Malaikat senang dengan bau harum dan benci pada yang berbau busuk atau tak mengenakkan, misalnya bau bawang. Demikian juga Rasulullah ﷺ senantiasa menggunakan aroma terapi dan parfum
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal InfoMalangRaya (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
InfoMalangRaya.com | DARI Aisyah RA bahwa ia menceritakan, “Aku membubuhi minyak wangi kepada Rasulullah ﷺ dengan kedua tanganku dengan minyak Dzarirah , pada Hajjatul Wada’ untuk melakukan tahallul dan ihram.” (Riwayat Bukhari dan Muslim)
Ada satu parfum yang pernah digunakan oleh Rasulullah ﷺ. Ternyata bahan bakunya ada di Indonesia, yaitu minyak Dzarirah .
Dzarirah yang kaya manfaat ini tidak terlalu dikenal sebagai herbal nabawi. Namun minyak ini telah digunakan sejak lama oleh berbagai peradaban, baik sebagai minyak wangi maupun obat yang berasal dari alam. Caranya, yaitu dengan menyuling akar dan daun tanaman Dzarirah.
Para ulama seperti Ibnul Qayyim (Ath-Thibbun Nabawi), Ibnul Muflih (Al-Adab Asy-Syar’íyyah), Imam Asy-Suyuthi (Syarh Shahih al-Bukhari) juga Imam An-Nawawi (Syarh Shahih Muslim) menerangkan bahwa Dzarirah adalah produk yang dihasilkan dari tanaman jenis rumput (qashab) harum dan tempat tumbuhnya di India.
Sementara, Yusuf Al-Hajj Ahmad menguraikan dalam Mawsuw’ah al-I’jaz Ilmiya fil Qur’anul Karim wa Sunnah bahwa qashab Dzarirah adalah tanaman yang disebut dalam bahasa Inggris sebagai Sweet Flag. Nama latin tanaman ini adalah Acorus calamus dan minyak atsirinya dihasilkan dari rhizoma (akar) tanaman.
Ibnul Baithar menyebut Dzarirah sebagai tanaman wajj yang berjenis merah dan berbau harum. Ini mirip dengan yang dijelaskan oleh Guy De Chauliac (Inventarium Sive Chirurgia Magna hal. 306-307) bahwa Acorus calamus disebut juga calamus aromaticus.
Dalam bahasa Arabnya disebut wajj. Guy menempatkan Acorus calamus dalam daftar obat bersifat panas, berguna untuk penyakit busung, persendian, saraf, juga sebagai herbal aromatik untuk mengatasi bau nafas.
Di Indonesia Acorus calamus dikenal dengan nama jeringau. Atau bahasa Jawa disebut dlingo.
Tanaman ini banyak tumbuh liar di sekitar area persawahan dan lahan berlumpur. Jeringau belum banyak dibudidayakan sebagai komoditas bernilai ekonomi.
Rimpang jeringau beraroma kuat mirip wangi jeruk dan berasa pedas. Walau demikian, daun tanaman yang mirip pandan ini juga beraroma wangi.
Ibnul Qayyim menyatakan bahwa sifat minyak jeringau panas dan kering, berguna untuk meredakan pembengkakan pada lambung, hati, busung, dan menguatkan jantung.
Makna dari panas dan kering adalah bahwa setiap obat memiliki tabiat, termasuk minyak wangi. Minyak jeringau yang panas dan kering cocok digunakan orang yang tabiatnya dingin dan lembab (plegmatis) dingin dan kering (melankolis).
Sifat yang saling menyeimbangkan ini akan memberikan efek menyehatkan bagi pemakainya.
Biasanya bila orang yang bertabiat panas dan kering (koleris) atau panas dan lembap (sanguinis) menggunakan minyak ini sebagai essens parfum.
Jika digunaka dalam jumlah besar atau di musim panas, maka akan mengalami pusing dan mual, karena tabiatnya tak saling menyeimbangkan antara tabiat parfum dan penggunanya.
Jeringau memiliki efek psikoaktif dan berfungsi untuk merelaksasi serta meregangkan jaringan otot. Tak ayal, minyak tanaman ini bisa berfungsi sebagai antikejang dan menghambat kontraksi otot pencernaan, pembuluh darah dan rahim.
Namun demikian, perlu perhatian dalam penggunaan herba jeringau untuk konsumsi agar tidak digunakan secara berlebihan.
Selain untuk obat, minyak atsiri jeringau bisa digunakan sebagai insektisida untuk tanaman. Minyak bisa untuk pembasmi nyamuk Aedes aegypti dan kecoa.
Minyak ini apabila digunakan secara eksternal selain sebagai aromatik juga berfungsi sebagai peluruh kentut, sedatif (penenang), anti-insomnia dan stimulansia. Apabila terserang pilek dan hidung tersumbat bisa mengambil daun jeringau secukupnya, remas lalu hirup aroma yang dikeluarkan dari daunnya.
Bagi penderita penyakit kulit seperti kudis dan kurap atau mengalami kaku otot, juga kram saat haid, maka dapat menyiapkan satu buah tanaman jeringau lengkap daun dan akarnya. Rebus tanaman tersebut hingga airnya mendidih dan diamkan hingga hangat dan gunakan air tersebut untuk mandi.
Bagi penderita batu empedu dapat gunakan 20 gram rimpang akar jeringau, 30 gram temulawak, satu buah kunyit seukuran jari, 5 buah kapulaga.
Bahan-bahan kemudian dikupas dan dibersihkan dan untuk rimpang bisa dipipihkan atau diparut terlebih dahulu, lalu direbus dalam 2 gelas air hingga tersisa separuhnya. Ramuan ini dapat diminum satu kali sehari.
Ruqyah
Ibnu Sunni menyebutkan dalam kitabnya riwayat dari salah seorang istri Rasulullah ﷺ yang menceritakan, “Rasulullah pernah menemuiku, saat itu di jariku tumbuh semacam bisul. Beliau bertanya, ‘Engkau punya minyak wangi Dzarirah ?’ Aku menjawab, “Punya.” Beliau berkata, “Bubuhkan di bisulmu itu, lalu ucapkan doa: Allahumma mushaghiral kabir, wa mukabbirash shagir, shagir maa biy (Ya Allah, Yang mengecilkan yang besar dan Yang membesarkan yang kecil, kecilkanlah bisul yang ada pada hamba).” (Riwayat Ibnu Sunni no.640, diriwayatkan juga oleh Ahmad dan Hadits semisal ini shahih dikeluarkan An-Nasa’i).
Dalam hadits ini yang disebut batsarah adalah berupa benjolan kecil yang terdiri dari materi panas dan biasa menghinggapi di bagian tubuh. Jika di wajah dan punggung bentuknya jerawat kemerahan dan berisi nanah.
Jika di bagian tubuh lain bisa berbentuk bisul kecil bernanah.
Menurut Ibnul Qayyim minyak Dzarirah atau jeringau ini memiliki sifat mematangkan materi busuk tersebut lalu mengeluarkannya, sehingga jerawat atau bisul menjadi dingin (reda).
Beliau rahimahullah juga mengutip pendapat Ibnu Sina bahwa tidak ada yang diutamakan untuk menangani luka bakar selain minyak Dzarirah yang dicampur dengan air mawar dan cuka buah.
Dalam kasus jerawat atau bisul ini, Rasulullah ﷺ menggabungkan pengobatan dengan materi dari bahan alam dan obat illahiyah. Dengan demikian perlu diketahui bahwa kesembuhan tidak semata-mata karena pengaruh materi obat yang mengenai sasaran penyakit dengan tepat, tapi juga disertai dengan izin Allah SWT.
Oleh karenanya, sebaiknya ketika sakit kita jangan melupakan Allah Sang Maha Penyembuh. Wallahu A’lam.*/ Joko Rinanto, Pengajar Thibun Nabawi/Suara InfoMalangRaya