Jember (IMR) – Proyek penulisan sejarah nasional Indonesia diharapkan tidak melupakan peran sejumlah tokoh dalam perjuangan bangsa, termasuk tokoh gerakan kiri Tan Malaka dan tokoh NU KH Hasyim Asyari.
Zainollah Ahmad, sejarawan dan penulis sejumlah buku sejarah di Kabupaten Jember, Jawa Timur, berharap, tim penggarap sejarah nasional Indonesia tersebut akan benar-benar menghasilkan karya yang obyektif. “Tidak ada kepentingan-kepentingan yang katakanlah dititipkan,” katanya, Rabu (9/7/2025).
Peran tokoh seperti KH Hasyim Asyari dan Tan Malaka, menurut Zainollah, hendaknya bisa disebutkan dalam sejarah nasional Indonesia. “Meskipun katakanlah Tan Malaka dikenal sebagai tokoh kiri dalam sejarah kemerdekaan Indonesia,” katanya.
Tokoh-tokoh kunci dan penting dalam peristiwa bersejarah Reformasi, menuut Zainollah, juga perlu dimasukkan dalam buku sejarah nasional Indonesia.
Zainollah semula optimistis dengan penulsan sejarah ini. “Namun melihat tenggat waktu yang diberikan kepada tim untuk menggarap dan harus selesai Agustus ini. saya jadi pesimistis,” katanya.
Menurut Zainollah, pengerjaan naskah sejarah nasional sejak masa Orde Baru senantiasa diberi waktu cukup lama oleh pemerintah. Tim penulis diberi kesempatan untuk membuat kajian yang komprehensif. “Tentunya tak butuh waktu secepat sekarang,” katanya.
Hal berikutnya yang membuat Zainollah pesimistis adalah keanggotaan tim. “Kebanyakan bukan ahli dari sumber-sumber yang ada kan, misalnya saja ahli sejarah klasik. Saya tidak melihat kompetensinya seperti pada tim penulisan SNI sebelumnya maupun Indonesia dalam Arus Sejarah (IDAS),” kata Zainollah.
Blak-blakan Zainollah menyebut tokoh yang terlibat penulisan ‘asal comot’. “Lebih kuat pada tim ahli sejarawan era kemerdekaan dan sebagainya. Para ahli sejarah klasik banyak yang tidak terakomodasi,” katanya.
“Saya tidak paham apakah itu ada niatan politis dengan tidak mengakomodasi sejarawan ahlinya. Namun itu banyak diperbincangkan juga,” kata Zainollah.
Dengan terbatasnya tenggat waktu, Zainollah berharap tim yang dipimpin Susanto Zuhdi bisa meninjau ulang dan merevisi karya mereka jika ada kekurangan. “Misalnya saja ada potensi tokoh yang mungkin tidak dimasukkan, seperti keterlibatan tokoh NU dalam Kamus Sejarah Indonesia Jilid I yang diterbitkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada 2017,” katanya.
Zainollah mengingatkan, proyek besar buku sejarah yang dikerjakan terburu-buru karena dikejar tenggat berpotensi memunculkan distorsi. “Sejarah itu harus ditulis secara utuh. Misalnya mulai dari masa prasejarah, masa klasik, masa Islam dan kolonial, hingga masa kemerdekaan dan Reformasi. Itu tentu akan membutuhkan kajian yang tidak sebentar. Pasti butuh waktu lama,” katanya.
Jika ada kekurangan dalam penulisan sejarah nasional Indonesia, menurut Zainollah, bangsa Indonesia yang akan menanggung kerugian. “Mungkin ada semacam sejarah yang katakanlah tidak terungkap, ada sejarah yang dimanipulasi, didistorsi, bahkan juga pengaburan. Kita jaga jangan sampai terjadi,” katanya.
Zainollah mengatakan, komunitas pecinta dan penulis sejarah di Jember akan memantau dan mencermati perkembangan penulisan sejarah nasional Indonesia tersebut. “Paling tidak kami berharap lebih bagus daripada sebelum-sebelumnya,” katanya. [wir]