InfoMalangRaya.com– Satu dari enam anak berusia 11-15 tahun menjadi korban perundungan siber pada 2022, menurut laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang dirilis hari Rabu (27/3/2024). WHO juga memperingatkan bahwa pandemi Covid-19 telah mengubah bagaimana remaja memperlakukan satu sama lain.
Studi itu, yang dilakukan di 44 negara, mengungkap bahwa kekerasan dari teman sebaya secara virtual semakin kerap terjadi selama masa lockdown. Anak usia sekolah yang melaporkan mengalami perundungan di dunia maya lebih banyak dibandingkan masa sebelum pandemi.
Direktur WHO Eropa Hans Kluge mengatakan temuan itu memberikan peringatan penting, karena kasus perundungan siber di kalangan remaja naik 13 persen dibandingkan 13 persen dari empat tahun silam.
“Ini merupakan isu kesehatan dan juga hak asasi manusia, dan kita harus bertindak untuk melindungi anak-anak kita dari kekerasan bahaya, baik di luar jaringan (offline) maupun di dalam jaringan (online),” kata Kluge.
Data dari 279.000 anak dan remaja di berbagai negara Eropa, Asia Tengah, serta Kanada menjadi basis dari studi tersebut.
Perundungan siber paling banyak dialami anak lelaki berusia 11 tahun dan anak perempuan berusia 13 tahun. Satu dari delapan remaja mengaku melakukan perundungan siber terhadap orang lain, lansir RFI.
Bulgaria, Lithuania, Moldova, dan Polandia merupakan negara dengan kasus perundungan siber terbanyak di kalangan anak lelaki, sementara Spanyol paling sedikit.
Dengan kebiasaan remaja online sekitar selama enam jam sehari, fluktuasi sedikit saja dari tingkat perundungan berdampak besar pada kesehatan mental mereka, kata Kluge.
Dakwah Media BCA – Green
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal InfoMalangRaya (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Laporan itu menekankan perlunya pemantauan terhadap perundungan oleh teman sebaya dan mendorong diberikannya pendidikan yang lebih baik bagi remaja, keluarga dan sekolah tentang perundungan siber serta dampaknya.
Laporan itu juga mendesak diadakannya kebijakan untuk mengatur platform media sosial guna meredam kasus perundungan siber.*