Soal Sampah TPA Tlekung, Warga dan Pemkot Batu Tak Sejalan

Oleh admin

InfoMalangRaya – Permasalahan sampah di tempat pembuangan akhir (TPA) Tlekung tak kunjung beres. Apalagi, masyarakat menilai bahwa penanganan masalah sampah di TPA Tlekung yang belum rampung, tak sejalan dengan keterangan Pj Wali Kota Malang, Aries Agung Paewai.  Kepala Desa Tlekung Mardi mengatakan, sebenarnya, di dalam area TPA Tlekung terdapat tiga mesin incinerator yang berfungsi untuk membakar sampah. Namun menurutnya, ketiga mesin tersebut belum difungsikan secara optimal. 
“Sebetulnya dari Pemkot menginginkan satu untuk residu Tlekung, satu untuk residu di kota dan yang satu untuk menyelesaikan sampah yang ada. Tapi masyarakat itu nggak mau, maunya masyarakat, ketiga mesin digunakan untuk menghabiskan sampah yang ada,” jelas Mardi.  Pasalnya, keberadaan sampah yang ada di TPA Tlekung sudah sangat menumpuk. Hal itu dinilai sangat membahayakan. Masyarakat sudah terdampak oleh tingginya tumpukan sampah di TPA Tlekung yang sudah menggunung. Mulai dari bau menyengat, kekhawatiran sumber air masyarakat yang tercemar, hingga longsor.  “Sampahnya sudah tinggi sekali. Kalau ada hujan besar, khawatir longsor, akhirnya nanti banjir bisa ke Dusun Gangsiran Ledok, termasuk ke Junrejo, akhirnya banjir diikuti tumpukan sampah. Sangat berbahaya,” terang Mardi.  Lebih lanjut, masyarakat tidak mengharuskan sampah di TPA Tlekung langsung habis 100 persen. Namun, masyarakat berharap ada upaya penanganan pengelolaan sampah di TPA Tlekung yang maksimal oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Batu.  “Semua masyarakat itu tidak mengharuskan sampah itu habis 100 persen, yang penting itu ada penanganan yang maksimal. 10 sampai 20 persen itu saja, sampah sudah terlihat berkurang. Masyarakat sudah menerima,” ujar Mardi.  “Tetapi kalau nggak bisa ya lebih baik ditutup. Sebenarnya orang Tlekung itu sudah paling enak. Tapi Pemkot belum bisa menerima,” pungkas Mardi.  Sementara itu, melalui keterangan resminya, Pj Wali Kota Batu Aries Agung Paewai mengaku telah menjalankan seluruh hal yang menjadi tuntutan warga terkait TPA Tlekung. Terutama tuntutan yang disampaikan warga hingga berujung pada penutupan TPA Tlekung 30 Agustus 2023 silam.  Ketiga yakni pemerintah sepakat untuk tidak memperluas TPA Tlekung, keempat Pemerintah telah melakukan kajian TPA di beberapa lokasi. Kelima yakni optimalisasi TPS3R di masing-masing desa dan kelurahan dan keenam penyusunan SOP yang transparan di TPA Tlekung. Bahkan Aries menilai bahwa tuntutan yang disuarakan oleh massa aksi dalam unjuk rasa Senin (8/1/2024) di Balai Kota Among Tani tidak berdasar. Sebab menurutnya, dirinya telah berkeliling untuk memantau langsung pengelolaan sampah di Kota Batu. 
Baca Juga :
Kejari Tetapkan Kadinkes Kota Batu Tersangka Korupsi Pembangunan Puskesmas Bumiaji

“Dan atas nama Pemerintah Kota Batu, kami telah memenuhi semua point-point yang menjadi tuntutan warga Desa Tlekung pada tanggal 29 Juli 2023 lalu,” terang Aries.  Selain itu dirinya mengataan  bahwa saat ini perkembangan pengelolaan sampah di Kota Batu malah menunjukan progress yang bagus. Pertama, sudah datang 3 mesin incinerator di TPA Tlekung yang telah beroperasi untuk mengolah sampah residu zero waste sehingga tidak menghasilkan limbah baru baik berupa air lindi maupun timbunan sampah baru. “Sampah di TPA saat ini sudah langsung diolah sehingga zero waste dengan mesin incinerator. Dengan demikian, sampah yang masuk tidak menimbulkan limbah baru, baik air lindi maupun tumpukan sampah baru,” terangnya. Ia juga mengaku selalu melakukan pengecekan secara rutin kinerja mesin incinerator di TPA Tlekung. Dimana 3 unit mesin tersebut bekerja 14 jam yang dibagi 1 unit mesin untuk pengelolaan sampah yang masih tersisa di TPA Tlekung, 1 unit mesin untuk pengelolaan sampah setiap harinya yang masuk ke TPA Tlekung dan langsung diproses, dan 1 unit mesin lagi untuk pengolahan sampah khusus dari Warga Desa Tlekung. Sementara itu, hal senada juga disampaikan oleh seorang warga lain, Rakasiwi (35). Menggunungnya sampah memberikan dampak pada hampir seluruh warga di Kecamatan Junrejo. Namun yang terparah memang di Desa Tlekung.  “Se Kecamatan Junrejo, namun memang paling parah di Desa Tlekung,” ujar pria yang akrab disapa Raka ini. Raka merupakan warga Desa Giripurno Kecamatan Bumiaji, yang sehari-harinya kerap melintas di sekitar wilayah Tlekung.  “Masyarakat itu masih banyak menolak. Karena polusi udara, bau dan pencemaran lingkungan air lindi,” imbuhnya. 

Kamu mungkin menyukai berita ini

Tinggalkan komentar