InfoMalangRaya.com – Mantan Perdana Menteri Malaysia, Mahathir Mohamad, mengatakan Amerika Serikat (AS) ingin Malaysia “menghentikan pengiriman bantuan kemanusiaan” ke Gaza, Anadolu Agency melaporkan.
“Amerika berpikir bahwa bantuan kemanusiaan tidak boleh diberikan ke Gaza. Hal ini karena dapat membantu Hamas untuk bertahan hidup,” tulis Mahathir di X pada Senin.
“Hal yang tepat untuk dilakukan, menurut Amerika, adalah bom dan roket dipasok ke Israel. Hal ini dapat membunuh warga Gaza Palestina yang dikatakan melindungi Hamas,” tambahnya.
Tentang bantuan Malaysia, ia mengatakan: “Jumlah uang yang sangat kecil hanya dapat membeli makanan dan minuman. Senjata sangat mahal, mencapai jutaan dolar.”
Negara tetangga Indonesia ini telah menyumbangkan lebih dari USD 4,2 juta dalam bentuk bantuan kepada warga Palestina sejak ‘Israel’ melancarkan perangnya pada tanggal 7 Oktober lalu.
Selain itu, Singapura juga telah memberikan komitmen tahunan sebesar USD 200.000 kepada badan pengungsi PBB untuk Palestina (UNRWA) dari tahun 2021 hingga tahun depan.
“Mungkin tidak ada Hamas. Hanya perempuan, anak-anak, dan bayi Palestina di Gaza yang akan terbunuh. Ini adalah kerusakan tambahan. Tidak apa-apa, menurut Amerika,” tambah Mahathir.
Entitas Zionis ‘Israel’ telah melancarkan serangan brutal ke Jalur Gaza sebagai pembalasan atas serangan Hamas pada 7 Oktober lalu, yang menewaskan 1.200 orang.
Namun, sejak saat itu, Haaretz mengungkapkan bahwa helikopter dan tank-tank penjajah ‘Israel’ telah membunuh banyak dari 1.139 tentara dan warga sipil yang diklaim oleh ‘Israel’ sebagai korban dari perlawanan Palestina.
Dakwah Media BCA – Green
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal InfoMalangRaya (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Lebih dari 35.000 warga Palestina telah terbunuh di Gaza, sebagian besar perempuan dan anak-anak, dan lebih dari 78.700 lainnya terluka, menurut otoritas kesehatan Palestina.
Lebih dari tujuh bulan setelah perang ‘Israel’, sebagian besar wilayah Gaza menjadi reruntuhan, mendorong 85 persen penduduk daerah kantong tersebut menjadi pengungsi internal di tengah blokade makanan, air bersih, dan obat-obatan yang melumpuhkan, menurut PBB.*