InfoMalangRaya – Resiko keselamatan berkendara di jalan umum didapati sangat ditentukan bagaimana pengendara menyadarinya. Lebih dari 75 persen kecelakaan di jalan, dikarenakan faktor pengendara dalam bekendara.
Kabid Keselamatan Dinas Perhubungan Kabupaten Malang, Hadi Sota Prasetya mengungkapkan, merujuk laporan Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), terjadinya kecelakaan di jalan raya selama ini lebih banyak disebabkan faktor pengendara itu sendiri.
“Kasus keselamatan berkendara menurut KNKT banyak terjadi karena faktor (kelalaian) pengemudinya, sekitar 75 persen secara nasional. Jadi, bisa karena malapraktik atau malfungsi (komponen) kendaraannya,” terang Hadi Sota Prasetya, ditemui di kantornya, Jumat (6/10/2023) sore.
Selebihnya, lanjut Hadi, dikarenakan pengendara tidak tertib atau taat rambu-rambu lalu lintas, dan karena kondisi kendaaraan yang memang sudah tidak laik jalan.
Faktor human error ini, menurutnya bisa karena kelalaian pengemudi atau memang ketidakmampuanya memfungsikan alat pada mobil yang dikendarainya. Terlebih, ada juga kecenderungan pengemudi atau pengendara yang cenderung meremehkan resiko keselamatan, baik diri sendiri maupun pengguna jalan lain, ketika sedang berkendara.
Ia lalu mencontohkan kasus kecelakaan karena terjadi rem blong. Menurutnya, kejadian rem blong tidak serta merta karena komponen kendaraan rem ini rusak atau bermasalah.
Sebaliknya, dalam kondisi rem yang sebelumnya normal pun, bisa menyebabkan gagal fungsi atau blong. Hal ini, menurutnya karena penggunaan rem yang kurang tepat atau berlebihan saat kondisi jalan menurun.
“Sistem kerja rem kendaraan itu, bisa saja dipengaruhi ketika si pengemudi terlalu memaksakan rem dalam keadaan perseneleng tinggi. Nah, kasus rem blong ini bisa terjadi karena penggunaan rem dan perseneleng yang tidak tepat atau gagal fungsi,” urai Hadi.
Sementara itu, pada kondisi kendaraan sendiri, menurutnya sejak diterbitkan dari pabrikan, secara teknis sudah ada ketentuannya. Seperti halnya, pada rem, suspensi, lampu, bemper, kopling, hingga klakson.
Untuk memastikan operasional jalannya, lanjut Hadi, kendaraan harus diuji standar dan ambang batas muatannya.
“Kendaraan harus diuji kir, idealnya setahun dua kali. Hasilnya, memastikan kendaraan tersebut laik jalan. Jika didapati ada yang tidak lolos uji, rekomendasi harus diganti dalam waktu 1 x 24 ja untuk uji kir kembali,” jelasnya.
Atas fakta banyak kecelakaan karena faktor mengabaikan keselamatan berkendara ini, menurutnya harus ada upaya pencegahan dari aspek manusiannya. Yakni, bagaimana mengedukasi pengendara agar benar-benar peduli resiko keselamatan dengan berkendara sesuai tata tertib dan norma ketika di jalan.
Ia berharap, pemahaman resiko keselamatan berkendara ini dikuatkan sejak dini, melalui kurikulum khusus pada pendidikan untuk anak-anak.
“Dari berbagai diskusi dan kajian bersama, faktor mental dan pemahaman keselamatan bekendara ini yang paling mendasar. Melalui kurikulum sekolah, bisa ditanamkan bagaimana berkendara yang aman dan tertib, yang tidak membahayakan pengguna jalan lainnya,” tandas Hadi.
Akan tetapi, menurutnya hal ini kurang mendapat respon kuat, meski sudah diwacanakan sejak lama hingga Kementerian Perhubungan.
“Sepertinya, melalui kurikulum pendidikan sejak dini, inilah yang akan bisa membangun mental saling menjaga keselamatan berkendara ini. Tetapi, ini bicara satu generasi, bisa bertahun-tahun baru ada hasilnya,” demikian Hadi Sota.
Pihaknya sendiri, beberapa kali memanfaatkan kesempatan memberikan edukasi berkendara yang aman dan selamat ini kepada anak-anak usia PAUD, juga kegiatan parenting bersama orang tua mereka. (Choirul Amin)
The post Kecelakaan di Jalan 75 Persen Disebabkan Human Error, Perlu Penguatan Norma Berkendara appeared first on infomalangraya.com.