Kota Malang – Dua cabang olahraga yang selama ini jadi andalan Kota Batu di ajang Porprov IX Jatim 2025 malah tampil melempem. Paralayang dan downhill, dua nama besar yang kerap menyumbang medali, justru gagal bersinar saat bertanding di ‘rumah sendiri’.
Padahal, venue-nya pun sudah tak asing lagi. Gunung Banyak di Kelurahan Songgokerto, yang biasa jadi ladang emas paralayang Kota Batu, kali ini justru seperti tak bersahabat. Hasilnya, hanya satu perak dan satu perunggu. Itu saja.
Sementara di cabang downhill yang juga jadi unggulan, hasilnya tak jauh beda. Bermain di track Panderman Gravity Park atlet Kota Batu hanya mengoleksi satu emas, satu perak dan satu perunggu. Tak cukup untuk mengangkat peringkat Kota Batu ke atas. Padahal ekspektasi diawal cukup tinggi.
Yang bikin lebih miris, justru Kota Malang yang notabene tak punya gunung mampu melibas dengan raihan tiga emas di cabang paralayang. Ini semacam tamparan telak. Kota yang tak punya arena bermain paralayang justru mampu melampaui tuan rumah yang punya segalanya, venue, pengalaman, bahkan nama besar.
Bahkan di awal, Ketua Umum KONI Kota Batu, Sentot Ariwahyudi juga sangat optimistis, dua cabor tersebut bisa mendulang mendali bagi Kota Batu. Optimisme itu bukan tanpa sebab, melihat Porprov edisi sebelumnya, dua cabor itu jadi lumbung emas.
“Bermain di rumah sendiri, kami yakin downhill dan paralayang bisa jadi juara umum,” katanya beberapa waktu lalu.
Di awal, Sentot pun juga sudah mengultimatum para pengurus cabor, agar menurunkan para atlet terbaiknya. Karena Porprov bukanlah ajang untuk coba-coba.
Sementara itu, Ketua Fasida Jatim, Marsma TNI Reza R.R. Sastranegara, mencoba melihat dari sisi yang lebih luas. Baginya, semua yang bertanding adalah pemenang. Reza memang tak ingin para atlet tenggelam dalam kekecewaan. Dia ingin atmosfer kompetisi tetap positif. Namun tetap saja, menurutnya, harus ada evaluasi serius.
“Official akan memberikan data kepada kami apa yang perlu diperbaiki, baik dari sisi atlet maupun pengurus Fasida Jatim. Nanti kami sinkronkan untuk program pembinaan ke depan,” tuturnya.
Dia menyadari Porprov bukan sekadar soal medali. Tapi juga pembentukan karakter, mental bertanding dan daya juang.
“Yang penting itu mental juara. Atlet yang sudah berkompetisi di ajang besar, itu artinya sudah menang. Tinggal bagaimana mengasahnya lagi,” imbuhnya.
Evaluasi ini penting. Jangan sampai atlet paralayang dan downhill Kota Batu cuma jago kandang, yang bahkan saat di kandang pun kini justru keok.
Harus ada introspeksi dari hulu ke hilir. Soal latihan, soal strategi, hingga soal regenerasi atlet. Emas tidak akan datang hanya karena venue-nya di rumah sendiri. Dibutuhkan kerja keras yang lebih dari sekadar familiar dengan lokasi. (Red)