



Sukhjinder adalah satu dari ratusan orang India yang ditipu oleh kelompok penyelundup migran ilegal.
- Penulis, Sarbjit Dhaliwal
- Peranan, BBC Punjabi
Seperti jutaan orang India lainnya, Sukhjinder bermimpi bisa pindah ke Amerika Serikat untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Namun impian itu kandas saat ia menjadi korban penipuan penyelundupan ilegal. Ia malah berakhir di Bali, Indonesia.
Kini memikirkan itu saja membuatnya merinding.
“Tulang punggung saya merinding setiap kali mendengar seseorang membicarakan keinginannya untuk ke luar negeri. Keputusan itu menghancurkan segalanya bagi saya,” kata pria berusia 35 tahun yang hanya menggunakan nama depan.
Sebagai warga yang tinggal di Tarn Taran, sebuah kota kecil di Punjab, Sukhjinder adalah satu dari sekitar 150 pria dan perempuan di India bagian utara yang ditipu oleh sebuah geng penyelundup migran.
Mereka memeras sejumlah besar uang dengan imbalan janji palsu untuk membantu mereka tinggal menetap di AS.
Pihak polisi mengatakan kelompok itu, yang isinya semua orang India, menerbangkan para korban ke destinasi-destinasi baru seperti Bali di Indonesia dan menyandera mereka selama berhari-hari untuk meminta uang tebusan dari keluarga mereka.
Mereka menduga geng itu memilih negara-negara seperti Indonesia atau Singapura karena tiket pesawat yang murah dan adanya fasilitas “visa on arrival” bagi warga India yang datang ke negara itu.
Selain Kota Punjab, orang-orang dari tiga kota lain, Haryana, Uttarakhand, dan Himachal Pradesh juga menjadi target, tambah pihak kepolisian.
Tahun lalu, pihak polisi mengatakan mereka telah menangkap ayah dan istri dari “ketua kelompok”, yakni Sunny Kumar dan menemukan uang senilai 15 juta rupee atau setara Rp2,69 miliar di rumah mereka di Punjab.
Sejauh ini, 11 orang telah ditangkap atas keterlibatan mereka dalam penipuan itu, kata polisi.
Namun, Kumar dan pimpinan kelompok lainnya masih buron, diyakini mereka sedang bersembunyi di Indonesia.
Polisi mengatakan mereka menghubungi pemerintah federal India untuk mengetahui keberadaan mereka. Mereka yang ditahan belum membuat pernyataan apa pun.
Di Indonesia, Kabid Humas Polda Bali Kombes Pol. Stefanus Satake Bayu Setianto mengatakan sampai saat ini pihak kepolisian belum menerima kabar tentang kasus tersebut dari Mabes Polri maupun pihak kepolisian India.
“Belum ada penyampaian dari kepolisian Mabes Polri dalam hal ini yang terkait dengan luar negeri. Yang kedua, belum ada penyampaian dari polisi dari Punjab terkait dengan [penyelundupan] imigran itu,” ujar Stefanus kepada BBC Indonesia.
Meski begitu, pihak Polda Bali akan ” tetap melakukan penyelidikan terkait hal ini”, sambungnya.
Bagaimana kelompok itu melakukan penipuan berkedok penyelundupan migran?
Kelompok itu, yang sudah aktif selama lebih dari dua tahun, seringkali menargetkan anak-anak muda yang kurang berpendidikan di Punjab.
“Para anggota kelompok mendekati korban-korban dengan janji akan membawa mereka ke Amerika Serikat lewat Meksiko,” kata Gursher Singh Sandhu, komisaris polisi Kota Mohali kepada BBC.
“Mereka akan menerbangkan pelanggan mereka ke luar negeri dan kemudian memaksa mereka untuk menelepon keluarga mereka dan berbohong bahwa mereka telah sampai dengan selamat, dan meminta keluarga mereka untuk membayar sejumlah uang kepada geng tersebut,” katanya.
Beberapa anggota kelompok itu, yang berbasis di Punjab, akan pergi dan mengumpulkan uang dari keluarga korban. Kemudian, kelompok itu akan menelantarkan para korban atau memesan tiket pesawat untuk mengembalikan mereka ke India, jelas Sandhu.
Pihak kepolisian mengatakan mereka telah menahan istri dan ayah dari terdakwa pemimpin kelompok penipuan.
Sukhjinder mengatakan ia pertama kali menghubungi Sunny Kumar pada Oktober ketika seorang kerabat mengatakan ia bisa membantu Sukhjinder pergi ke AS.
Kumar mengatakan kepada Sukhjinder ia akan membantunya jika ia membayar 4,5 juta rupee atau Rp812 juta.
Rencananya, Sukhjinder pertama-tama akan melakukan perjalanan ke Bali, lalu Kumar dan timnya akan memetakan rute baginya untuk sampai ke Meksiko dan kemudian ke AS.
Sukhjinder mengatakan dia mempercayai tawaran itu karena Kumar mengiriminya tiket ke Bali tanpa dia melakukan pembayaran di muka.
Pada 29 Oktober, dia naik pesawat ke Bali dari Delhi. Mulai dari titik itu, kondisinya berubah menjadi menyeramkan.
Sukhjinder mengaku dirinya disandera di lokasi yang tidak diketahui selama 23 hari.
“Saya dipukuli dengan sangat kejam sehingga saya tidak punya pilihan selain setuju untuk berbohong kepada keluarga saya.”
Ia mengatakan dia hanya diperbolehkan terbang kembali ke India jika keluarganya membayar 4 juta rupee atau Rp722 juta ke kelompok itu.
Ditipu demi mengejar kehidupan lebih baik di AS
Ini bukanlah pertama kalinya orang India mengambil langkah putus asa untuk bermigrasi ke AS.
Ribuan orang India memiliki impian ingin pindah ke luar negeri, terutama AS, dengan harapan mendapatkan kehidupan yang lebih baik.
Beberapa bahkan menjadi korban penyelundupan manusia karena keinginan mereka untuk mencapai mimpi itu.
Data pemerintah AS menunjukkan bahwa 19.883 orang India ditangkap saat memasuki negara itu secara ilegal pada 2020. Jumlahnya naik menjadi 30.662 tahun 2021 dan menjadi 63.927 pada 2022.
Sumber gambar, Getty Images
Foto ilustrasi Bandara Ngurah Rai di Bali. Kelompok penipu akan mengirimkan para korban tiket pesawat ke Bali dan menyandera mereka saat sampai tujuan.
Para ahli mengatakan walaupun kebanyakan keluarga berusaha masuk AS lewat Kanada, banyak yang akhirnya pergi ke Meksiko di mana mereka berhubungan dengan penyelundup yang menyuruh mereka melakukan perjalanan berbahaya melintasi perbatasan.
Banyak yang meninggal dunia dalam perjalanan.
Pekan lalu, empat anggota keluarga India ditemukan tewas di rawa sungai dekat perbatasan AS-Kanada. Pada Januari 2022, satu keluarga beranggotakan empat orang ditemukan meninggal kedinginan di dekat perbatasan.
Pada 2019, seorang gadis berusia enam tahun dari Punjab ditemukan tewas, yang secara ilegal memasuki AS dari Meksiko bersama ibunya. Tragedi ini memicu kemarahan yang meluas di India.
Ranjit Singh Ghuman, seorang ekonom dari Punjab, mengatakan situasi itu cukup mengkhawatirkan karena kurangnya lapangan pekerjaan di India. Data dari Survei Ekonomi India menunjukkan bahwa tingkat pengangguran mencapai 7,2% pada 2021 dan 2022.
“Kaum muda di sini frustrasi dan sangat menginginkan jalan keluar dari kehidupan mereka yang suram. Jadi mereka mengambil keputusan ekstrem seperti itu,” katanya, menambahkan bahwa pemerintah harus meningkatkan investasi untuk membuka lebih banyak lapangan pekerjaan.
Vishal Kumar, korban lain dari kelompok tersebut, setuju – dia mengatakan perasaan putus asa mendorongnya untuk mengambil langkah itu.
Setelah lulus SMA kelas satu, Kumar putus sekolah. Dia mengatakan dia sudah mencari pekerjaan sejak saat itu.
“Ketika saya mendengar tentang geng ini, saya pikir saya dapat kabur dari kehidupan ini dan membangun sesuatu dari nol di negara lain. Namun pada akhirnya saya harus membayar uang untuk menyelamatkan hidup saya sendiri,” katanya.
Pemerintah Daerah Punjab telah mengeluarkan undang-undang baru untuk mencegah praktik perdagangan manusia dan meluncurkan tindakan keras terhadap agen perjalanan palsu yang beroperasi di negara bagian tersebut.
Pada Februari, pihak otoritas setempat di daerah Jalandhar membatalkan izin dari ribuan konsultan imigrasi, agen pemesanan tiket internasional, dan pemilik pusat kursus bahasa Inggris atas tudingan penipuan.
Tapi Ghuman mengatakan bahwa meskipun sudah ada regulasi yang keras, agen palsu terus beroperasi tanpa hambatan di negara bagian itu.
“Proses hukum seringkali panjang dan rumit, sedangkan korban kebanyakan adalah petani kecil berpendidikan rendah,” katanya.
Sementara di kota kecil Tarn Taran, Sukhjinder khawatir akan nasibnya di masa mendatang.
“Saya menjual lahan pertanian saya dan meminjam uang untuk pergi ke AS. Sekarang kreditor meminta uangnya kembali dan saya tidak tahu harus berbuat apa,” katanya.