InfoMalangRaya – Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur (Jatim) menemukan buah basi dalam sajian program Makan Bergizi Gratis (MBG) di SMPN 13 Surabaya ketika melakukan inspeksi mendadak (sidak) pada Selasa, (25/2/2025) kemarin. Selain adanya makanan basi, Ombudsman juga memiliki sederet catatan. Kepala Keasistenan Pencegahan Maladministrasi Ombudsman RI Perwakilan Jatim Ahmad Azmi menyebut, pihaknya menemukan buah tidak layak konsumsi pada saat sidak. Temuan itu juga divalidasi dari hasil interaksi dengan para siswa.
Baca Juga :
Wahyuni Luncurkan Novel Bumi Lorosae, Kisah Kemanusiaan Indonesia-Timor Leste
”Saat pemantauan, kami menemukan buah melon yang diberikan kepada siswa dalam kondisi tidak layak konsumsi. Sekitar 5-7 siswa di satu kelas yang kami tanya mengeluhkan hal ini,” kata Ahmad Azmi, Rabu (26/2/2025). Selain makanan basi, Azmi mengungkapkan ada tiga temuan utama yang menjadi catatan Ombudsman. Pertama, mengenai pendataan siswa yang tidak mencakup informasi alergi makanan. Permintaan data oleh Badan Gizi Nasional (BGN) hanya menyebut jumlah siswa, tanpa meminta data alergi. Praktis, tidak ada perbedaan menu yang diberikan kepada siswa yang memiliki alergi. “Akibatnya, siswa yang alergi tetap diberi makanan yang seharusnya dihindari. Ada yang alergi ayam, tetap diberi ayam,” papar Azmi. Catatan berikutnya adalah terkait tidak adanya mekanisme umpan balik dari siswa setelah mengonsumsi makanan. Dia bilang, siswa tidak diberi kesempatan untuk memberikan masukan tentang menu yang disajikan. Padahal, ia menegaskan bahwa Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik mewajibkan adanya instrumen penanganan keluhan. Selanjutnya, program MBG juga tidak dilengkapi dengan instrumen evaluasi kinerja. Ia mengatakan, BGN tidak memiliki alat ukur yang jelas untuk menilai sejauh mana program ini berhasil meningkatkan kecukupan gizi siswa. ”Pihak sekolah dan siswa tidak tahu apakah gizi anak-anak itu sudah mencukupi. Ini menjadi masalah serius karena tujuan utama MBG adalah memastikan siswa mendapatkan gizi yang cukup,” urainya.
Baca Juga :
Infrastruktur Siap, Surabaya Ajukan Bidding Tuan Rumah Porprov Jatim 2027
Sederet catatan tersebut mengindikasikan bahwa pengawasan dan manajemen dalam pelaksanaan program MBG masih lemah. Ia mendorong adanya perbaikan dalam mekanisme distribusi dan pengawasan kualitas makanan. Terlebih, program MBG yang diberikan kepada siswa ini justru sering datang terlambat di sekolah. “Makanan seharusnya sudah terhidang pukul 7 pagi, bukan baru sampai siang hari. Nah, ini kan berpengaruh terhadap kualitas makanan. Selain itu, kontrol kualitas harus dilakukan secara ketat dari dapur umum hingga ke sekolah,” ucapnya. Lebih lanjut, dia menyebutkan bahwa sejauh ini tidak ada pihak eksternal yang mengawasi Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) saat memasak dan mendistribusikan makanan sampai ke sekolah. Ini menjadi tanda tanya bagi Ombudsman. “Siapa yang akan mengawasi pelaksanaan harian program ini? Ini pertanyaan besar yang harus dijawab,” kata Azmi. Ke depan, pihaknya berencana melakukan kunjungan ke dapur umum penyedia makanan untuk memastikan akar masalahnya. “Kami juga akan menyampaikan temuan ini kepada Ombudsman pusat dan berharap ada tindak lanjut yang konkret dari BGN. Termasuk desentralisasi pengelolaan MBG agar lebih mudah dikontrol,” pungkasnya.