IMR – Pelecehan Seksual pada Anak, Fenomena yang Meresahkan

MALANG RAYA15 Dilihat

IMR – Upaya perlindungan anak harus diperkuat di Kota Malang. Karena selama 2024 kemarin, ada 440 lebih kasus kekerasan pada anak terjadi di Jatim. Rincian 27 persen atau 120 kasus merupakan kekerasan seksual.

Hal itu disampaikan Pengurus LPAI Jatim, Moch Isa Anshori, saat menjadi narasumber talkshow di program Idjen Talk. Yang disiarkan langsung Radio City Guide 911 FM, Jumat (28/2/2025).

Itulah sebabnya, Isa menilai penting dilakukan pengawasan berbasis masyarakat. Salah satunya melalui Sistem Perlindungan Anak di Tingkat Rumah Tangga (SPARTA), yang bisa dilakukan di Malang untuk mencegah kasus serupa terjadi kembali.

“LPAI turut membantu dalam pemberian edukasi pemahaman soal perlindungan anak terhadap apapun yang mengancam.”

“Tetapi perlu juga diperkuat tugas RT maupun RW, untuk memantau kerentanan pada anak di lingkungan sekitar,” tegasnya.

Dari sisi penegakan hukum, Kasat Reskrim Polresta Malang Kota, Kompol M. Sholeh menilai, kasus pelecehan seksual pada anak, menjadi fenomena yang meresahkan.

Dalam satu tahun terakhir, pihaknya sudah menangani enam kasus. Dua diantaranya, dilakukan ayah kandung kepada putrinya sendiri.

Menurut Sholeh, secara kuantitas angka pelecehan seksual di Kota Malang memang tidak terlihat banyak. Tapi hal itu menunjukkan krisisnya moral pelaku, dengan berbagai alasan klasik yang seharusnya bisa dikendalikan.

“Jika masyarakat akan melapor soal kasus pelecehan seksual pada anak, bisa langsung mendatangi pihak kepolisian beserta bukti kuat yang melengkapi.”

“Sedangkan untuk pemulihan mental korban, Polresta Malang Kota menggandeng Dinas Sosial,” jelas Kompol Sholeh.

Sementara itu, Dosen Psikologi Universitas Wisnuwardhana Malang, Sri Wiworo Retno Indah menyampaikan pandangannya, terkait fenomena pelecehan seksual. Terutama pada anak-anak.

Menurutnya, kondisi tersebut bisa terjadi karena berbagai faktor. Mulai dari perkembangan informasi di media sosial, pengaruh lingkungan, hingga adanya peluang.

“Beberapa tindakan preventif bisa dilakukan. Mulai dari pemberian pemahaman pada orang tua terkait hak dan perlindungan terhadap anak, termasuk edukasi pada anak itu sendiri soal batasan yang masih jadi kendalinya,” kata Sri Wiworo.

Sri juga menjelaskan dampak yang didapat anak, sebagai korban pelecehan sangat bervariasi. Mulai dari stres, sampai potensi korban menjadi pelaku karena tekanan sosial dari victim blaming. (Faricha Umami/Ra Indrata)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *