InfoMalangRaya.com– Kekhawatiran menghantui orang Suriah di Austria, setelah pemerintah setempat memutuskan mencabut status pengungsi dan akan memulangkan mereka kembali ke negara asalnya, menyusul tumbangnya rezim Bashar Assad.
Pengungsi Suriah bernama Khaled Alnomman mengaku berusaha keras untuk berintegrasi sejak melarikan diri ke Austria 10 tahun silam, belajar bahasa Jerman sampai lancar, mendapatkan pekerjaan sebagai tukang bangunan dan mengajukan status kewarganegaraan.
Bungsu dari keempat anaknya dilahirkan di Austria dan tiga lainnya merasa sudah seperti orang Austria karena mereka dibesarkan di negara bersalju itu.
Namun, ketika mereka menyambut gembira kejatuhan rezim Assad pada bulan Januari, kehidupan mereka menjadi tidak jelas setelah mendapatkan sebuah surat dari otoritas Austria yang menyatakan bahwa status penging mereka akan dicabut.
“Rasanya seperti pisau menikam jantung,” kata pria berusia 42 tahun itu kepada AFP, dengan ekspresi menahan emosi.
Sentimen anti-migran semakin marak di masyarakat Austria, terlebih ketika seorang remaja 14 tahun tewas dan lima lainnya terluka akibat aksi penikaman yang dilakukan oleh pria berusia 23 tahun pencari suaka asal Suriah di kota Villach.
Meskipun seorang pengungsi Suriah lain dipuji sebagai pahlawan setelah menabrakkan mobilnya guna menghentikan aksi pelaku, Alnomman mengatakan peristiwa itu merupakan “bencana” bagi orang Suriah yang tinggal di negeri bersalju itu.
“Kejadian itu berdampak sangat buruk bagi kami. Disebabkan Si Bodoh itu, sekarang kami semua harus menanggungnya,” ujar Alnomman.
Sejumlah negara Eropa menghentikan permohonan suaka dari orang-orang Suriah pada bulan Desember 2024, setelah rezim Assad digulingkan dan mendorong banyak orang Suriah ingin pulang kembali ke kampungnya.
Namun, Austria – yang menampung hampir 10.000 pengungsi Suriah – bertindak lebih jauh dengan menghentikan program reunifikasi keluarga pengungsi dan mulai mencabuti status pengungsi sekitar 2.900 orang Suriah, menurut data terbaru.
Pemerintah koalisi yang baru mendapatkan tekanan dari oposisi kanan-jauh Partai Kebebasan, yang muncul sebagai partai terbesar di usai pemilu Uni Eropa bulan September tahun lalu.
Partai itu juga berjanji akan memperluas penghentian program reunifikasi pengungsi dari negara-negara lain.
Para pakar suaka mengatakan bahwa surat pemberitahuan pencabutan status pengungsi tidak berarti orang-orang Suriah akan dilucuti dari haknya untuk tetap tinggal dalam waktu dekat. Namun, diakui surat itu memang menimbulkan keresahan di kalangan komunitas itu.
“Kami tidak bisa tidur waktu malam. Semua orang Suriah sekarang ketakutan,” kata Alnomman.
“Saya terus merasa tertekan sejak menerima surat itu,” imbuhnya.
“Mereka tidak menginginkan kami. Kesalahan apa yang sudah kami perbuat?” ujarnya keheranan.
Penghentian program reunifikasi sudah memukul banyak orang.
Ahmed Elgrk, pria berusia 37 tahun yang bekerja sebagai pengantar makanan di Vienna, terakhir kali melihat istri dan lima anaknya empat tahun silam ketika melarikan diri dari Suriah.
Dia berharap besar akan dapat membawa mereka ke Austria setelah mengumpulkan berkas dokumen yang diperlukan tahun lalu.
Dia bahkan sudah membeli tempat tidur untuk anak-anaknya yang berusia 4 sampai 14 tahun, ketika tiba-tiba menerima surat tentang pencabutan status suakanya. Dia kemudian mendapatkan pemberitahuan bahwa keluarganya tidak akan mendapatkan visa
.“Saya tertawa – bukan karena bahagia, tetapi karena kepedihan. Itu sangat menyakitkan bagi seluruh keluarga saya,” kata Elgrk kepada AFP.
“Selama empat tahun saya mengatakan kepada keluarga, ‘Sabar sedikit lagi, kita hampir sampai’. Saya sudah mempersiapkan segalanya,” kata pria asal Idlib tersebut, yang mengaku takut dipersekusi oleh pemerintahan baru yang dikuasai kelompok Muslim apabila dia kembali ke Suriah.
Austria menawarkan 1.000 euro kepada orang-orang Suriah yang bersedia dengan sukarela pulang ke negeri asalnya Sejauh ini hanya 100 orang yang mengambil tawaran itu, menurut data terbaru dari pemerintah.
Kementerian Dalam Negeri mengatakan pihaknya sedang mempersiapkan program repatriasi dan deportasi teratur ke Suriah, meskipun mengaku bahwa saat ini masih belum dimungkinkan dan masih belum dijamin hukum karena peraturannya belum ada.
Menteri Dalam Negeri Gerhard Karner bahkan mengaku akan berusaha melegalisasi “pemeriksaan acak” terhadap rumah-rumah tempat tinggal para pencari suaka asal Afghanistan dan Suriah, menyusul insiden penikaman di Villach.
Dia juga bertekad untuk “bekerja 24 jam” untuk meredam arus migram masuk ke Austria.*