InfoMalangRaya.com– Presiden Portugal Marcelo Rebelo de Sousa mengatakan negaranya harus meminta maaf dan bertanggung jawab atas keterlibatannya dalam perdagangan budak transatlantik di masa lampau.
Dari abad ke-15 sampai ke-19, enam juta orang Afrika diculik dan secara paksa diangkut menyeberangi Samudera Atlantik dengan kapal-kapal Portugis dan dijual sebagai budak, kebanyakan di Brazil.
Di era kolonial negara itu – yang negara taklukannya termasuk Angola, Mozambik, Brazil, Tanjung Verde dan Timor Timur serta sebagian India – budak sering dianggap sebagai sumber kebanggaan oleh kebanyakan orang Portugis.
Berbicara dalam peringatan 1974 Carnation Revolution yang menumbangkan pemerintah diktator Portugal, hari Selasa (25/4/2023), Rebelo de Sousa mengatakan negaranya seharusnya tidak hanya meminta maaf tetapi juga berbuat lebih dari itu, meskipun dia tidak memberikan penjelasan lebih lanjut.
“Meminta maaf terkadang merupakan hal paling mudah untuk dilakukan: Anda meminta maaf, kemudian membalikkan badan, selesai,” ujarnya, seraya menambahkan bahwa negaranya harus “bertanggung jawab” atas apa yang telah dilakukannya di masa lalu guna membangun masa depan yang lebih baik.
Rebelo de Sousa membuat pernyataan itu setelah Presiden Brazil Luiz Inácio Lula da Silva, yang berada di negara itu dalam rangkaian kunjungan perdananya ke Eropa sejak terpilih sebagai presiden, menyampaikan pidatonya di parlemen Portugal. Brazil memperoleh kemerdekaan dari Portugal pada tahun 1822.
Robelo de Sousa mengatakan penjajahan Brasil juga memiliki sisi positif, seperti penyebaran bahasa dan budaya Portugis.
“[Tapi] sisi buruknya, eksploitasi masyarakat suku asli… perbudakan, pengorbanan kepentingan Brazil dan rakyat Brazil,” imbuhnya.
Kelompok hak asasi manusia terkemuka Eropa sebelumnya mengatakan Portugal harus berbuat lebih banyak untuk menghadapi masa lalu kolonialnya dan perannya dalam perdagangan budak transatlantik untuk membantu memerangi rasisme dan diskriminasi yang merebak saat ini.*