Infomalangraya.com –
Mengetahui cara menciptakan budaya organisasi yang lebih inklusif dan beragam mungkin merupakan sebuah tantangan. Hari ini, kita membahas Intercultural Development Continuum™ dan bagaimana hal ini dapat berfungsi sebagai panduan inklusivitas bagi individu, tim, dan organisasi.
Kami berbicara dengan Sidney Van Dyke, direktur kesetaraan kesehatan dan akses bahasa di Regions Hospital. Dia membahas lima pola pikir dalam Kontinum Pembangunan Antarbudaya dan berbagi contoh praktis untuk mewujudkannya. Dengarkan episodenya atau baca transkripnya.
Kontinum Pembangunan Antarbudaya dan mengapa hal itu penting
Kontinum Pembangunan Antarbudaya diadaptasi dari Model Perkembangan Sensitivitas Antarbudaya Milton Bennett tahun 1986. Ini membantu membangun pemahaman tentang budaya yang berbeda dengan melihat variasi budaya. Daripada membandingkan budaya yang berbeda dengan budaya Anda, Anda diminta untuk mempertimbangkan hal-hal seperti bagaimana budaya berhubungan dengan waktu, bagaimana budaya berhubungan dengan kekuasaan, dan bagaimana budaya berhubungan dengan membangun hubungan. Model ini dapat diterapkan pada perbedaan ras, orientasi seksual, agama, dan gender.
Bekerja dengan model ini dapat membantu individu menjadi lebih sadar diri dan kompeten secara antar budaya – artinya Anda dapat mengubah perspektif dan menjembatani kesenjangan antar budaya. Hal ini juga dapat membantu organisasi meningkatkan kompetensi budaya mereka dengan mengadopsi kebijakan dan praktik yang menciptakan hasil yang lebih adil.
Lima pola pikir dalam Kontinum Pembangunan Antarbudaya
Ada lima pola pikir yang dijalankan orang-orang sepanjang Kontinum Pembangunan Antarbudaya:
- Penyangkalan – Pada tahap penyangkalan, orang tidak menyadari perbedaan budaya. Hal ini mungkin terjadi karena mereka tidak berinteraksi dengan orang-orang dari latar belakang budaya yang berbeda atau tidak tertarik pada keragaman budaya.
- Polarisasi – Pola pikir ini memadukan penekanan berlebihan pada perbedaan budaya atau identitas dengan penilaian yang kuat. Contoh polarisasi adalah mentalitas “kita versus mereka”.
- Minimisasi – Orang dengan pola pikir ini tidak menekankan perbedaan. Ini adalah pola pikir yang paling umum: sekitar 65% orang yang menilai posisi mereka dalam kontinum termasuk dalam tahap ini.
- Penerimaan – Seseorang dengan pola pikir ini memahami perbedaan budaya dan bagaimana hal-hal seperti rasisme, misogini, atau homofobia dapat memengaruhi orang lain. Namun mereka belum memiliki keterampilan untuk bertindak dalam meningkatkan inklusi dan kesetaraan.
- Adaptasi – Ini adalah pola pikir terakhir di mana seseorang dapat mengenali perbedaan budaya, dan mereka memiliki keterampilan yang dibutuhkan untuk menjembatani kesenjangan tersebut.
Dengarkan episode ini untuk mempelajari lebih lanjut tentang kompetensi antar budaya dari Sidney Van Dyke.