta ton CO2e. Emisi baseline business as usual (BaU) tanpa aksi mitigasi adalah sebesar 292,0 juta ton CO2-ekuivalen dan emisi aktual (industri telah melakukan aksi mitigasi) adalah 238,05 juta ton CO2-ekuivalen.

Di samping itu, target penurunan emisi GRK untuk komponen IPPU pada 2030 sebesar 7 juta ton CO2e. Lalu, realisasi penurunan emisi IPPU pada 2022 telah mencapai 7,138 juta ton CO2e atau 102% dari target tersebut.

Menperin menegaskan, perlu ada keterlibatan stakeholders dari sektor finance untuk membantu pendanaan dalam penggunaan peralatan atau teknologi yang mutakhir di sektor industri. Pelaku industri membutuhkan investasi dalam pemanfaatan teknologi canggih untuk bisa mendukung target NZE di 2050. Melalui teknologi ini, perusahaan akan melakukan efisiensi dalam penggunaan energi pada proses produksinya.

Agus Gumiwang mengemukakan, kontribusi karbon yang berasal dari sektor industri sekitar 15-20% dari total emisi GRK nasional. Sementara itu, jika dilihat dari sumber emisi sektor industri, komponen emisi dari kategori penggunaan energi di industri menyumbang 60%, emisi dari limbah industri 25%, dan proses produksi dan penggunaan produk atau industrial process and product use (IPPU) sebesar 15%.

Menperin menyampaikan, dalam hasil kesimpulan raker, saat ini ada delapan subsektor industri, ditambah satu subsektor (8+1), yang masuk kategori prioritas Kemenperin dalam upaya mempercepat dekarbonisasi. Kedelapan subsektor sebelumnya, yakni industri semen, baja, pulp dan kertas, tekstil, keramik, pupuk, petrokimia, serta makanan dan minuman serta industri transportasi. Sektor-sektor ini yang disebut dengan industri lahap energi.

Untuk mencapai sasaran akselerasi dalam upaya dekarbonisasi di sektor industri, langkah strategis yang perlu ditempuh di antaranya adalah menyiapkan ketersediaan sumber daya manusia (SDM) industri dalam pengelolaan GRK. Selanjutnya, perlu adanya mekanisme pemberian insentif, misalnya, terkait restrukturisasi teknologi, peralatan, dan permesinan, termasuk penyederhanaan untuk perizinan usaha.

 

Penulis: Eri Sutrisno
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari


Source link

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *