Harga Rumah Mahal, Orang Korea Malas Hamil

InfoMalangRaya.com—Krisis angka kelahiran kini sedang melanda Korea Selatan (Korsel). Seperti halnya negara Jepang, Negeri Ginseng ini mengalami krisis kelahiran sangat parah.
Menurut studi penelitian terbaru, rendahnya angka kelahiran di Korsel pemicu utamanya bukan karena generasi mudanya enggan menikah dan lebih banyak memilih hidup sendiri. Melainkan karena harga properti seperti rumah yang semakin melambung.
Studi penelitian yang digelar Korea Research Institute for Human Settlements mengungkapkan bahwa faktor paling signifikan yang berkontribusi terhadap rendahnya angka kelahiran di Korea Selatan adalah sebagai dampak kenaikan harga real estate alias rumah tinggal dan tren ini semakin meningkat sejak tahun 2010.
Hasil studi yang dipaparkan lewat laporan berjudul “Diagnosis Penyebab Rendahnya Angka Kelahiran dan Arah Kebijakan di Real Estate”, yang dirilis pada 3 Januari 2024, studi tersebut mengidentifikasi harga rumah di Korea Selatan dari tahun sebelumnya, termasuk penjualan dan sewa, sebagai faktor utama yang mempengaruhi keputusan untuk memiliki anak pertama menurut 30,4 persen responden di seluruh negeri.
Dikatakan pengaruh mahalnya harga rumah ini lebih nyata terjadi di kota besar seperti Seoul, di mana 38,4 persen koresponden menyatakan bahwa harga rumah merupakan hal yang signifikan, dibandingkan dengan 26,5 persen di wilayah non-metropolitan.
Selanjutnya disusul semakin mahalnya biaya pendidikan yang persentasenya meningkat menjadi 9,1 persen melebihi kontribusi faktor penentu kelahiran anak pertama 5,5 persen. Mengacu pada hasil ini, ditekankan kalau perlunya kebijakan yang disesuaikan untuk memulihkan angka kelahiran anak pertama, kedua, dan ketiga.
“Untuk mendorong kelahiran anak pertama, dukungan kebijakan di sektor perumahan sangatlah penting, sementara dukungan di sektor pendidikan menjadi penting untuk kelahiran dua anak atau lebih,” jelas Park Jin Baek, peneliti dan penulis laporan tersebut.
Studi yang sama juga mencatat bagaimana pengaruh harga rumah terhadap keputusan untuk memiliki anak, menjadi lebih cepat selama bertahun-tahun.
Pada akhir tahun 1990-an, dibutuhkan waktu sekitar sepuluh bulan untuk melihat perubahan angka kelahiran setelah harga rumah naik. Namun sejak pertengahan tahun 2010-an, reaksi ini terjadi lebih cepat.
Laporan The Korea Times, Kamis (4/1/2024), menyebutkan, pemerintah Korsel mencatat jumlah kelahiran lahir pada 2019 hanya 302.676 jiwa. Angka itu turun dari 357.771 jiwa pada 2017 dan 326.822 jiwa pada 2018.
“Kita memerlukan pendekatan yang benar-benar berbeda. Saat kita mencari penyebab dan solusi terhadap masalah ini,” kata Presiden Yoon Suk Yeol dalam pidato Tahun Barunya.
“Kita harus mencari tahu alasan sebenarnya. Rendahnya angka kelahiran dan mengidentifikasi langkah-langkah efektif.”
Menurut Statistik Korea, tingkat kesuburan total yang mewakili jumlah rata-rata kelahiran per perempuan selama masa suburnya mengalami penurunan. Yakni dari 1,48 pada 2000 dan 1,23 pada 2010 menjadi 0,84 pada 2020 dan 0,78 pada 2022 lalu.
Statistik Korea memprediksi tingkat kesuburan total perempuan Korea Selatan akan semakin menurun. Yakni menjadi 0,72 pada 2023 dan 0,68 pada 2024 mendatang.*

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *