Info Malang Raya – Pemerintah Kota Malang mencatat antusiasme tinggi terhadap program Sekolah Rakyat yang tengah digagas untuk menjangkau kelompok masyarakat prasejahtera. Hingga awal Mei 2025, tercatat sebanyak 210 anak dari keluarga dengan kondisi sosial ekonomi rendah telah mendaftarkan diri sebagai calon peserta didik.
Kepala Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (Dinsos P3AP2KB) Kota Malang, Donny Sandito, menyampaikan bahwa calon peserta didik berasal dari kelompok desil 1 dan 2 dalam Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN) yang dirilis oleh Kementerian Sosial. Kelompok ini merupakan kategori dengan kondisi ekonomi paling rentan di masyarakat.
“Calon siswa Sekolah Rakyat diambil dari data penerima manfaat DTSEN, khususnya pada desil 1 dan 2. Dari sekitar 7.000 anak yang terdata, sejauh ini sudah ada 210 anak yang mendaftar,” ujar Donny dalam keterangannya, Senin (5/5).
Anak-anak tersebut tersebar dalam berbagai jenjang pendidikan, mulai dari tingkat SD hingga SMA. Proses pendaftaran dilakukan dengan pendekatan berbasis data terpadu, termasuk verifikasi silang antara database dari Kemensos, Dinas Pendidikan, serta Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dispendukcapil).
“Sebagian dari anak-anak itu sudah bersekolah, ada juga yang baru akan masuk jenjang pendidikan. Semua data kami sandingkan agar benar-benar valid sebelum diterima,” tambahnya.
Untuk tahap awal, program Sekolah Rakyat ini direncanakan hanya akan menampung 100 siswa. Mereka akan dibagi dalam empat rombongan belajar (rombel), masing-masing berisi 25 anak. Namun melihat jumlah pendaftar yang sudah melampaui kuota, Pemkot Malang kini mempertimbangkan untuk mengajukan tambahan rombel ke pemerintah pusat.
“Kami sedang mengkaji kemungkinan penambahan kuota. Nantinya akan disesuaikan dengan arahan dari pusat,” jelas Donny.
Menariknya, sebelum resmi mengikuti kegiatan belajar mengajar, seluruh calon peserta didik akan menjalani proses asesmen awal. Namun, Donny menegaskan bahwa tes tersebut bukanlah bentuk seleksi akademik untuk membatasi peserta, melainkan lebih sebagai instrumen pemetaan kebutuhan siswa.
“Tes ini bukan seperti PPDB konvensional. Tujuannya untuk mengetahui kondisi masing-masing anak, misalnya terkait dukungan gizi, kesiapan mental, maupun aspek lain yang harus disiapkan oleh pemerintah,” tuturnya.
Pelaksanaan asesmen dijadwalkan berlangsung dalam bulan Mei 2025. Hasil dari asesmen ini akan menjadi dasar untuk menyusun pendekatan pembelajaran dan layanan pendukung yang lebih tepat guna.