IMR – Wakil Walikota (Wawali) Malang, Ali Muthohirin, menyebut harus ada rekayasa kader dan gerakan aktivis muda dari kalangan mahasiswa untuk bergerak memperkuat ketahanan pangan dan energi nasional.
Menurutnya, dalam kondisi geopolitik yang sedang tidak menentu seperti saat ini, para aktivis seharusnya bisa mengambil peran strategis untuk menjawab tantangan ketahanan pangan. Terlebih, sambung Wawali Ali, Asta Cita Presiden dan Wakil Presiden telah menempatkan kedaulatan pangan sebagai prioritas utama.
“Saya menemukan bahwa landasan yang pas, kenapa Presiden Prabowo selalu menggencarkan dan mewajibkan kedaulatan pangan. Ternyata ketika kita melihat peta global, kondisi geopolitik sedang tidak stabil, ada ancaman perang yang berefek signifikan dalam konteks perekonomian, energi maupun ketahanan pangan,” urai Wawalil Ali mengawali sambutannya.
Hal ini disampaikan Wawali Ali saat memberikan keynote speech pada acara Rembuk Energi dan Ketahanan Pangan bersama Rumah Kebangsaan Jawa Timur, bertempat di Ijen Suites Hotel Malang, Selasa (17/6/2025). Kegiatan ini dilaksanakan oleh Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Jawa Timur, bersinergi dengan Pemkot Kota Malang, narasumber dari Universitas Brawijaya dan DPRD Provinsi Jatim, serta organisasi kemahasiswaan di seluruh Jawa Timur.
Lebih lanjut, Wawali Ali menyampaikan bahwa potensi kader aktivis jangan terkotak hanya pada ambisi menduduki posisi elite politik, tetapi juga harus diarahkan untuk menjawab persoalan-persoalan strategis bangsa, seperti ketahanan pangan dan energi.
“Jumlah elite politik itu seperti piramida terbalik, semakin mengerucut. Berapa jumlah kepala daerah yang dibutuhkan? Menteri? Presiden? Yang dibutuhkan untuk duduk didunia politik itu terbatas. Jika semua kader aktivis berebut ke ranah politik, maka diaspora ini tidak cukup. Padahal berapa ratus atau ribuan kader yang telah kita siapkan untuk bangsa?” beber Wawali Ali.
Menanggapi hal tersebut, Wawali Ali menyodorkan gagasan rekayasa diaspora kader dan gerakan aktivis sebagai kekuatan kolektif yang mampu membangun ekosistem pangan mandiri berbasis komunitas.
“Maka teman-teman aktivis harus ada rekayasa diaspora kader, rekayasa gerakan aktivis melalui kegiatan ini. Hari ini sudah ada Koperasi Merah Putih yang disiapkan Presiden, ada isu kedaulatan pangan. Tinggal bagaimana kita menyiapkan kader-kader aktivis ini? Bagaimana kelompok-kelompok tani ini sudah disiapkan oleh kader?” seru Wawali Ali.
Karena itu, Wawali Ali mendorong para aktivis muda agar mengambil peran nyata dalam memperkuat ketahanan pangan dan energi. “Ada peran teman-teman yang belum terisi, tentang ketahanan energi dan ketahanan pangan. Yang paling bisa dikerjakan hari ini adalah ketahanan pangan. Jika organisasi aktivis ini menggerakkan kader-kadernya, membentuk kelompok-kelompok tani dan jejaringnya dimanfaatkan di berbagai level. Isu kedaulatan pangan ini bisa terselesaikan, namun apakah ini sudah dilaksanakan? Kira-kira apakah mahasiswa ini mau menjadi kelompok tani?” sentil Wawali Ali.
Terakhir, Wawali Ali mengajak para aktivis muda untuk menjadi agen of change yang sesungguhnya — tidak hanya bersuara, tetapi juga bergerak dan berdampak. “Artinya ketahanan pangan ini harus kita siapkan. Mengisi di situ maka jangan hanya menjadi penonton. Kecuali, teman-teman masih mau menafsirkan agen of change itu sebagai kritikus saja. Bukan kemudian sebagai aktivis yang langsung terjun ke masyarakat, untuk memulihkan ini semua dan menyukseskan ketahanan pangan,” pungkas Wawali Ali menggugah ratusan pasang mata peserta rembuk hari itu. (PKP-Eka Nurcahyo)