Kabupaten Malang, IMR- Viral berita Polisi menyebut aksi pembongkaran Stadion Kanjuruhan tidak berhubungan dengan Obstruction of Justice, memicu respon kekecewaan membanjir dari berbagai pihak.
Salah satunya dari Koordinator Badan Pekerja Pro Desa Ahmad Khosaeri yang dengan vepat menanggapi statement pedas tersebut.
“Pernyataan polisi itu sama dengan menantang arek-arek Malang. Pernyataan itu sama saja dengan membuka pintu aksi,” tegasnya.
Dikatakan semua pihak memiliki hak untuk menyampaikan aspirasi termasuk memprotes statement yang kurang tepat tersebut.
“Polisi mau bilang apa, ya terserah, mereka yang berkuasa atas penyidikan dan proses hukum lainnya. Tapi mesti diingat, arek-arek Malang juga punya hak untuk menyampaikan pendapat di muka umum, kita semua berhak untuk memprotesnya,” jawabnya.
Ia berharap kasus diungkap sesuai fakta. “Kami berharap, polisi mengusut kasus-kasus yang berkaitan dengan tragedi Kanjuruhan sesuai fakta yang ada. Jangan ada yang di tutup-tutupi. Sampaikan saja kepada masyarakat atas hasil penyelidikan dan penyidikannya. Masyarakat berhak tahu,” jawabnya.
Seperti heboh diberitakan media, Ketua Tim Investigasi dan Advokasi Tragedi Kanjuruhan, Agus Subyantoro, menyesalkan ungkapan yang berikan Kasatreskrim Polres Malang, Iptu Wahyu Rizki Saputro, atas pembongkaran Stadion Kanjuruhan yang tidak ada kaitan dengan Obstruction of Justice.
Ia merasa kaget dan sangat menyesalkan, pembongkaran itu jelas ada kaitan atau hubungan dengan perusakan TKP Tragedi Kanjuruhan atau Obstruction of Justice, karena Stadion Kanjuruhan menjadi TKP kasus atas Tragedi Kanjuruhan yang menewaskan 135 korban jiwa, hingga kini masih dalam proses penanganan.
“Jadi jika Polisi menganggap itu (Pengerusakan atau Pembongkaran) beda kasus, itu salah besar, sudah jelas TKP Tragedi Kanjuruhan itu ada di sana. Kalau dari pandangan secara hukum, ketika sebuah objek atau TKP belum selesai proses hukumnya, kemudian ada proses pembongkaran itu namanya Obstruction of Justice,” ucap pria pengurus Asosiasi Kabupaten (Askab) Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) Kabupaten Malang ini.
Dijelaskannya dalam kasus tragedi Kanjuruhan tersebut belum dilakukan rekonstruksi yang dilakukan di TKP.
“Pernah digelar rekonstruksi, tapi itu diadakan dihalaman Mapolda Jatim, seharusnya dilakukan di TKP (Stadion Kanjuruhan),” jelas pengurus National Paralympic Committee Indonesia (NPCI) Kabupaten Malang ini.
Sementara itu Pendamping Saksi dan Korban yang tergabung dalam Sahabat Saksi Korban (SSK) tragedi Kanjuruhan, mitra dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Eryk mengatakan, pihak yang menyatakan pembongkaran fasilitas di dalam Stadion Kanjuruhan tersebut bukan Obstruction of Justice itu kurang tepat.
TKP itu merupakan tempat di mana suatu tindak pidana dilakukan atau terjadi dan tempat-tempat lain di mana tersangka dan atau korban dan atau barang-barang bukti yang berhubungan dengan tindak pidana.
Dijelaskannya Stadion Kanjuruhan itu merupakan TKP Tragedi Gas Air Mata yang menewaskan 135 Suporter Arema. Tidak perlu belajar hukum untuk menilai Tribun berdiri itu bagian dari TKP atau bukan.
Diungkapkannya jika dilihat dari berbagai rekaman video yang beredar, tribun berdiri tersebut merupakan salah satu sasaran penembakan gas air mata yang dilakukan oleh oknum anggota kepolisian. “Kita bisa melihat, tribun berdiri adalah salah satu sasaran penembakan gas air mata. Maka dapat di duga, adanya upaya obstruction of justice, jadi pasal 221 KHUP bisa diterapkan,” jelasnya.
Namun, lanjut Eryk, yang menjadi pertanyaan dan menimbulkan tanda tanya besar itu apa yang mendasari CV Anam Jaya Teknik (AJT) berani melakukan pembongkaran pagar Tribun Stadion Kanjuruhan tersebut. “Ini menjadi tugas penyidik untuk mengungkap itu. Tapi apabila memang benar tidak mengeluarkan surat Perintah kerja (SPK) pada CV AJT, seharusnya membuat Laporan Polisi atas dugaan memberikan surat palsu/keterangan palsu sebagaimana diatur dalam pasal 263 KUHP,” urainya.
Untuk diketahui beberapa waktu lalu, Kasatreskrim Polres Malang, Iptu Wahyu Rizki Saputro, mengatakan perbedaan pembongkaran tribun dengan kasus Tragedi Kanjuruhan. “Sekali lagi saya tekankan kepada teman-teman dan masyarakat Kabupaten Malang, bahwa ini beda kasus dengan TKP Tragedi Kanjuruhan,” paparnya. (fan)