(Pestanya Para Politisi dan Mega Tengkulak Internasional)
Di tengah kegalauan ataupun kekacauan sekalipun, masyarakat di Negeri ini selalu punya cara tersendiri untuk menghibur dirinya, namun sekaligus juga bisa menyindir para pengambil kebijakan yaitu para politisi dan birokrat, itupun kalau yang disindir sadar akan hal itu. Akan tetapi mereka akan tersindir atau tidak sudah menjadi tidak penting lagi untuk dipikirkan. Sebab bagaimana masyarakat tetap dengan rasa cinta negerinya, dengan tidak membuat kekacauan terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara, itu yang lebih penting untuk dibaca.
Padahal hidupnya selalu dikacaukan oleh mereka dengan membuat kebijakan yang menekan kehidupan masyarakat dengan ketidak adilan hukum, sosial, ekonomi dan politik serta pajak yang semakin dirasakan mencekik.
Seperti halnya dalam kasus naiknya harga BBM, gas elpiji, byar-pet nya PLN, Murahnya harga Bawang, Cabe, Beras dll disaat para Petani sedang akan melakukan panen. Yang sering membuat Petani menjadi frustasi dan ramai-ramai mulai menjual tanah sawahnya kepada para pengembang bisnis perumahan dengan harga yang seringkali justru dibeli dengan sangat murah oleh para pengembang.
Atau seperti yang terjadi beberapa waktu yang lalu, terjadinya kelangkaan Minyak Goreng, kasus kelangkaan elpiji, dimana semua yang terjadi itu harusnya murni dibawah kendali pemerintah tapi justru diserahkan kendalinya pada pasar.
Kasus aneh yang cenderung remeh temeh dalam konteks teori keberdayaan sebuah negara ini, hanya terjadi di Negeri yang seolah penghuninya adalah makhluk Alien, sehingga semuanya di serahkan saja pada mekanisme pasar. Dan pasar membaca 240juta rakyat Indonesia tidak dibaca sebagai warga negara yang harus dilindungi hak hidupnya, tapi justru dibaca sebagai konsumen.
Yang kini bahkan kedaulatan politik sekalipun jadi sangat lemah dan cenderung jadi bulan-bulanan negara lain. Para Mega Tengkulak Internasional pun bisa ikut terlibat dalam penentuan Ketua Partai hingga seorang Presiden. Lalu para tengkulak dibawahnya akan menentukan naskah UU dan Perda dan yang lebih kecil lagi menentukan siapa yang akan menjadi kepala desa. Bahkan semua negara boleh berperang di dalam negara ini dengan alasan demokrasi dan pasar global, lalu mereka memainkan peran ketua politisi sebagai media untuk memasukkan produk atau bahkan mengelola asset negara.
“Sistem politik dan birokrasi saat ini, akan memaksa orang baik sekalipun akan menjadi penjahat” Kata Yusril Ihza Mahendra dalam pendapatnya di satu media nasional.
Hiruk-pikuk dan teriakan sebagian orang yang menyuarakan Demokrasi memang telah membuat bising di beberapa titik organ yang cukup vital. Apakah mereka bersuara lantang tentang demokrasi untuk menutupi kegilaan liberalisme yang sedang menggelinding dan semakin membesar ?
Ditengah ke tak-berdayaannya akibat gerusan bola salju liberalisme yang kian membesar dan semakin tak memanusiakan manusia tersebut. Masyarakat Indonesia masih bisa dan justru semakin kreatif membangun kekuatan atau daya hidupnya, agar dirinya masih bisa tertawa dibawah tekanan hidup yang kian menghimpit dan sudah terasa sampai di tenggorokan.
Beruntunglah pemerintah (politisi dan birokrat) karena di negeri ini masih terus dikabarkan ajaran tentang kesabaran, ke tawadhu an sehingga segala bentuk tekanan yang menyakitkan sekalipun, tidak menghasilkan kekacauan yang memporak porandakan kehidupan sosial, politik dan pembangunan, terutama kenyamanan dan kedamaian dalam kehidupan para koruptor.
Nashier Ngeblues