InfoMalangRaya – Setelah menggelar demontrasi kenaikan UKT(uang kuliah tunggal), Eksekutif Mahasiswa Universitas Brawijaya (EM UB) masih terus melakukan berbagai perlawanan. Paling anyar, EM UB mengirimkan sepaket kotak yang diberi nama “Kotak Reformasi” kepada Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Mendikbud Ristek) Nadiem Makarim. Kotak yang berisikan surat terbuka dan raket (bet) pingpong itu dikirim tepat setelah berlangsungnya demonstrasi terhadap Rektorat Universitas Brawijaya tentang kenaikan UKT.
Baca Juga :
Kosumsi Gula Berlebih Bisa Bikin Emosi Tidak Stabil? Begini Penjelasan Dokter
Presiden EM UB Satria Naufal mengatakan bahwa aksi mengirimkan surat terbuka dan raket pingpong dimaknai sebagai bentuk sarkasme yang melabelkan pemerintah dan kampus sedang melakukan politik pingpong dalam kondisi “mem-pingpong” nasib anak bangsa dengan menyalahkan satu sama lain. Tak hanya itu. EM UB juga mengeluarkan video animasi yang berjudul “Politik Pingpong”. Animasi itu berisikan Menteri Nadiem Makarim yang sedang bermain olahraga pingpong bersama pihak UB. Selain itu, terdapat animasi Tjitjik Sri sebagai sekdir dikti yang mengatakan “kuliah adalah kebutuhan tersier”. Dalam surat terbuka yang disampaikan EM UB kepada mendikbud terdapat tiga tuntutan sebagai berikut. 1. Menuntut Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi untuk mencabut Peraturan Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi Nomor 2 Tahun 2024 beserta peraturan turunannya. 2. Mendesak Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi untuk melakukan audit kepada peraturan rektor atau peraturan lannya yang mengikat untuk kenaikan UKT dan iuran penbangunan institusi (IPI) di setiap perguruan tinggi. 3. Mendesak menteri pendidikan kebudayaan riset dan teknologi RI untuk mencabut beberapa pernyataan yang merendahkan marwah perguruan tinggi.
Baca Juga :
Ketua MUI Kritik Sambutan Masyarakat yang Menjamu Biksu di Masjid
Satria juga menambahkan bahwa permasalahan UKT ini menjadi rumit ketika terjadi lempar tanggung jawab antarpihak. “Bahkan hari ini, kami telah menyederhanakan bahasa politik dari pemerintah dan kampus, yakni politik pingpong, karena berkali-kali kita diminta menuntut Kemendikbud Ristek ketika pada rektorat dan respons Kemendikbud Ristek juga yang selalu memberikan pernyataan bahwa ini salah kampus. Sehingga, kami menyimbolkan ini adalah politik pingpong,” jelasnya. “Seharusnya pemerintah (Kemendikbud Ristek) dan kampus (UB) sama-sama memiliki political will dalam menyelesaikan masalah ini. Belum lagi bantuan keuangan yang waktu terbatas dan yang diberikan bantuan sangat terbatas dibanding yang mengajukan” tambah Satria. Satria juga berpesan jika masih tidak ada tindakan dari mendikbud maupun UB soal mahalnya UKT ini, pihak EM UB akan menggaungkan tagar #ReformasiPendidikanTinggi #TurunkanUKTAtauNadiemYangTurun.