InfoMalangRaya-Kontroversi seputar Gus Samsudin, pengasuh Pondok Pesantren Nuswantoro di Desa Rejowinangun, Kecamatan Kademangan, Kabupaten Blitar, semakin memuncak setelah penyebaran video viral yang menyimpang dari ajaran Islam. Dalam video tersebut, diungkapkan narasi yang memungkinkan tukar pasangan dengan syarat suka sama suka, yang kemudian menimbulkan kegaduhan di kalangan masyarakat.
Dalam sebuah pernyataan resmi, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur menekankan pentingnya pemahaman yang tepat terkait literasi keagamaan, serta meminta agar masyarakat tidak sembarangan dalam menyematkan gelar agama kepada tokoh-tokoh tanpa memperhatikan keabsahan dan keilmuan yang dimiliki. Ketua Umum MUI Jatim, KH Moh Hasan Mutawakkil Alallah, menegaskan bahwa penggunaan gelar agama seperti “gus” atau “kiai” harus didasarkan pada keilmuan dan pengakuan yang tepat. Hasan menyoroti bahwa sebutan yang kurang tepat dapat memberikan dampak negatif, baik pada individu maupun pada institusi keagamaan itu sendiri. “Sebutan yang kurang tepat dalam pemanggilan tokoh agama, seperti ‘gus’ atau ‘kiai’, bisa berdampak buruk, tidak hanya pada individu yang bersangkutan, tetapi juga pada lembaga keagamaan secara keseluruhan,” kata KH Moh Hasan. Dalam hal ini, MUI Jatim menegaskan pentingnya pemahaman yang benar terhadap ajaran agama Islam, serta menekankan bahwa konten yang menyimpang dari ajaran tersebut tidak dapat diterima, bahkan jika disajikan sebagai edukasi. “Oleh karena itu, MUI Jatim mengingatkan masyarakat untuk memiliki pemahaman yang tepat terhadap literasi keagamaan dan memperhatikan keilmuan serta pengakuan yang sah dalam penyebutan gelar agama,” imbuhnya. Pada kesempatan terpisah, Sekretaris Umum MUI Jawa Timur, Prof Akh Muzakki, mengapresiasi langkah-langkah yang diambil oleh kepolisian terkait kasus ini. Ia menegaskan bahwa konten yang memuat narasi seolah-olah memberikan izin untuk tukar pasangan adalah bentuk penyimpangan yang tidak dapat diterima dalam ajaran Islam. “Kami mengapresiasi langkah-langkah kepolisian dalam menangani kasus ini. Konten yang menyesatkan dan menyimpang dari ajaran agama, terutama jika disajikan sebagai edukasi, tidak bisa dibenarkan. Islam mengajarkan nilai-nilai positif dan bermanfaat bagi umatnya. Oleh karena itu, kami mendukung langkah Polri untuk mencegah pembuatan konten agama yang tidak sesuai dengan ajaran Islam dan hanya bertujuan untuk kepentingan pribadi atau mendapatkan popularitas,” tegasnya.
Prof Muzakki juga menyoroti pentingnya sanad keilmuan dalam menjamin keterjaminan mutu gagasan yang diproduksi, terutama dalam konteks keilmuan agama. Ia menegaskan bahwa keberadaan sanad keilmuan yang jelas sangat penting, terutama dalam memastikan kualitas gagasan-gagasan keagamaan yang dihasilkan. Meskipun sosok Gus Samsudin telah menjadi perbincangan hangat, terutama setelah viralnya video yang menyimpang dari ajaran agama Islam, catatan sejarah dan latar belakang Samsudin juga turut menjadi sorotan. Terlahir dari Lampung pada tahun 1989, Samsudin awalnya meniti karirnya sebagai tukang rongsok sebelum memutuskan untuk terjun ke dunia perdukunan. Gelar “Gus” yang melekat pada dirinya, meskipun bukan karena keturunan, dipandang sebagai panggilan akrab masyarakat Jawa yang memiliki arti positif. Baginya, gelar tersebut mencerminkan penghargaan sebagai anak yang baik. Dengan berbagai sorotan dan kontroversi yang melingkupi sosok Gus Samsudin, kini masyarakat dituntut untuk lebih bijak dalam memahami literasi keagamaan, serta menjaga pemahaman yang tepat terhadap ajaran Islam.