InfoMalangRaya.com– Universitas-universitas terkemuka di Inggris telah dipengaruhi oleh agen-agen China, tekanan diplomatik dan berbagai tekanan tidak resmi yang mengakibatkan penyensoran di kampus, menurut dokumenter “Secrets and Power: China in the UK” yang ditayangkan pada 29 November oleh Channel 4 dalam program Dispatches.
Dokumenter itu mengatakan University of Nottingham menutup School of Contemporary Chinese Studies pada 2016 disebabkan adanya tekanan dari Beijing.
Bekas kepala institut tersebut, Prof Steve Tsang, secara terbuka mengkritik Partai Komunis China dalam beberapa kesempatan, tetapi pihak manajemen universitas meminta agar dia tidak berbicara kepada media selama kunjungan Xi Jinping ke Inggris pada 2015.
Dokumenter itu juga menyoroti Imperial College London. Dokumenter itu mengklaim seorang profesor ilmu komputer terkemuka di sana berkolaborasi dengan para peneliti di sebuah universitas China untuk menerbitkan makalah tentang penggunaan persenjataan AI yang dapat digunakan untuk memberikan manfaat bagi manusia.
Disebutkan bahwa Guo Yike, pendiri Imperial College Data Science Institute, sudah menulis delapan paper dengan para kolaborator dari Universitas Shanghai tentang penggunaan teknologi kecerdasan buatan (AI) untuk mengontrol kapal-kapal swakemudi. Pada 2019 Guo menandatangani kesepakatan riset dengan JARI, sebuah lembaga riset China yang memiliki hubungan dengan militer Tiongkok. Kesepakatan riset itu dihentikan pada 2021 dan Imperial College mengatakan sudah mengembalikan dana berkaitan dengan kemitraan itu.
Guo mengatakan paper yang ditulisnya bersifat “dasar” dan ditulis untuk membantu mengembangkan pengetahuan yang sudah mereka miliki dan bukan untuk memecahkan masalah tertentu di dunia nyata. Paper itu hanya berisi pandangan-pandangan keilmuan yang mungkin bermanfaat bagi masyarakat di seluruh dunia, kata Guo.
Dokumenter itu juga mengklaim berhasil mengungkap spionase China yang menarget para aktivis pro-demokrasi Hong Kong yang berada di Inggris.
Finn Lau, seorang aktivis yang menetap di Inggris yang diburu oleh polisi Hong Kong dengan hadiah HK$1 juta (sekitar £1 juta) , mengatakan dirinya didekati oleh seorang pria yang mengaku jurnalis Toronto Guardian bernama Richard Vong. Dalam rekaman pembicaraan video mereka, Vong bertanya perihal aktivitas Lau dan Global Detwin with China, kelompok kampanye yang mendesak kota-kota Inggris agar memutuskan kerja sama “kota kembar” dengan kota-kota di China disebabkan banyaknya pelanggaran HAM di sana.
Pihak redaksi Toronto Guardian mengatakan kepada pembuat dokumenter tersebut Dispatches bahwa tidak ada orang bernama Richard Vong yang pernah bekerja di medianya. ever worked there. Dalam pembicaraan telepon dengan Lau, “Vong” menolak untuk memberitahu bagaimana ejaan nama belakangnya dengan alasan itu “sangat personal”.
Tim Dispatches kemudian menggunakan perangkat lunak pengenalan wajah untuk melacak pria yang mengaku bekerja sebagai jurnalis itu. Hasil penelusuran menunjukkan orang itu adalah seorang pria Amerika yang bekerja sebagai guru bahasa Inggris di Shanghai.
Martijn Rasser, bekas intelijen senior di CIA yang diwawancarai oleh Dispatches, berkata, “Beijing bertindak dengan impunitas di Inggris dan mengabaikan kedaulatan Inggris”.*