Pemimpin Arab Bahas Pemulihan Gaza di Tengah Peningkatkan Serangan Tepi Barat

InfoMalangRaya.com—Para pemimpin Arab kemarin mengadakan pembicaraan informal di Riyadh mengenai upaya bersama dalam mendukung “perjuangan Palestina” dan membahas pemulihan Gaza.

Menurut Kantor Berita Saudi (SPA), pertemuan tersebut dihadiri oleh negara-negara Teluk, Mesir dan Yordania.

Negara-negara Arab kini tengah berupaya merancang alternatif bagi rencana Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, yang ingin mengembangkan Gaza menjadi resor pantai internasional dan meminta Mesir dan Yordania untuk menerima pengungsi Palestina yang terusir.

Kedua negara menolak usulan tersebut karena masalah keamanan nasional. Namun, hingga saat ini belum ada tanda-tanda negara Arab membuat kemajuan pada rencana alternatif tersebut.

SPA tidak mengatakan apakah para pemimpin membahas usulan Trump.

Pertemuan tersebut, yang diselenggarakan oleh Putra Mahkota Arab Saudi, Mohammed Salman, juga dihadiri oleh Raja Yordania Abdullah dan Putra Mahkota Hussein; Emir Qatar, Sheikh Tamim Hamad Al-Thani; Presiden Uni Emirat Arab (UEA), Sheikh Mohammed Zayed Al Nahyan; Emir Kuwait, Sheikh Meshal al-Ahmad al-Sabah, dan Putra Mahkota Bahrain, Salman Hamad Al-Khalifa, menurut foto yang dipublikasikan bersama pernyataan SPA.

Sumber-sumber yang mengetahui diskusi tersebut mengatakan para pemimpin membahas proposal-proposal utama yang diajukan oleh Mesir, termasuk pendanaan senilai US$20 miliar selama tiga tahun dari negara-negara Teluk dan Arab yang kaya, tetapi tidak ada konfirmasi resmi mengenai hal ini.

SPA juga melaporkan bahwa para pemimpin Arab menyambut baik upaya Mesir untuk menjadi tuan rumah pertemuan darurat Liga Arab pada tanggal 4 Maret.

Arab Saudi dan UEA, di antara negara-negara Arab yang telah menormalisasi hubungan dengan ‘Israel’, juga menolak pemindahan warga Palestina dari Gaza dan bersikeras bahwa upaya perdamaian apa pun harus mempertimbangkan keberadaan negara Palestina di samping ‘Israel’.

Rencana Trump telah menimbulkan kekhawatiran di kalangan Palestina dan negara-negara kawasan bahwa rencana tersebut dapat memicu ketidakstabilan dan terulangnya “Nakba” – bencana tahun 1948 yang menandai berdirinya negara palsu bernama ‘Israel’.

Dalam peristiwa itu, hampir 800.000 warga Palestina terpaksa mengungsi atau diusir dari rumah dan kampung halaman mereka.

Banyak yang mengungsi ke kamp-kamp pengungsi di Yordania, Lebanon, dan Suriah, serta di Gaza, Tepi Barat, dan Yerusalem Timur, tempat keturunan mereka masih hidup dalam kondisi sulit lebih dari 75 tahun kemudian.

Tepi Barat

Sementara itu, Benjamin Netanyahu telah memerintahkan militer untuk meningkatkan operasi di Tepi Barat. Kantor Perdana Menteri ‘Israel’ mengumumkan dalam sebuah pernyataan bahwa Netanyahu memerintahkan lebih banyak operasi di Tepi Barat utara sebagai tanggapan atas ledakan tersebut.

Beberapa hari setelah gencatan senjata mulai berlaku di Gaza pada 19 Januari, ‘Israel’ melancarkan operasi militer skala besar di Tepi Barat utara yang disebut “Tembok Besi”, yang melibatkan beberapa kamp pengungsi di dekat kota Jenin, Tulkarem dan Tubas.

“Kami memasuki benteng teroris, meratakan jalan yang mereka lalui, dan menghancurkan rumah mereka. Kami menghabisi teroris dan pemimpin mereka,” kata Netanyahu.

Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), sejak serangan dimulai, sedikitnya 51 warga Palestina, termasuk tujuh anak-anak, serta tiga tentara ‘Israel’ tewas.*

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *