InfoMalangRaya –
IMR, Jakarta: Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Nicholas Mandey menyoroti persoalan kelangkaan beras premium. Menurutnya, hal itu disebabkan karena peritel modern tidak mempunyai kemampuan untuk mengontrol dan mengatur suplai beras medium SPHP Bulog maupun beras premium lokal. “Karena kami tidak pernah memproduksi beras dan kami hanya menjual beras,” kata Roy dalam perbincangan bersama Pro 3 RRI, Senin (12/2/2024). Menurutnya, keterbatasan dari beras ini karena saat ini masa tanam dan belum masa panen. Sehingga, terjadi masalah produksi beras ini. “Ketika kita berharap adanya importasi yang masuk, ini tentunya proses yang masih berjalan,” ujarnya.Dengan demikian, beras yang diimpor itu belum diterima para peritel, Hal ini masih dalam proses impornya. “Baik itu siapa yang impor dan bagaimana pengapalan dan pengepakan dan seterusnya. Itu butuh waktu,” katanya.Di sisi lain, Roy menyoroti harga beras premium yang melonjak harganya. Menurutnya, harga beras premium antara Rp15.000 hingga Rp16.500 per kilogramnya.”Kalau Harga Eceran Tertinggi (HET) Rp13.900 per kilogram dan dengan harga Rp15.000-Rp16.500 per kg. Maka ada kenaikan di atas 20 persen,” ujarnya.Menurutnya, hal itu ditambah lagi dengan masa panen yang baru akan terjadi pada akhir Maret 2024 ini. Dengan demikian, otomatis suplainya menjadi terbatas dan deman-nya tetap atau meningkat. “Dengan kondisi ini maka harga cenderung naik,” ucapnya.Roy berharap pemerintah melalui Bulog dapat memperhatikan kondisi yang terjadi saat ini. Kemudian, untuk cadangan beras pemerintah juga perlu mendapatpembagian alokasi seperti bansos. “Bansos memang kan sampai tanggal 15 Februari nanti baru dimulai lagi,” katanya.Sehingga, kata dia, dapat kembali kepada Harga Eceran Tertinggi. seperti untuk jenis beras SPHP Bulog dapat didstribusikan kepada para peritel.”Ini bagaimna alokasi beras HET yang kita minta jaminan untuk bisa digelontorkan ke peritel dalam kemasan per 5 kg,” ujarnya.Selanjutnya, pihaknya dapat menjual dengan harga wajar atau dengan Harga Eceran Tertinggi. Sedangkan jika menjual beras premium dengan harga mahal maka akan menyebabkan kerugian.”Kalau rugi begini siapa yang menanggung. Kita sebagai pedagang tidak akan membeli mahal dan menjual rugi,” ucapnya.Lebih lanjut, menurut Roy, dalam penjualan beras ini juga harus memperhatikan sejumlah biaya yang dikeluarkan. Seperti, biaya listrik, toko, gudang dan biaya distribusi.”Kalau kerugian itu tentunya kita tidak akan membeli dengan harga tinggi dan mahal. Kita berharap harga sewajarnya sesuai HET,” kata Roy.