Korupsi Politik di Kabupaten Malang: Mantan Petinggi KPU Diduga Terjerat Kasus Gratifikasi

redaksi 12.6k Views
3 Min Read

Kabupaten Malang- Kasus korupsi politik kembali mencuat di Kabupaten Malang, Jawa Timur. Kapolda Jatim, Irjen Pol. Imam Sugianto, mengonfirmasi bahwa mantan petinggi Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Malang sedang diperiksa oleh Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Krimsus) Polda Jatim terkait dugaan tindak pidana korupsi politik dan gratifikasi.

Safril M dari Malang Critical Center (MCC) menyoroti bahwa keterlibatan mantan pejabat KPU dalam kasus ini merupakan kejahatan demokrasi. “Pelaporan yang telah diajukan ke Polda terkait dugaan kolusi antara mantan petinggi KPU dengan beberapa calon legislatif bukan sekadar pelanggaran pemilu, tetapi sudah masuk dalam dugaan tindak pidana korupsi politik dan gratifikasi,” ujar Safril, yang akrab disapa CCCP alias Camerad Commandante Caping. Senin,17/6/2024

Kasus ini mendapat perhatian publik karena kejahatan gratifikasi politik merupakan pelanggaran serius yang merusak tatanan demokrasi dan integritas penyelenggara negara. Polda Jatim diharapkan segera mengusut tuntas kasus ini dan membawa para pelaku ke pengadilan untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.

“Kasus ini sudah menjadi perhatian masyarakat. Jika laporan resmi ini berlarut-larut, kami akan mendatangi Divisi Propam Mabes Polri karena kami tidak ingin masalah ini dibiarkan begitu saja,” kata Safril dengan tegas.

Hingga berita ini diturunkan, mantan Ketua KPU Anis belum memberikan jawaban saat dikonfirmasi melalui ponsel pribadinya. Namun, media Info Malang Raya telah mengirimkan pesan WhatsApp pada Minggu, 16 Juni 204.

Jika Ketua KPU Kabupaten Malang terbukti menerima gratifikasi, maka ia akan dihadapkan pada pasal-pasal yang memberatkan. Pasal 12B Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 menyebutkan bahwa gratifikasi yang diberikan kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dapat dianggap sebagai suap apabila berhubungan dengan jabatan atau berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.

Ancaman pidana bagi pelanggar Pasal 5 ayat (1) UU 20/2001 adalah penjara minimal 1 tahun dan maksimal 5 tahun dan/atau denda minimal Rp50 juta dan maksimal Rp250 juta. Sementara, pelanggar Pasal 13 UU 31/1999 dapat dipidana penjara maksimal 3 tahun dan/atau denda maksimal Rp150 juta.

Selain itu, penggelapan dalam jabatan juga diatur dalam Pasal 8, Pasal 9, serta Pasal 10 huruf a, b, dan c UU 20/2001. Penggelapan dalam jabatan meliputi tindakan menggelapkan uang atau surat berharga, melakukan pemalsuan dokumen, serta merusak barang bukti suap untuk melindungi pemberi suap.

Orang yang melanggar Pasal 8 UU 20/2001 dapat dipidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun serta didenda paling sedikit Rp150 juta dan paling banyak Rp750 juta.

Penulis: Rudi Harinto

Share This Article
Leave a Comment