Tanah Palestina tidak akan bisa kembali dan Masjid Al-Aqsha selamanya akan berada di tangan penjajah selama umat Islam tidak merebutnya dengan jalan Jihad Fi Sabilillah
Oleh: Hana Annisa Afriliani
InfoMalangRaya.com | SETELAH lebih dari sebulan penjajah ‘Israel’ membombardir Gaza, akhirnya pada tanggal 24 November terjadi gencatan senjata atau jeda kemanusiaan sementara. Salah satu yang mendorong gencatan senjata, sebagaimana diberitakan oleh banyak media, adalah karena Zionis hendak memulihkan perekonomiannya yang hampir ambruk karena perang ini.
Sebagaimana dilansir oleh cnbcindonesia.com (27-11-2023) bahwa setidaknya US$ 269 juta (sekitar Rp 4,1 triliun) per hari hilang di negeri itu. Perang Gaza dikatakan memberikan pukulan yang lebih besar terhadap perekonomian negara tersebut dibandingkan konflik-konflik sebelumnya. Hal ini ditegaskan lembaga pemerintah Moody’s dalam sebuah laporan berdasarkan perkiraan Kementerian Keuangan Israel.
Terlihat Zionis kewalahan dalam memerangi para pejuang pembebasan Palestina dan Masjid Al-Aqsha. Padahal mereka sudah didukung negara adidaya AS, Inggris, Jerman, Prancis dll.
Inilah bukti keberpihakan Allah pada kubu yang benar. Dunia sudah tersadar bahwa apa yang selama ini dinarasikan sebagai “teroris” nyatanya mereka adalah pejuang tangguh yang hendak mempertahankan negerinya dari rampasan penjajah.
Banyak video di media sosial yang memperlihatkan tentang kebaikan sosok Hamas, soal ketaatan mereka kepada Allah dan keberanian mereka menghadapi Zionis. Apalagi ketika terkuak banyak fakta kebaikan Hamas terhadap warga Israel yang ditawan. Mereka tak disiksa dan diperlakukan dengan hina. Sebaliknya, mereka diperlakukan sangat baik dan terhormat.
Adalah Danielle Aloni, seorang perempuan Israel yang disandera pejuang Brigade Izzuddin Al-Qassam, sayap militer Gerakan Perlawanan Islam (Al Harakah Al-Muqawwamah Al-Islamiyah atau Hamas) bersama anaknya, Emilia Aloni (6 th).
Danielle Aloni menulis surat untuk Hamas usai dibebaskan. Surat tersebut kemudian dirilis oleh media Al-Qassam.
Dalam suratnya, Danielle mengucapkan terima kasih kepada Hamas yang telah memperlakukan dirinya dan anaknya dengan sangat baik. “Putri saya merasa seperti seorang ratu di Gaza. Terima kasih atas waktu yang Anda (milisi Hamas) habiskan sebagai pengasuh,” ucap Danielle dalam surat itu.
Betapa indahnya akhlak seorang muslim, bahkan kepada tawanan sekali pun. Begitulah Islam mengajarkan kasih sayang kepada semua makhluknya. Wajar jika akhirnya dunia berbalik mengagumi sosok-sosok mujahidin Hamas.
Berbeda dengan pasukan pertahanan Israel atau IOF yang ramai diserang netizen Indonesia di media sosial. Bahkan atas nama gerakan “Julid Fii Sabilillah”, netizen Indonesia sibuk ‘berperang” melawan tentara Zionis –yang telah membantai anak-anak dan kaum perempuan—melalui media sosial.
Akun media sosial mereka diserbu netizen Indonesia sebagai bentuk pembelaannya kepada Palestina. Melalui serangan verbal netizen memenuhi akun-akun tentara Zionis di media sosial, membuat banyak tentara Israel yang terganggu psikologisnya.
Mereka akhirnya membatasi komentar, bahkan ada yang sampai menutup akunnya.
“Julid Fii Sabilillah” adalah aksi netizen Indonesia yang berkoalisi dengan Malaysia dalam melawan tentara Zionis Israel di media sosial. Menurut Erlangga Greschinov, sosok yang menjadi Komandan Satuan Operasi Khusus Netizen “Julid Anti-Israel” dalam sebuah cuitannya menjelaskan keberadaan gerakan ini.
Gerakan Julid Fii Sabilillah, kata @Greschinov, adalah gerakan yang berfokus untuk memerangi propaganda Zionis di media sosial.
Luar biasa! Kekompakan yang ditunjukkan oleh umat Islam dengan menyerang akun media sosial tentara Israel mampu membuahkan hasil yang diharapkan, yakni melemahkan mental para Zionis.
Palestina Merdeka dengan Jihad Fii Sabilillah
Agresi Israel terhadao Palestina yang sudah berlangsung kurang lebih sejak 75 tahun lalu ini harus menjadi perhatian seluruh umat Islam. Karena bagaimana pun, Palestina adalah tanah milik kaum muslimin.
Sejak zaman Khalifah Umar bin Khattab (tahun 637 Masehi), Uskup Sophronius telah menyerahkan Yerusalem (Baitul Maqdis) ke tangan kaum muslimin. Hal ini dikenal sebagai Al-Ahd Al-Umariyyah atau Perjanjian Umar.
Dengan perjanjian itulah, umat Islam di Yerusalem (Baitul Maqdis) hidup berdampingan secara damai dengan kaum Nasrani. Dalam perjanjian itu juga tertulis bahwa kaum Yahudi tidak diperkenankan tinggal di wilayah Yerusalem, karena penduduk Nasrani di Yerusalem sangat membenci kaum Yahudi yang telah membunuhi tawanan Nasrani di Persia.
Jelaslah bahwa status tanah Palestina merupakan tanah kharajiyah, yakni tanah milik kaum muslimin yang ditaklukkan secara damai (tanpa perangan). Status ini akan tetap melekat sampai hari kiamat.
Maka, umat Islam yang mendiami tanah tersebut, wajib mempertahankan tanah mereka sampai kapan pun juga. Oleh karena itu, umat Islam semestinya menolak “Two State Solution” (usulan Dua Negara Merdeka), karena jika itu terjadi artinya kita menyerahkan tanah milik kaum muslimin kepada kaum Yahudi.
Apa yang dilakukan oleh Zionis Israel kepada Palestina dengan direstui oleh AS merupakan bentuk penjajahan. Tak hanya merampas tanah kaum muslimin, mereka juga membantai jiwa-jiwa tak berdosa tanpa hak. Bahkan bangunan-bangunan, seperti rumah sakit, masjid, kamp pengungsian turut menjadi sasaran bombardir. Jelas ini merupakan genosida yang tak akan pernah selesai hanya dengan kecaman dan hujatan.
Bagaimana mungkin orang dijajah, dirampas haknya, lalu dunia ramai-ramai mengusulkan kata “damai”. Bagaimana jika hal itu terjadi kepada kita? Misalnya Kota Jakarta dan Bandung diduduki Belanda selama lebih 75 tahun, sudah jutaan anak-anak, wanita, para pejuang dibantai lalu, negara lain mengusulkan kata ‘damai’ dan membuat solusi Dua Negara di NKRI? Di mana Belanda dan Indonesia bisa hidup bareng? Apakah masuk akal?
Jika “Julid Fii Sabilillah” saja mampu melemahkan mental para tentara Israel, apa lagi jika Jihad Fii Sabilillah dilakukan? Tentu akan mengalahkan dan memukul mundur mereka dari peperangan alot ini.
Karena umat Islam secara jumlah tentu jauh lebih banyak daripada para zionis. Dan spirit ketika berperang dalam Islam, merupakan spirit mengejar syahid. Sehingga tak ada rasa takut di hati kaum muslimin dalam menghadapi musuh, karena yang diharapkan adalah mati syahid.
Sunggah jelaslah bahwa jihad merupakan ajaran Islam yang mulia. Maka, wajib bagi setiap individu muslim yang negerinya diserang untuk menegakkan jihad karena Allah saja.
Kesimpulanya, tanah Palestina tidak akan bisa kembali dan Masjid Al-Aqsha selamanya akan berada di tangan penjajah selama umat Islam tidak merebutnya dengan jalan Jihad Fi Sabilillah. Wallahu’ alam bis shawab.*
Penulis Buku dan Aktivis Dakwah
Palestina: Julid Fii Sabilillah & Jihad Fii Sabilillah
