Jakarta – Cek Fakta: Kasus Ferdy Sambo kian hari makin membuat penasaran. Kasus merembet dan menyerempet hingga ke dugaan suap. Kabar terakhir menyebut Bareskrim menyita salah satu rumah mewah sambo yang ternyata terdapat bunker berisi uang Rp900 miliar.
Publik kini meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk mengikuti jejak aliran uang Ferdy Sambo.
“Polisi mengamankan rumah Sambo, termasuk yang di Jalan Bangka. Rumah Sambo yang di Jalan Bangka ini luar biasa mewahnya,” tulis salah satu pemilik akun telegram @opposite6890.
Ditambahkan, coba bandingkan dengan Anggota Polri lain yang sama pangkatnya sebagai Irjen, apakah sanggup mempunyai Rumah Semewah ini?
“Hanya Irjen Ferdi Sambo yang mampu memiliki Rumah Mewah seperti ini, itupun karena merangkap Bendahara 303,” tulisnya.
“Oh iya, terkait temuan Bunker dan Uang 900 Miliar di Rumah Mewah Sambo. Duitnya masih aman kan???” terang pesan yang disampaikan seraya menyertakan lokasi rumah mewah yang kabarnya milik Ferdy Sambo di Jalan Bangka XI A No.7, RT.2/RW.10, Pela Mampang, Kecamatan Mampang Prapatan, Kota Jakarta Selatan, Jakarta 12720 itu.
Praktisi hukum Syamsul Arifin mengatakan, belakangan akun-akun tersebut ramai menjadi konsumsi publik.
“Keingintahuan masyarakat besar terhadap pemberitaan yang ada. Ini diawali dengan terbongkarnya kebohongan yang diskenariokan Ferdy Sambo. Wajar ketika masyarakat memiliki referensi lain meski faktanya belum menjadi dasar dan bukti hukum,” jelas Syamsul Arifin pada Rabu, 17 Agustus 2022.
Ditambahkan Syamsul, ada ruang dan rasionalitas dalam dimensi yang digambarkan akun @opposite6890. Meski kabarnya berulang kali akun tersebut dimatikan.
“Ya ada kesamaan dengan informasi yang disampaikan akun itu dengan alur cerita polisi tembak polisi di awal ya. Kalau soal bunker bangka Rp 900 miliar bagi saya gak kaget. Ada baiknya Polri bisa menyampaikan hal ini. Tentu soal kebenarannya,” jelas Syamsul.
Sebab angka Rp 900 miliar itu begitu besar. “Apa iya sudah disita, apa benar ada dalam bunker itu. Seperti yang saya katakan di awal, ke kepoan publik ini yang harus diluruskan. Kalau tidak disampaikan, muncul kecurigaan-kecurigaan lain,” paparnya.
Dari isu bunker Rp 900 miliar tersebut, Syamsul Arifin berharap Polri juga mengusut soal adanya kejanggalan terkait permohonan perlindungan Putri Candrawathi.
LPSK kata dia, sudah menyampaikan ada kejanggalan dari permohonan perlindungan sebagai korban kekerasan seksual dengan pemohon istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, dalam kasus penembakan Brigadir J.
“Siapa yang mengajari Putri Candrawathi, untuk membuat laporan polisi terkait pelecehan itu. Apakah Ferdy Sambo sendiri atau pihak pengacara,” terangnya.
Sebab jika dianalisa ada dua kejanggalan. Salah satunya permohonan kepada LPSK yang berkaitan dengan dua laporan polisi (LP) bernomor sama namun bertanggal berbeda.
LP pertama yaitu LP/B/1630/VII/2022/SPKT/POLRES METRO JAKSEL/POLDA METRO JAYA tanggal 9 Juli 2022.
LP ini terkait dugaan tindak pidana kejahatan terhadap kesopanan dan perbuatan memaksa seseorang dengan kekerasan dan/atau ancaman kekerasan dan/atau kekerasan seksual.
LP kedua yaitu LP/368/A/VII/2022/PKT/POLRES METRO JAKSEL tanggal 8 Juli 2022 terkait dugaan tindak pidana percobaan pembunuhan.
“Dua LP itu siapa yang menyampaikan dan siapa yang membuat. Karena publik tahu bahwa LPSK untuk meminta keterangan dengan Putri Chandrawathi saja tidak bisa,” paparnya.
Hal-hal semacam ini merupakan kejahatan terselubung yang bisa mengaburkan peristiwa sesungguhnya dan menuding seseorang melakukan kejahatan.
“Sangat lucu, ketika orang yang melaporkan, lalu meminta perlindungan tapi yang mau dilindungi gak mau komentar. Baru terjadi di Indonesia,” timpalnya.
Maka, sambung Syamsul sangat wajar jika muncul desakan dari publik siapa sebenarnya pihak yang melaporkan dugaan pelecehan ini.
“Sampai sekarang kan tidak terbongkar siapa orangnya. Saya pun mengira Ibu Putri ini dalam posisi terdesak, karena sebuah skenario kejahatan bermain dengan waktu,” kata dia.
Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi juga membenarkan, bahwa pihaknya sejak awal berhati-hati dalam mendalami permohonan perlindungan dengan pemohon Putri Candrawathi.
“Memang ada yang ganjil, janggal, dalam proses ini, yang sudah kami singgung dalam rekomendasi,” jelas Edwin.
Edwin menitikberatkan dugaan kejanggalan pada terbitnya LP dengan nomor yang sama namun bertanggal beda, yakni terkait dengan percobaan pembunuhan dan pelecehan seksual, kedua terduga pelakunya adalah Brigadir J.
Ada satu fakta yang tidak terbantahkan pada peristiwa 8 Juli itu adalah bahwa Brigadir Yosua ditemukan dalam keadaan meninggal dunia akibat pembunuhan.
Anehnya lagi, mengapa tidak ada inisiatif untuk menerbitkan laporan ke polisi terkait dengan peristiwa pembunuhan Brigadir J.
Atas dugaan kejanggalan tersebut, LPSK merekomendasikan agar Inspektorat Pengawasan Umum Polisi Republik Indonesia (Irwasum) melakukan pemeriksaan atas dugaan ketidakprofesionalan dalam upaya menghalang-halangi proses hukum (obstruction of justice).
Termasuk pemeriksaan terkait dengan penerbitan dua LP bernomor sama namun bertanggal berbeda, serta tidak diterbitkannya LP Model A terhadap kematian Brigadir J sesaat setelah peristiwa.
Hingga akhirnya LPSK memutuskan untuk menolak atau menghentikan penelaahan terhadap Putri Chandrawathi karena memang tidak bisa diberikan perlindungan.
Sejalan dengan itu, fakta baru adanya dugaan bunker di Jalan Bangka Jalan Bangka XI A No.7, RT.2/RW.10, Pela Mampang, Kecamatan Mampang Prapatan, Kota Jakarta Selatan, Jakarta 12720 itu harus pula dibongkar kebenarannya. (Dis)