Infomalangraya –
IMR, Blitar : Tak banyak orang yang mengetahui bahwa di Kota Blitar berdiri secara kokoh sebuah tempat ibadah Mushala atau Langgar peninggalan prajurit Pangeran Diponegoro. Langgar itu diberi nama An Nur atau sering disebut Langgar Gantung yang beralamat di Jalan Kemuning Nomor 16 Kelurahan Plosokerep Kecamatan Sananwetan Kota Blitar.Disebut sebagai Langgar Gantung, karena posisinya menggantung dan bangunannya seperti rumah panggung. Dimana, antara lantai dan tanah ada jarak yang cukup tinggi.Langgar ini menjadi salah satu tempat ibadah di Kota Blitar yang menjadi saksi penyebaran agama Islam pada kala itu. Langgar An Nur yang biasa disebut Langgar Gantung ini didirikan oleh seorang prajurit atau laskar Pangeran Diponegoro bernama Irodikoro, tepatnya pada tahun 1.825 atau pada masa perang Diponegoro (1825-1830). Hingga kini, Langgar Gantung itu sudah berusia 199 tahun atau hampir dua abad.Ketua Takmir Langgar An Nur bernama Isman Hadi yang juga merupakan cucu mantu dari generasi kelima keturunan Irodikoro menceritakan bahwa kala itu Mbah Irodikoro sedang dalam pelarian dari Jawa Tengah Kerajaan Mataram ke Blitar di masa perang melawan penjajah Belanda yang dipimpin oleh Pangeran Diponegoro.”Saya ini merupakan cucu mantu dari generasi kelima Mbah Irodikoro. Kala itu Irodikoro ini pelarian dari Jawa Tengah, kerajaan Mataram, pada waktu ada perlawanan terhadap penjajah Belanda yang dipimpin oleh Pangeran Diponegoro,” ucapnya, Jumat (15/3/2024).Pada masa itu, Mbah Irodikoro sebenarnya menjabat sebagai Bupati di wilayah Jawa Tengah dan bergabung dengan Pangeran Diponegoro untuk melawan penjajah Belanda.Mbah Irodikoro sendiri bisa sampai ke Blitar, karena bersama kawan kawannya sedang melarikan diri, bersembunyi dan berjuang dengan cara bergerilya melawan penjajah Belanda.Pangeran Diponegoro yang merupakan pemimpinnya sudah tertangkap oleh Belanda dan diasingkan ke Makasar. Kemudian, semua prajuritnya melarikan diri dan berjuang sendiri secara berkelompok dengan cara bergerilya. Dimana, Mbah Irodikoro sampailah di daerah Plosokerep Kota Blitar.”Saya sendiri mendapat cerita ini langsung dari bapak mertua yang merupakan keturunan langsung dari Mbah Irodikoro,” cerita Isman.Ketika berada di daerah Plosokerep Kota Blitar, Mbah Irodikoro menikah dengan seorang perempuan penduduk asli wilayah tersebut. Singkat cerita, kata Isman, Mbah Irodikoro mempunyai inisiatif untuk merintis pendidikan agama Islam di Plosokerep. Dengan alasan, karena saat itu di lokasi beliau tinggal masih banyak masyarakat yang awam dengan Islam. Padahal, Mbah Irodikoro sendiri merupakan sosok muslim yang taat, sehingga beliau berfikir untuk mengenalkan Islam ke masyarakat.Akhirnya, Mbah Irodikoro mendirikan suatu tempat ibadah yang bisa multifungsi. Artinya, tidak hanya digunakan sebagai tempat ibadah saja, tetapi juga sebagai tempat pendidikan agama Islam.”Setelah menikah, Mbah Irodikoro mendirikan suatu tempat ibadah Mushala atau Langgar An Nur yang sampai saat ini disebut sebagai Langgar Gantung. Ketika itu, beliau rutin mengumpulkan masyarakat dan anak-anak di sekitar Langgar untuk diberi pendidikan Islam. Hal itu terus dilakukan Mbah Irodikoro sampai Islam juga berkembang di wilayah Kota Blitar,” ucapnya.Bangunan Langgar An Nur atau Langgar Gantung ini memang sangat berbeda dengan bangunan tempat ibadah lainnya. Ada satu alasan yang membuat Mbah Irodikoro membangun Langgar An Nur dalam kondisi menggantung atau seperti rumah panggung. Sesuai cerita turun temurun yang diterima Isman adalah, waktu itu di Plosokerep kondisinya masih hutan belantara dan masih banyak hewan buas. Akhirnya, Langgar dibangun sedemikian rupa untuk menghindari hewan buas.”Alasan model bangunan dibuat panggung itu, karena dulu di Plosokerep kondisinya masih hutan belantara dan masih banyak hewan buas. Bangunan ini untuk menghindari hewan buas masuk,” tutur Isman.Meski sudah berusia 199 tahun atau hampir dua abad, bangunan Langgar An Nur atau Langgar Gantung di Plosokerep Kota Blitar masih terlihat kokoh. Konstruksinya merupakan kombinasi kayu dan bambu dengan gaya arsitektur rumah jawa model atap limasan. Secara keseluruhan, kontruksi pilar dan lantai Langgar berbahan kayu, serta bagian dinding dan plafon terbuat dari anyaman bambu.Bagian pintu masuk Langgar model kupu tarung dan pada bagian kanan dan kiri pintu terdapat jendela semi terbuka serta bagian teras atau serambi di bagian muka langgar.Saat masuk kedalam Langgar, di bagian tempat Imam Shalat juga terdapat ornamen ukiran kayu, di bagian kanan kirinya juga terdapat ornamen ukiran kayu. Ketika berada di Langgar ini akan tetap merasa sejuk, karena ada empat jendela ukuran lumayan lebar yang posisinya dua di sisi kiri dan dua di sisi kanan.Tak hanya itu saja, di Langgar Gantung ini juga ada sarana prasarana berupa Bedug. Pengelola Langgar, menempatkan Bedug itu di serambi Langgar dan usianya juga sama dengan usia bangunan Langgar. Dulu, sarana prasarana Bedug ini dilengkapi dengan kentongan dan dibunyikan sebagai sarana memanggil masyarakat datang ke Langgar untuk menunaikan salat jamaah, karena dulu belum ada pengeras suara.”Bedug itu usianya sama dengan Langgar Gantung. Kalau dulu difungsikan untuk memanggil masyarakat agar datang ke Langgar untuk menunaikan shalat berjamaah,” jelasnya.Secara kasat mata memang bangunan Langgar An Nur atau Langgar Gantung ini masih terlihat kokoh. Tapi sebenarnya, Langgar Gantung di Plosokerep Kota Blitar ini sudah pernah direnovasi pada tahun 1995 yaitu di bagian atap seperti genteng serta kayu usuk dan kayu reng. Selain itu, bagian plafon juga diganti karena sudah lapuk dimakan usia. Awalnya, bagian plafon terbuat dari anyaman bambu, lalu pada renovasi pertama diganti dengan bahan triplek. Selanjutnya, di tahun 2023, bagian plafon dikembalikan lagi menggunakan anyaman bambu baru yang dipesan dari Tasikmalaya, Jawa Barat. Bagian lantai Langgar Gantung juga sudah sempat diganti, karena kondisi aslinya sudah lapuk termakan usia dan akibat bencana letusan gunung kelud.Pada bagian teras Langgar saat ini merupakan bangunan baru, dengan tujuan untuk memudahkan akses bagi para jamaah. Sebelumnya, hanya ada satu tangga untuk naik ke Mushala. Isman menuturkan, bagian kayu pilar jendela, pintu, bagian dinding yang terbuat dari anyaman bambu masih asli seperti semula Langgar dibangun.”Ada sebagian yang memang sudah direnovasi karena kondisinya sudah lapuk. Tapi secara umum bagian lainnya masih asli seperti semula Langgar dibangun,” tambahnya.Langgar An Nur atau Langgar Gantung ini masih aktif dipakai untuk Shalat Berjamaah. Apalagi saat bulan suci Ramadan seperti saat ini, juga dipakai untuk shalat tarawih. Lalu, paginya untuk tadarus ibu-ibu, dilanjutkan malam hari setelah Shalat Tarawih dipakai tadarus oleh jamaah laki laki.