Ulama yang Dijemput Maut Saat Sujud

NASIONAL292 Dilihat

Sujud adalah keadaan dimana seorang hamba memiliki kedekatan kepada Sang Khaliq, dalam kisah, banyak orang shalih dan ulama yang dijemput saat sujud, siapa saja?
InfoMalangRaya.com | RASULULLAH ﷺ pernah mengtakan, keadaan yang paling dekat antara hamba dengan Rabb-nya saat ia sujud. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah ﷺ bersabda;
أَقْرَبُ مَا يَكُونُ العَبْدُ مِنْ رَبِّهِ وَهُوَ سَاجِدٌ ، فَأَكْثِرُوا الدُّعَاءَ
“Keadaan seorang hamba paling dekat dengan Rabbnya adalah ketika ia sedang bersujud, maka perbanyaklah berdoa saat itu.” (HR. Muslim, no. 482)
Jika ada seseorang yang wafat dalam keadaan sujud, berarti sesuatu yang istimewa. Menurut para ulama, itu merupakan salah satu tanda husnul-khatimah.
Banyak kisah yang menceritakan wafatnya orang shalih dan para ulama, baik di medan jihad, di penjara, yang semua dalam keadaan bersujud.
Para sejarawan Muslim telah mencatat adanya orang-orang pilihan seperti itu. Di antara mereka adalah para Sahabat, Tabi’in, Tabiut-Tabi’in, dan para ulama yang wafat dalam keadaan bersujud.
Wafat Saat Qiyamul-Lail
Abu Tsa’labah al-Khusyani termasuk dari kalangan Sahabat yang menjadi ulama besar. Setelah wafatnya Rasulullah ﷺ, beliau memilih tinggal di Syam.
Tidak hanya sebagai ulama pengasuh majelis ilmu. Abu Tsa’labah juga ikut serta di medan jihad. Waktu itu beliau ikut serta dengan Yazid bin Muawiyah dalam berjihad melawan Konstantinopel pada tahun 55 H. (Tarikh Dimasyq, 66/103, 104).
Abu Tsa’labah juga tergolong sebagai Sahabat yang ahli ibadah. Di malam hari ia selalu bertafakkur memandang langit, kemubeliaun masuk rumah, lantas melaksanakan qiyamul-lail. (al-Bidayah wa an-Nihayah, 9/11).
Mengenai wafatnya Abu Tsa’labah, seorang Tabi’in bernama Abu az-Zahariyah yang juga merupakan muridnya, berkisah:
“Aku pernah mendengar bahwa Abu Tsa’labah berkata, “Aku benar-benar mengharapkan Allah tidak mengambil nyawaku seperti mengambil nyawa kalian.”
Saat ia melaksanakan shalat malam, Allah mewafatkannya dalam kondisi sujud.
Di waktu yang bersamaan, anak perempuannya juga bermimpi bahwasanya ayahnya telah wafat, hingga ia terbangun tiba-tiba dan bertanya kepada ibunya, “Di mana ayah?”
Sang ibu menjawab, “Di mushala.”
Sang anak kemudian memanggilnya, namun tidak ada jawaban. Ia lantas mencoba untuk membangunkannya. Dan ia mendapati sang ayah sedang bersujud.
Anak itu kemudian berusaha menggerakkan tubuhnya. Ternyata tubuh sang ayah roboh ke samping, sudah dalam keadaan wafat. (Tarikh Dimasyq, 66/1040).
Sujud dalam Jihad
Ada lagi kisah tentang salah satu Sahabat Nabi ﷺ. Namanya Musa, putra Abu Musa al-Asy’ari RA.  Musa bersama sang ayah ikut berjihad untuk membebaskan Asbahan.
Kala itu di masa Khalifah Umar bin Khaththab RA. Pada saat berada di benteng Ilj, Abu Musa berdiri di depan benteng.
Bersamaan dengan itu, ada sebuah anak panah yang melesat mengenai punggung putranya, yang saat itu sedang melaksanakan shalat. Beliau pun syahid. (Tarikh Asbahan, 1/87).
Dari kalangan Tabi’in juga banyak yang wafat dalam kondisi husnul-khatimah. Misalnya Mujahid bin Jabr, ulama besar yang banyak mengambil ilmu secara langsung dari para Sahabat.
Mujahid termasuk seorang yang faqih sekaligus hafizh hadits. Beliau juga dikenal sebagai mufassir serta seorang yang zuhud.
Mengenai wafatnya, al-Hafizh Abu Nu’aim mengisahkan, “Mujahid wafat pada tahun 102, sedangkan ia dalam keadaan sujud.” (Siyar A’lam an-Nubala`, 4/449-457).
Ibnu Hibban juga menjelaskan tentang Imam Mujahid, “Ia lahir tahun 21. Ia termasuk ahli ibadah yang zuhud, juga menguasai fiqih dan memiliki sifat wara’. Ia wafat di Makkah dalam keadaan sujud pada tahun 102 atau 103.” (Masyahir Ulama al-Amshar, hal 133).
Nama lain dari kalangan Tabi’in yang bisa jadi teladan adalah Sufyan bin Sulaim. Ia termasuk ahli ibadah, imam dalam fiqih, hafizh Hadits, dan termasuk guru Imam Malik. (Tartib al-Madarik, 1/145).
Imam al-Ghazali menyebutkan bahwasanya Sufyan termasuk ulama yang amat kuat dalam melakukan ibadah. Ia menghidupkan seluruh malamnya untuk mendekatkan diri kepada Allah. (Ihya’ Ulumuddin, 1/359).
Dikisahkan oleh Imam al-Ghazali, jika di musim dingin, Sufyan berbaring di atap rumah agar tetap tidak tidur karena cuaca dingin. Jika musim panas, ia berbaring di dalam rumah agar tidak bisa tidur dikarenakan cuaca panas. Ia pun wafat dalam keadaan sujud.
Dalam doanya, Sufyan berkata, “Ya Allah, sesungguhnya aku mencintai untuk bertemu dengan-Mu, maka hendaklah Paduka mencintai pertemuan denganku.” (Ihya’ Ulumuddin, 4/412).
Wafat Bersujud di Depan Ka’bah
Simak pula kisah Ali bin al-Hasan. Sosok yang satu ini dijuluki sebagai sajjad, orang yang banyak bersujud (melaksanakan shalat). (al-Jarh wa at-Ta’dil, 6/179, 180).
Di masa Khalifah Abu Ja’far al-Manshur, Ali pernah ditahan dalam penjara. Para tahanan tidak mengetahui datangnya waktu shalat, tidak pula tahu kapan siang dan kapan malam. Mareka tahu datangnya waktu shalat bersebab bacaan al-Qur`an dan tasbih Ali.
Suatu saat, Abdullah bin Musa berkata kepada para penghuni tahanan lainnya, “Bangunkan keponakanku! Aku melihat ia tertidur dalam sujudnya!”
Para penghuni tahanan pun menggerak-gerakkan tubuh Ali bin Hasan. Ternyata mereka mendapatinya telah wafat. (Maqatil ath-Thalibin, hal 176, 177).
Ada lagi ulama yang bernama Muslim bin Muslim al-Hizami, atau dikenal sebagai Musa ash-Shaghir. Beliau adalah salah satu periwayat hadits dari kalangan Tabiut-Tabi’in. Yahya bin al-Qaththan mengisahkan, “Musa ash-Shaghir saat itu shalat di Hijr Ismail. Lantas ia berdoa kepada Allah. Ia pun akhirnya dicabut ruhnya dalam keadaan bersujud.” (dalam at-Tarikh al-Ausath, 2/73).*/

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *