Upaya pembunuhan kepada para Nabi dan para penyeru kebenaran berlangsung terus menerus, inilah Tafsir Ayat Akhkam Surat Ali Imran Ayat 20
InfoMalangRaya.com | TAFSIR ayat akhkam kali ini mengulas Surat Ali Imran ayat 20 tentang
فَاِنْ حَاۤجُّوْكَ فَقُلْ اَسْلَمْتُ وَجْهِيَ لِلّٰهِ وَمَنِ اتَّبَعَنِ ۗوَقُلْ لِّلَّذِيْنَ اُوْتُوا الْكِتٰبَ وَالْاُمِّيّٖنَ ءَاَسْلَمْتُمْ ۗ فَاِنْ اَسْلَمُوْا فَقَدِ اهْتَدَوْا ۚ وَاِنْ تَوَلَّوْا فَاِنَّمَا عَلَيْكَ الْبَلٰغُ ۗ وَاللّٰهُ بَصِيْرٌۢ بِالْعِبَادِ
“Kemudian jika mereka membantah engkau (Muhammad) katakanlah, “Aku berserah diri kepada Allah dan (demikian pula) orang-orang yang mengikutiku.” Dan katakanlah kepada orang-orang yang telah diberi Kitab dan kepada orang-orang buta huruf, ”Sudahkah kamu masuk Islam?” Jika mereka masuk Islam, berarti mereka telah mendapat petunjuk, tetapi jika mereka berpaling, maka kewajibanmu hanyalah menyampaikan. Dan Allah Maha Melihat hamba-hamba-Nya.” (QS: Ali-Imran [3] : 20).
Pertama, tiga macam dosa besar
Pada ayat sebelumnya, Allah memberikan kesempatan kepada Ahlul Kitab dan orang-orang Musyrikin untuk masuk Islam. Namun pada ayat ini Allah memberi ancaman kepada orang-orang kafir yang membunuh para Nabi dan para penyeru kebenaran bahwa mereka akan mendapatan adzab yang pedih.
Ayat ini menyebutkan 3 macam dosa besar :
a). Mengkufuri ayat-ayat Allah
b). Membunuh para Nabi
c). Membunuh para penyeru kebenaran
Abu Ubaidah bin Jarrah meriwayatkan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda “Bani Israel membunuh 43 Nabi di awal hari dalam waktu yang bersamaan. Lalu orang-orang saleh dari mereka yang berjumlah 112 orang, melakukan amar ma’ruf nahi mungkar.
Lalu pada sore harinya di hari itu juga ke 112 orang shaleh tersebut juga mereka bunuh. Mereka inilah yang disebutkan di dalam ayat ini (Ali-Imran [ 3 ] : 21 -22)
Kedua, pembunuhan para penyeru kebenaran
Firman-Nya
وَّيَقْتُلُوْنَ الَّذِيْنَ يَأْمُرُوْنَ بِالْقِسْطِ مِنَ النَّاسِ
“dan membunuh para nabi tanpa hak (alasan yang benar) dan membunuh orang-orang yang menyuruh manusia berbuat adil”
Imam Al-Qurthubi berkata; “Ayat ini menunjukkan bahwa amar ma’ruf dan nahi mungkar hukumnya wajib bagi umat-umat terdahulu.”
Amar ma’ruf dan nahi mungkar adalah pembeda antara-antara orang-orang beriman dan orang-orang munafik. Allah berfirman tentang ciri-ciri orang munafik,
اَلْمُنٰفِقُوْنَ وَالْمُنٰفِقٰتُ بَعْضُهُمْ مِّنْۢ بَعْضٍۘ يَأْمُرُوْنَ بِالْمُنْكَرِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمَعْرُوْفِ وَيَقْبِضُوْنَ اَيْدِيَهُمْۗ نَسُوا اللّٰهَ فَنَسِيَهُمْ ۗ اِنَّ الْمُنٰفِقِيْنَ هُمُ الْفٰسِقُوْنَ
“Orang-orang munafik laki-laki dan perempuan, satu dengan yang lain adalah (sama), mereka menyuruh (berbuat) yang mungkar dan mencegah (perbuatan) yang makruf dan mereka menggenggamkan tangannya (kikir). Mereka telah melupakan kepada Allah, maka Allah melupakan mereka (pula). Sesungguhnya orang-orang munafik itulah orang-orang yang fasik.” (QS. At-Taubah [9] : 67).
Kemudian Allah menyebutkan ciri orang-orang beriman,
وَالْمُؤْمِنُوْنَ وَالْمُؤْمِنٰتُ بَعْضُهُمْ اَوْلِيَاۤءُ بَعْضٍۘ يَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُقِيْمُوْنَ الصَّلٰوةَ وَيُؤْتُوْنَ الزَّكٰوةَ وَيُطِيْعُوْنَ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ ۗاُولٰۤىِٕكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللّٰهُ ۗاِنَّ اللّٰهَ عَزِيْزٌ حَكِيْمٌ
”Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, melaksanakan salat, menunaikan zakat, dan taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka akan diberi rahmat oleh Allah. Sungguh, Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana.” (QS. At-Taubah [9] : 71).
Berkata Al-Qurthubi: “amar ma’ruf dan nahi mungkar tidak boleh sembarangan dilakukan oleh setiap orang, tetapi dilakukan oleh Sulthan (pemerintah), karena merekalah yang mempunyai wewenang untuk menegakkan hukuman “al hudud“ , menerapkan “ta’zir” (hukuman yang bentuknya diserahkan kepada kebijakan pemerintah) memenjarakan seseorang, mengasingkan orang yang perlu diasingkan”.
Dalil bahwa amar ma’ruf dan nahi mungkar dilakukan oleh pemerintah adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.
اَلَّذِيْنَ اِنْ مَّكَّنّٰهُمْ فِى الْاَرْضِ اَقَامُوا الصَّلٰوةَ وَاٰتَوُا الزَّكٰوةَ وَاَمَرُوْا بِالْمَعْرُوْفِ وَنَهَوْا عَنِ الْمُنْكَرِۗ وَلِلّٰهِ عَاقِبَةُ الْاُمُوْرِ
“(Yaitu) orang-orang yang jika Kami beri kedudukan di bumi, mereka melaksanakan shalat, menunaikan zakat, dan menyuruh berbuat yang makruf dan mencegah dari yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan.” (QS.Al-Hajj [78} : 41)
Apa yang disampaikan oleh Al-Qurthubi diatas dijelaskan dan dirinci oleh Ibnu Abdul Barri bahwa kemungkaran wajib dirubah oleh setiap orang yang mampu merubahnya. Jika tidak mampu maka dengan lisannya, dan jika tidak mampu, maka dengan hatinya.
Ini sesuai dengan hadits Abu Sa’id Al-Khudhri bahwa Rasulullah ﷺ bersabda;
عَنْ أَبِي سَعِيْدٍ الخُدْرِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ ﷺ يَقُوْلُ: «مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَراً فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَستَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَستَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الإِيْمَانِ» رَوَاهُ مُسْلِمٌ.
“Dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda, “Barangsiapa dari kalian melihat kemungkaran, ubahlah dengan tangannya. Jika tidak bisa, ubahlah dengan lisannya. Jika tidak bisa, ingkarilah dengan hatinya, dan itu merupakan selemah-lemahnya iman.” (HR: Muslim) [HR. Muslim, no. 49].
Para ulama berkata “amar ma’ruf nahi mungkar dengan menggunakan tangan adalah kewajiban pemerintah, dan dengan menggunakan lisan adalah kewajiban para ulama, sedangkan dengan hati adalah kewajiban orang-orang yang lemah.”
Al-Qurthubi berkata; “Ayat di atas menunjukan kebolehan amar ma’ruf nahi mungkar, walaupun ada ancaman pembunuhan.”
Ini dikuatkan dengan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala
يٰبُنَيَّ اَقِمِ الصَّلٰوةَ وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوْفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَاصْبِرْ عَلٰى مَآ اَصَابَكَۗ اِنَّ ذٰلِكَ مِنْ عَزْمِ الْاُمُوْرِ
“Wahai anakku! Laksanakanlah salat dan suruhlah (manusia) berbuat yang makruf dan cegahlah (mereka) dari yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpamu, sesungguhnya yang demikian itu termasuk perkara yang penting.” (QS. Luqman [31] : 17).
Kata (وَّيَقْتُلُوْنَ) “mereka membunuh.” Di sini digunakan kata kerja masa kini dan masa mendatang. Ini menunjukan bahwa upaya pembunuhan kepada para Nabi dan para penyeru kebenaran berlangsung terus menerus bahkan sampai zaman sekarang.
Kata (مِنَ النَّاسِ) “Dari golongan manusia. ” Ini menunjukan bahwa ada kelompok yang beramar ma’ruf nahi mungkar selain dari manusia, yaitu dari jin muslim dan dari malaikat.
Hal ini ditunjukan di dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala
وَإِذۡ صَرَفۡنَاۤ إِلَیۡكَ نَفَرࣰا مِّنَ ٱلۡجِنِّ یَسۡتَمِعُونَ ٱلۡقُرۡءَانَ فَلَمَّا حَضَرُوهُ قَالُوۤا۟ أَنصِتُوا۟ۖ فَلَمَّا قُضِیَ وَلَّوۡا۟ إِلَىٰ قَوۡمِهِم مُّنذِرِینَ
قَالُوا۟ یَـٰقَوۡمَنَاۤ إِنَّا سَمِعۡنَا كِتَـٰبًا أُنزِلَ مِنۢ بَعۡدِ مُوسَىٰ مُصَدِّقࣰا لِّمَا بَیۡنَ یَدَیۡهِ یَهۡدِیۤ إِلَى ٱلۡحَقِّ وَإِلَىٰ طَرِیقࣲ مُّسۡتَقِیمࣲ
یَـٰقَوۡمَنَاۤ أَجِیبُوا۟ دَاعِیَ ٱللَّهِ وَءَامِنُوا۟ بِهِۦ یَغۡفِرۡ لَكُم مِّن ذُنُوبِكُمۡ وَیُجِرۡكُم مِّنۡ عَذَابٍ أَلِیمࣲ
وَمَن لَّا یُجِبۡ دَاعِیَ ٱللَّهِ فَلَیۡسَ بِمُعۡجِزࣲ فِی ٱلۡأَرۡضِ وَلَیۡسَ لَهُۥ مِن دُونِهِۦۤ أَوۡلِیَاۤءُۚ أُو۟لَـٰۤىِٕكَ فِی ضَلَـٰلࣲ مُّبِینٍ
“Dan (ingatlah) ketika Kami hadapkan kepadamu (Muhammad) serombongan jin yang mendengarkan (bacaan Al-Quran), maka ketika mereka menghadiri (pembacaan)nya mereka berkata, “Diamlah kamu! (untuk mendengarkannya).” Maka ketika telah selesai, mereka kembali kepada kaumnya (untuk) memberi peringatan. Mereka berkata, “Wahai kaum kami! Sungguh, kami telah mendengarkan Kitab (Al-Quran) yang diturunkan setelah Musa, membenarkan (kitab-kitab) yang datang sebelumnya, membimbing kepada kebenaran, dan kepada jalan yang lurus. Wahai kaum kami! Terimalah (seruan) orang (Muhammad) yang menyeru kepada Allah. Dan berimanlah kepada-Nya, niscaya Dia akan mengampuni dosa-dosamu, dan melepaskan kamu dari azab yang pedih. Dan barang siapa tidak menerima (seruan) orang yang menyeru kepada Allah (Muhammad), maka dia tidak akan dapat melepaskan diri dari siksaan Allah di bumi, padahal tidak ada pelindung baginya selain Allah. Mereka berada dalam kesesatan yang nyata.” (QS. Al-Ahqaf [46] : 29-32).
Ketiga, gugur amal perbuatan mereka
اُولٰۤىِٕكَ الَّذِيْنَ حَبِطَتْ اَعْمَالُهُمْ فِى الدُّنْيَا وَالْاٰخِرَةِ ۖ وَمَا لَهُمْ مِّنْ نّٰصِرِيْنَ
“Mereka itulah orang-orang yang sia-sia pekerjaannya di dunia dan di akhirat, dan mereka tidak memperoleh penolong.”
Hukuman bagi orang-orang kafir yang membunuh para Nabi dan penyeru kebenaran adalah adzab pedih. Allah Swt menggambarkan sia-sianya amal mereka dan mereka tidak memperoleh pertolongan.
Kata (حبطت) artinya “sia-sia”. Kata ini, pada asalnya digunakan untuk menyebut binatang yang terkena penyakit karena menelan (memakan) sejenis tumbuhan yang beracun, sehingga mengakibatkan perutnya kembung hingga mati.
Kemudian kata ini digunakan untuk menyebut amal perbuatan orang kafir yang tidak diterima Allah. Artinya dia binasa di dalam api neraka akibat tertolak amal-amal kebaikannya.*/ Pusat Kajian Fiqih Indonesia (PUSKAFI), diasuh Dr. Ahmad Zain An Najah, M.A.
Leave a Comment
Leave a Comment